Pesatnya perkembangan teknologi membawa dan informasi membawa dampak terhadap tatanan kehidupan di dunia. Dalam bisnis perusahaan untuk memuaskan konsumen maupun pelanggan, PT. XYZ masih mengalami beberapa kendala dari beberapa produk yang sudah jadi terkadang terdapat kecacatan. Semakin banyak produk cacat akan mengakibatkan biaya produksi yang meningkat. PT. XYZ merupakan perusahaan yang bergerak di bidang produksi karung plastik yang salah satunya berupa jumbo bag. Kecacatan produksi paling sering terjadi pada proses penjahitan (sewing), karena di dalam proses sewing tersebut menggunakan mesin semi otomatis dimana setiap satu operator menggunakan satu mesin jahit, hal itu yang menyebabkan terjadinya cacat produk paling banyak terjadi. Maka dari itu, Dian Rahma Aulia sebagai Mahasiswa Teknik Industri Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya dengan Bapak Hery Murnawan, ST., MT. sebagai Dosen Pembimbing  melakukan riset penelitian di PT. XYZ pada bagian Quality Control dan Divisi Jumbo Bag untuk meminimalkan kecacatan yang terjadi pada Jumbo Bag.
Salah satu metode yang akan digunakan dalam riset penelitian untuk mengidentifikasi atau meminimalkan cacat produksi adalah dengan penyuluhan jenis-jenis cacat dan pendampingan perbaikan dengan metode plan-do-check-action (PDCA). Metode PDCA akan mencakup beberapa alat pengendalian mutu yang digunakan untuk meningkatkan kinerja proses produksi dan mengurangi cacat produk  Dalam siklus PDCA terdapat konsep dasar continuous improvement dan sebagai pendekatan pemecahan masalah yang tertanam dalam budaya organisasi, sehingga mudah dipahami dan harus digunakan oleh banyak pihak. Data awal menunjukkan pada hasil produksi Jumbo Bag memiliki cacat dominan sebesar 75% berupa cacat salah jahit, cacat kekurangan aksesoris, cacat berlubang dan cacat salah printing. Sehingga pada bagian ini perlu dilakukan perbaikan menggunakan alat pengendalian mutu yang diterapkan dengan pendekatan PDCA.
Kebaruan penelitian yang dilakukan oleh Dian Rahma Aulia adalah adanya konsep PDCA pada tahap proses perbaikan dilengkapi dengan alat pengendalian mutu untuk membiasakan operator dalam menerapkan siklus perbaikan di setiap permasalahan yang muncul. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab cacat, memberikan solusi untuk memperbaiki masalah tersebut dengan cara mengurangi cacat produk, dan mengurangi defect per unit cacat dominan pada produk Jumbo Bag. Pada tahap pertama (Plan) diawali dengan identifikasi masalah, menentukan jenis cacat terbanyak, mencari penyebab masalah dominan menggunakan diagram pareto, dan menetapkan target perbaikan dengan nilai Defect per Unit. Tahap kedua (Do) melaksanakan perbaikan yang telah direncanakan dengan 5W+1H. Tahap ketiga (Check) dilakukan dengan melakukan evaluasi perbaikan dan membandingkan nilai defect per unit sebelum dan sesudah perbaikan. Terakhir yaitu (Action) standarisasi perbaikan-perbaikan yang dianggap dapat membantu mencapai target yang diinginkan secara berkelanjutan.
Pada permasalahan cacat salah jahit, kekurangan aksesoris, cacat berlubang dan salah printing ditemukan penyebab akar masalah dari faktor manusia yang kurang teliti, tidak fokus atau kurang pemahaman pengetahuan mengenai cacat dominan dan cara pencegahannya, oleh karena itu peneliti memberikan pre test sebelum melakukan penyuluhan. Pengetahuan operator sebagai dasar perbaikan suatu permasalahan yang dapat diukur dari faktor manusia. Setelah dilakukan penyuluhan, peneliti memberikan post test sebagai acuan keberhasilan dalam penyuluhan dan pendampingan upaya penurunan cacat dominan. Terjadi penurunan nilai pada kategori pemahaman pengetahuan operator kurang baik sebelumnya sebanyak 21 operator (60%) menjadi 0 operator (0%). Pada kategori pemahaman operator cukup baik sebelumnya sebanyak 10 operator (29%) menjadi 8 operator (23%). Dan terjadi kenaikan pada kategori pemahaman pengetahuan operator baik sebelumnya sebanyak 4 operator  (11%) menjadi 27 operator (77%).
Pada faktor lingkungan telah dianalisis pula penyebab ketidakfokusan operator yang diakibatkan oleh kebisingan lantai produksi Finishing Printing dan Jahit yang areanya berdekatan dengan area Circular Loom. Berdasarkan data hasil pengukuran menggunakan Sound Level Meter (SLM) dapat diketahui bahwa nilai kebisingan pada area Finishing printing dan jahit memiliki rata-rata nilai kebisingan 92.0 dB dan 90.1 dB. Berdasarkan nilai tersebut dapat dilakukan perbandingan dengan nilai kebisingan yang telah ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dalam ketetapan tersebut dijelaskan batas nilai kebisingan suatu perushaan berada pada angka 85 dB pada KEP48/MENLH/11/1996. Sehingga kebisingan dapat dikatakan telah melewati batas nilai kebisingan yang berlaku dan harus menerapkan perbaikan untuk menanggulangi penyebab ketidakfokusan operator dalam melakukan pekerjaannya dengan memberikan alat pelindung telinga (earplug) pada operator yang ada di area Finishing.
Perbaikan-perbaikan lainnya yang telah dilakukan pada tahap do dalam riset penelitian Dian Rahma Aulia, menunjukkan hasil yang signifikan dan berhasil meningkatkan pencapaian kualitas jumbo bag, terbukti dengan turunnya nilai Defect per unit. Penetapan target nilai DPU ditetapkan pada tahap plan berdasarkan nilai DPU terkecil. Hasilnya, terjadi penurunan cacat salah jahit dari 0,014 DPU menjadi 0,005 DPU, Â cacat kekurangan aksesoris dari 0,008 DPU menjadi 0,004 DPU, cacat bodi berlubang dari 0,007 DPU menjadi 0,006 DPU, dan cacat salah printing dari 0,004 DPU menjadi 0,004 DPU. Implementasi yang telah dilakukan telah dibahas sebelumnya dan telah diuji serta diterapkan pada selama bulan Maret 2024-Juni 2024 di PT. XYZ.
Dalam riset penelitian ini, Dian juga menambahkan saran untuk perusahaan agar PT. XYZ dapat mengembangkan kembali metode PDCA dalam produksi sebagai upaya penekanan kecacatan dalam produksi dan peningkatan mutu produk yang dihasilkan dan sebaiknya perusahaan juga dapat mempertimbangkan usulan perbaikan desain mesin heat cut agar mencapai hasil signifikan terkait meminimalkan cacat pada body berlubang yang disebabkan oleh faktor mesin. Lainnnya, disarankan perusahaan dapat memprioritaskan perbaikan pada faktor manusia dengan cara memberikan training tambahan untuk semua operator produksi, dan memperketat SOP yang berlaku, sehinngga skill dan kemampuan operator setara dan menjadi lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H