Mohon tunggu...
D. Rifanto
D. Rifanto Mohon Tunggu... Konsultan - Membaca, menulis dan menggerakkan.

Tinggal di Sorong, Papua Barat. Mempunyai ketertarikan yang besar pada isu literasi dan sastra anak, anak muda serta pendidikan masyarakat. Dapat dihubungi melalui dayurifanto@gmail.com | IG @dayrifanto

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Berdaya melalui Membaca

18 Juli 2024   14:37 Diperbarui: 18 Juli 2024   14:42 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tabel 1. Perbandingan duta baca di beberapa negara (sumber: pribadi) 

"Halo Kaka" ucap seorang anak sembari tersenyum ketika melihat saya dan beberapa teman datang ke sekolahnya. Ada tanah lapang berumput cukup luas berada di muka sekolah, dengan sebagian anak bertelanjang kaki sedang bermain benteng. Permainan tersebut mereka mainkan saat sedang istirahat sekolah. Waktu itu kami datang dengan tujuan ingin melihat suasana belajar sekaligus mengetahui adakah perpustakan sekolah tersebut. Saat akhirnya berkeliling sekolah, saya tertegun saat melihat lemari berisi buku-buku bacaan dan pelajaran tergeletak di raknya. Dengan sebagian sampul robek dan telah lusuh.

Ketika ingin mengetahui kebiasaan membaca, ada beberapa pertanyaan kami ajukan pada beberapa anak kelas 3. Kami coba membaca bersama sebuah kalimat sederhana pada sebuah kertas. Sebagian anak bisa membacanya dengan baik, sayangnya beberapa anak lainnya seolah tak yakin dengan kalimatnya, dan berusaha mengeja dan menggumamkan kalimat itu sehingga tak mudah dipahami. Siang terik, lonceng sekolah mengingatkan waktu membaca telah selesai. Debu beterbangan di jalan berpasir ikut antar kepulangan kami siang itu.

Ingatan tersebut membayang begitu jelas seolah mengkonfirmasi beragam temuan dari berbagai studi misalnya PISA, PIRLS, juga EGRA yang menunjukkan bahwa kemampuan membaca siswa kita, tertinggal dibandingkan negara-negara lain. Secara khusus, jika kita melihat peringkat PISA Indonesia pada tahun 2022, dan membandingkannya dengan negara-negara di Asia Tenggara maka kita perlu refleksi mendalam. Mengapa? Membayangkan peringkat Vietnam dan Brunei Darussalam melampaui peringkat sebuah negara pendiri ASEAN, membuat hati terasa sedih betul. Duh! Ketika melihat secara khusus skor membaca, nilai capaiannya adalah paling rendah semenjak ikut PISA 2003, dengan trend capaian kemampuan membaca terus mengalami penurunan.

Oleh sebab itu ada beragam cara dihadirkan pemerintah untuk mendorong bertumbuhnya minat membaca di masyarakat. Salah satunya dengan kehadiran duta baca. Seperti kita ketahui, duta baca bukan hanya menjadi penyambung lidah program pemerintah, tetapi juga berperan sebagai influencer, motivator, dan pemimpin opini. Mereka menggerakkan hati masyarakat untuk menjadikan membaca sebagai budaya sehari-hari, sehingga bisa memberikan dampak positif bagi kehidupan kita. Atau dengan kata lain, duta baca mempromosikan literasi dan membudayakan membaca di masyarakat. Mereka bisa terlibat dalam berbagai kegiatan seperti berbagi buku, mengadakan acara membaca, dan mendorong orang lain untuk mencintai membaca.

Untuk maksud itulah semenjak tahun 2006 telah hadir Duta Baca Indonesia. Mereka adalah Tantowi Yahya, presenter terkenal, menjadi Duta Baca pertama pada tahun 2006 dengan semboyan "Ibuku, perpustakaan pertamaku." Nantinya Tantowi Yahya menjadi seorang duta besar. Andy F. Noya, jurnalis dan presenter acara Kick Andy, diangkat sebagai Duta Baca pada tahun 2011 dengan tagline "Buku, langkah pertamaku meraih cita-cita." Najwa Shihab, presenter program Mata Najwa, ditunjuk pada tahun 2016 dan dikenal dengan semboyannya "Buku adalah sebaik-baiknya sahabat." Dan pada tahun 2021, sastrawan Gol A Gong menjadi Duta Baca dengan moto "Berdaya dengan buku," dan menginisiasi berbagai kegiatan literasi di seluruh Nusantara.

Gambar 2. Bersama peserta kelas menulis di Sorong (sumber: pribadi)
Gambar 2. Bersama peserta kelas menulis di Sorong (sumber: pribadi)

Dari sini, kita bisa melihat bahwa Gol A Gong adalah sastrawan pertama yang menjadi Duta Baca Indonesia, jika sebelumnya adalah jurnalis dan presenter. Berbicara mengenai Gol A Gong, saya mengenalnya tiga tahun sebelum ia menjadi duta baca. Tahun 2018 saat ia berkesempatan ke Jayapura lalu Manokwari, kemudian singgah di Sorong. Bersama Suhardi Aras dan teman-teman lainnya di Sorong, kami membuat beberapa kegiatan untuk menyambut kehadirannya di Sorong. Kegiatannya mencakup sesi berbagi ilmu di Universitas Pendidikan Muhammadiyah Sorong dan Warung Kopi OM, serta pelatihan membuat buku bergambar dari dus bekas di Caf Baca Sorong. Diskusi dengan penulis lokal dan komunitas literasi juga berlangsung di RRI Pro 1 Sorong. Lawatan ini bagian dari kampanye Gempa Literasi Papua bertujuan menerangi melalui literasi. Saat di Sorong, ia mempromosikan membaca dan menulis sebagai aktivitas yang perlu dilakukan terus menerus sebagai bagian dari ikhtiar berdaya.

Gambar 3. Kegiatan Gol A Gong di Sorong bersama guru dan penggiat literasi. (Sumber: pribadi)
Gambar 3. Kegiatan Gol A Gong di Sorong bersama guru dan penggiat literasi. (Sumber: pribadi)

Setelah ia menjadi duta baca, saya pun mengetahui beragam kegiatan Gol A Gong sebagai Duta Baca Indonesia secara khusus melalui websitenya dan media sosialnya yaitu IG @golagong. Pengetahuan tentang apa kegiatan duta baca Indonesia membuat saya penasaran dengan cara negara lain mempromosikan budaya membaca melalui duta baca. Saat mencari informasi dengan kata kunci "reading ambassador," saya terkejut mengetahui banyak sekolah di Inggris memiliki program duta baca. Temuan lainnya adalah program serupa berkembang di Amerika, Australia, dan Selandia Baru. Saya yakin masih banyak negara lain memiliki program duta baca, sayangnya waktu penelusuran informasi menulis esai ini begitu terbatas.

Meskipun begitu, ada temuan-temuan menarik dari informasi hasil penelusuran tersebut. Misalnya, profesi sebagian besar duta baca tersebut adalah penulis. Secara spesifik mereka mengenalkan pentingnya membaca sastra anak dan remaja sebagai upaya literasi seumur hidup, pendidikan, serta perkembangan dan perbaikan kehidupan anak-anak muda. Misalnya di Inggris ada Children Laureates, Amerika dengan The National Ambassador for Young People's Literature, sedangkan di Australia bernama Australian Children Laureates, dan Selandia Baru ada Te Awhi Rito.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun