Penulis: ASTER KIWUNG, OCD
Problematika kehidupan rumah tangga menjadi kecemasan bagi pasangan suami istri yang hidup di era digital ini. Hal ini dapat kita lihat dalam realitas kehidupan keluarga saat ini. Keluarga yang menjadi tempat berbagi kasih malah menjadi tempat untuk menciptakan sikap individualisme atau problem. Sikap individualisme menjadi dominan dalam hidup berkeluarga saat ini. Sikap ini dikarenakan, suami dan istri malah memilih untuk sibuk dengan hal-hal yang sebenarnya membuat dia semakin mengatur jarak diantara keduanya. Keluarga yang menjadi tempat ecclesia domistika tidak lagi relevan lagi. Sehingga hidup dalam rumah tangga saat ini menjadi kecemasan bagi semua pasangan suami istri. Suami cemas akan istri, demikian istri cemas akan suami. Dan hal ini yang menimbulkan sikap kecurigaan antara kedua belah pihak dan dapat menimbulkan perceraian.Â
Perkawinan adalah sebuah peristiwa yang sangat penting dalam hidup manusia. Karena itu, pandangan Gereja Katolik tentang hidup berkeluarga tidak jatuh dari langit. Pandangan itu bermula pada Ajaran Yesus dan ajaran para rasul, kemudian dikembangkan dari abad ke abad, sejak abad II sampai abad XXI ini. Adapun ketiga ciri hakiki esensial perkawinan ialah unitas (kesatuan), sifat tidak dapat diputuskan (Indissolubilitas) dan sakramental yang dalam perkawinan Kristiani memperoleh kekukuhan atas dasar sakramen. Ketiga pilar ini menjadi landasan bagi sepasang suami dan istri katolik yang memilih untuk hidup dalam berumah tangga.
Perkawinan Katolik merupakan ikatan syah antara laki-laki dan perempuan yang berusaha untuk menjalani hidup berumah tangga. Sepasang suami-istri yang telah dikukuhkan dalam sakramen perkawinan secara sah, baik diakui oleh otoritas pemerintah maupun oleh otoritas gereja tidak boleh diceraikan. Hal ini berkaitan erat dengan sifat-sifat atau ciri khas perkawinan Kristiani yang telah tercantum di atas. Dalam Gereja Katolik perkawinan yang dikukuhkan dalam sakramen perkawinan tidak boleh diceraikan oleh manusia. Seperti yang dikatakan dalam Kitab Suci "Yang dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia". Allah menghendaki agar kedua insan ini hidup sejalan dengan apa yang telah dikatakan Kitab Suci. Ia tidak menginginkan sepasang suami-istri itu diceraikan oleh manusia itu sendiri.
Namun dalam realitas yang terjadi saat ini, semuanya diluar dugaan manusia. Allah menghendaki yang itu, namun manusia bertindak yang ini. Allah menginginkan agar manusia hidup dalam damai dan rukun, namun manusia berbanding terbalik dengan apa yang dinginkan oleh Allah. Hal ini menimbulkan kehidupan dalam keluarga tidak harmonis dan menimbulkan perceraian. Diluar dari itu juga ada faktor lain yang mengakibatkan suami-istri berpisah ranjang. Misalnya saja kurangnya komunikasi dalam berumah tangga, tidak ada keterbukaan antara kedua belah pihak dan lain sebagainya. Atau bahkan karena terlalu memilih sikap individualistik. Suami lebih memilih mencintai HP/TV daripada istri dan anak-anak. Atau pun sebaliknya, istri lebih memilih untuk mengurusi kehidupan rumah tangga orang lain daripada mengurusi rumah tangganya sendiri.
Pengaruh Teknologi Terhadap Hidup Berkeluarga
Dunia yang begitu maju akan teknologi membuat manusia di satu sisi merasa terbantu, namun disisi lain juga menimbulkan rasa takut, cemas dan gelisah. Keuntungan yang diperoleh manusia melalui teknologi misalnya, pada saat ini semua orang dengan mudah mengakses informasi dari berbagai belahan dunia. Hal lain yang dapat kita peroleh dari teknologi adalah mahasiswa dapat dengan mudah mengerjakan tugas. Sehingga ada satu buku yang saat ini yang menjadi best seller "Aku Klik Maka Aku Ada". Dalam buku ini yang menjadi hal yang urgen adalah bagaimana manusia saat ini diberdayakan oleh teknologi. Teknologi telah menggantikan posisi manusia. Peran sentral manusia saat ini telah degantiposisikan oleh teknologi.
Kecemasan akan perkembangan teknologi juga menjadi problematik bagi kehidupan berumah tangga. Suami cemas akan istri dan anak-anak, demikian pun istri cemas akan suami dan anak-anak. Sikap saling kecurigaan ini akan terus bertumbuh dan terus berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi. Semakin teknologi maju, semakin bertambah pula sikap kecurigaan di dalam hidup berumah tangga. Dan hal lain yang dapat menimbulkan keterpecahan dalam berumah tangga adalah sikap individual. Pulang dan pergi suami ataupun istri sibuk dengan layar kaca (HP dan TV)
Teknologi layar kaca telah membuat manusia kehilangan eksistensi dan esensinya. Kehadiran manusia sebagai makhluk sosial yang saling ketergantungan satu dengan yang lain telah hilang direngut oleh teknologi layar kaca. Dalam realitas saat ini nilai-nilai etika telah hilang. Manusia saat ini tidak lagi memperdulikan sesama. Mereka lebih sibuk dengan benda mati daripada yang hidup (animal rationale). Sehingga apa yang telah diajarkan ketika sejak dalam bangku sekolah dasar maupun menengah hilang tanpa berbekas. Etika saling menyapa untuk saling berbagi kasih pun hilang. Dalam Amoris Laetitia 33, Sri Paus mengingatkan kita untuk waspada terhadap "berkembangnya bahaya individualisme yang mengubah kodrat ikatan perkawinan dan menyebabkan intoleransi dan permusuhan dalam keluarga".
Sikap individualisme yang dipegang oleh suami maupun istri akan menimbulkan perpecahan dalam berumah tangga. Ketidakterbukaan satu dengan yang akan menimbulkan perpecahan dalam rumah tangga. Ciri rumah sebagai Ecclesia domestica yang adalah tempat membentuk persekutuan cinta kasih malah diganti sebagai tempat pemusnahan cinta kasih itu sendiri. Gereja rumah tangga ini menjadi sangat penting manakala cita-citanya terwujud. Peran sentral gereja rumah tangga adalah mewujudkan cita-cita sesuai dengan apa yang diajarkan oleh otoritas gereja. Rumah sebagai tempat berdiamnya sepasang suami-istri bukan hanya menjadi tempat yang secara fisik untuk berdiam, namun lebih dari itu membagi cinta kasih, malah telah diganti posisikan.
Panggilan hakiki keluarga ialah turut serta dalam pembangunan kerajaan Allah. Ladang pewartaannya ialah kehidupan manusia itu sendiri. Kompleksitas kehidupan manusia dengan aneka persoalannya menuntut keluarga sebagai gereja mini untuk terlibat. Gaudium et Spes memberikan deskripsi panggilan gereja dalam kehidupan yakni melanjutkan tugas Kristus yang datang ke dunia untuk memberikan kesaksian tentang kebenaran, untuk melayani dan bukan untuk dilayani (bdk. GS 3). Dengan kata lain keluarga merupakan agen pewartaan Injil Kristus kepada semua manusia. Misi gereja kiranya menjadi sebuah arah bagi keluarga untuk mengekspresikan panggilan tersebut.