Mohon tunggu...
Utami Isharyani Putri
Utami Isharyani Putri Mohon Tunggu... Seniman - Freelancer

Ambivert. Dulu pekerja kantoran, tapi setelah mengulik diri sendiri nampaknya lebih suka menjadi freelancer. Sebuah pekerjaan yang katanya bebas tapi ternyata ngga bebas-bebas amat, bahkan cenderung disangka pengangguran. Jenis pekerjaan freelancer memang harus dinaikkan marwahnya... Tapi karena saya kebisaan saya cukup beragam, saya lebih suka dibilang seniman. Selain nulis juga bisa edit video, voice actor juga (dubbing, story telling, VO ads, VO compro). Instagrammer yang sesekali nerima endorse-an (kalo produknya cocok sama hati). Hal terbaru dari saya, saya juga (ternyata) bisa menulis lirik lagu (silakan dengarkan di platform musik digital kamu yah, judulnya apa? Japrii).

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Multitasking Ternyata Tidak Sekeren Citra yang Digambarkannya, Ini Alasannya

6 Juni 2024   07:01 Diperbarui: 6 Juni 2024   07:04 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Freepik/ wayhomestudio

Di permukaan, konsep multitasking terdengar dinamis dan keren. Bisa mengerjakan banyak hal dalam satu waktu nampak menjadi suatu skill yang wah. Sebetulnya apa sih multitasking dan mengapa multitasking tidak sekeren citra yang digambarkannya?

Kata 'multitasking' muncul saat ledakan komputer pada tahun 1960-an, dan sampai kini kata tersebut memiliki konotasi hiper-kompetensi dan pencapaian yang wah pada ranah pekerjaan yang dilakukan oleh manusia.

Menurut sudut pandang 'multitasking', semua orang idealnya memiliki kemampuan ini, menangani banyak tugas sekaligus. Alasannya karena kita memiliki rentang waktu yang terbatas sementara tugas yang harus diselesaikan tidak sedikit sehingga multitasking adalah cara yang efisien untuk menavigasi kehidupan kita, begitulah pendapat ideal 'multitasking'. 

Meski tampaknya wah dan cocok dengan situasi kerja saat ini yang menuntut kecepatan dan melakukan banyak pekerjaan sekaligus, namun kenyataannya jauh berbeda. Multitasking justru kontra-produktif, bahkan kata 'multitasking' saja sudah salah kaprah. 

Alasan salah kaprah adalah karena otak manusia tidak dapat benar-benar fokus pada lebih dari satu proyek atau tugas dalam satu waktu. Jadi jika kalau kita mengatakan bahwa diri kita mengerjakan beberapa hal sekaligus (misalnya 7 pekerjaan), pada dasarnya bukan mengerjakan hal tersebut bersama-sama melainkan beralih fokus dengan cepat dari pekerjaan yang pertama hingga pekerjaan yang ketujuh. Jadi multitasking bukanlah mengerjakan banyak hal secara simultan (sekaligus).

Bahkan dengan deskripsi yang sudah 'diperbaiki' itu, multitasking bukanlah sesuatu hal yang memukau karena berdasarkan penelitian, beralih fokus dengan cepat dari satu tugas ke tugas lainnya justru menyebabkan seseorang mengalami penurunan produktivitas dan kinerja.

Dengan multitasking mungkin akan membuat kamu merasa menyelesaikan banyak hal, tetapi sebetulnya hasilnya biasa-biasa saja.

Mengerjakan sesuatu dengan 'multitasking' sebenarnya adalah sebuah ilusi produktivitas karena manusia sebenarnya tidak mungkin dan tidak bisa fokus pada lebih dari satu hal dalam satu waktu. 

Multitasking hanyalah mengalihkan fokus dengan cepat dari satu tugas ke tugas berikutnya. Otak kita sebenarnya sudah terprogram untuk sangat fokus pada satu hal dalam satu waktu saja, kecenderungan alamiah yang akan menghasilkan hasil jauh lebih baik untuk setiap tugas.

Cara yang lebih baik dari multitasking, yaitu single-tasking

Pikiran manusia didesain untuk memikirkan satu hal dalam satu waktu. Jika dipaksakan untuk mengerjakan banyak hal dalam satu waktu, misalnya membuat laporan kegiatan sambil menelpon calon klien, berkoordinasi untuk kegiatan kantor berikutnya dan merespon email, maka sama saja kamu mengulur-ulur waktu penyelesaian laporan kegiatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun