Membaca banyak kisah dan memilih untuk mengadaptasinya menjadi cerita anak adalah sebuah kutipan yang sangat membekas pada saya, ketika membaca pendapat Ibu Murti Bunanta.Â
Mengapa demikian? Mengingat buku bacaan anak, memiliki pendekatan jenjang bacaan, juga menyesuaikan dengan perkembangan psikologis anak.Â
Saya menemukan banyak sekali, terutama di Papua, buku bacaan yang berisi penulisan cerita rakyat, yang dimaksudkan untuk dibaca anak-anak tetapi dengan format untuk bacaan lanjut. Betapa menyulitkan bagi anak-anak yang ingin membacanya!
Kembali lagi kepada kisah yang begitu memikat hati tentang "Masarasenani," kisah ini merupakan cerita rakyat yang berasal dari daerah Windesi di Manokwari, Papua Barat.Â
Kisah ini menceritakan ihwal mengapa kemudian siang dan malam waktunya relatif seimbang. Pada jaman dahulu, dikisahkan bahwa malam begitu panjang.Â
Masarasenani sang tokoh, seorang bapak dan pemimpin keluarga penuh kasih dan tanggung jawab, yang mempunyai dua anak perempuan kakak beradik yang cantik bernama: Serawiri dan Serimini merasa bersedih, karena setiap pekerjaan menokok batang -- batang sagu belum selesai dilakukan, matahari telah tergelincir dan tenggelam.
Siang terasa lebih cepat dibanding malam hari, membuat pekerjaan belum selesai gelap gulita telah datang. Tetapi, pada suatu hari yang aneh, dan hari seterusnya... tampaknya Matahari enggan pergi, malas beranjak.
Membuat orang-orang merasa terik panas yang tak pergi -- pergi mengundang tanya? Orang-orang mulai kebingungan. Mengapa matahari masih menunggu di atas sana, harusnya ia sudah tergelincir, dan tenggelam? Ada apa gerangan?
Hanya seorang Masarasenani yang tahu dan menyimpan rahasia tentang matahari rapat-rapat. Hal ini disebabkan, sebagai wujud kepeduliannya pada hajat hidup orang banyak, dan terutama keluarganya sendiri, sang tokoh mencari jalan keluar, bagaimana agar dirinya bisa menyiasati hal ini. Ditemukanlah jalan keluarnya, ia harus bertemu Marasitumi atau si Matahari.Â
Masarasenani mengetahui bahwa matahari selalu terbit melalui dua buah bukit, di mana letak dari bukit ini pun sudah diketahui Marasasenani.Â
Marasasenani berpikiran bahwa untuk menyelamatkan warga dari kelaparan yang sangat, berarti matahari harus terus bersinar maka ia berpikir menjerat matahari di bukit tempat ia muncul adalah pilihan paling tepat.