Pematung Cilik Asmat Bernama Osakat
"Osakat Anak Asmat"
"Osakat!" sebuah pekikan merobek udara pagi yang basah dan berkabut. Tak ada sahutan. Sekitar kampung masih lengang dan sunyi. Asap yang bergumpal-gumpal berwarna biru menyeruak dari setiap dapur, membentuk pola-pola tertentu di atas embun."
Pada sebuah buku bacaan anak dengan tokoh seorang anak lelaki dari Asmat, saya menemukan sebuah pesan pada halaman pembukanya. Menggunakan tulisan halus dan menyambung, disertai tanda tangan yang membuat besar dugaan saya, itu adalah pesan sang penulis kepada seseorang bernama Erik.
"Erik, dunia anak-anak Asmat menggiringku untuk mengenal kesederhanaan mereka. Sebuah mutiara yang tertimbun dalam lumpur akan kukenang selalu. Novel kedua ini justru lebih dulu terbit. Sebuah takdir ternyata tak mungkin ditawar-tawar" - Anie Bakrie Arbie
Asmat dan Anie Bakrie Arbie bisa jadi tidak terlalu familiar bagi kita. Tetapi, saya baru tahu juga bahwa nama tersebut adalah nama lain dari Ani Sekarningsih, seorang penulis sastra. Setelah menikah, ia kerap menggunakan nama Anie Bakrie Arbie.
Ani Sekarningsih mulai menulis puisi untuk majalah anak Kunang-kunang saat ia masih duduk di sekolah dasar. Ketika beranjak SMP-SMA, ia telah menulis cerita pendek, sajak, maupun artikel yang mengisi media massa di Bandung, Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya.
Sebagai bentuk kecintaan pada Asmat, pada tahun 1996, bersama beberapa tokoh nasional, mereka membuat sebuah yayasan bernama Yayasan Asmat. Selain ikut menulis beberapa buku berlatar Asmat, antara lain Osakat Anak Asmat (Balai Pustaka, 1996) dan Namaku Terweraut (Yayasan Obor, 2000).
Jika kita mudah saja menemukan beragam berita, artikel maupun laporan penelitian pada bukunya dengan judul "Namaku Teweraut" sebaliknya, tidak banyak informasi yang dapat kita gali melalui penelusuran maya di internet untuk buku "Osakat Anak Asmat"
Novelet ini, merupakan seri budi pekerti dan terdiri dari 8 bab, antara lain bagian "Makan Pagi", "Rumah Adat", "Ke Puskesmas", "Rumah Guru", "Kapal Perang", "Rencana Perjalanan", "Persahabatan" dan "Kunjungan."
Cerita dalam buku ini menyajikan sudut penceritaan yang menggambarkan kebudayaan suku Asmat di Papua. Sang penulis meramu karyanya sehingga rasanya kita, para pembaca seperti sedang mengunjungi daerah yang kita baca tersebut. Ia penuh dengan pengenalan terkait aturan, tata cara, filosofi dan kebijaksanaan masyarakat Asmat sehingga dengan begitu kita jadi mempunyai gambaran awal tentang Asmat.