Mohon tunggu...
Vitus AnLan
Vitus AnLan Mohon Tunggu... Penulis - Mencari Tak Berujung

Pencinta Kopi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Problematika Kehidupan Keluarga Katolik di Era Digital

29 November 2023   13:44 Diperbarui: 29 November 2023   13:51 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Kehidupan berkeluarga selalu berkembang dan berubah-ubah sesuai dengan perkembang zaman. Situasi zaman yang yang mempengaruhi dan menentukan dan tantangan keluarga yang semakin hari semakin dinamis. Keluarga terus bertransformasi selaras dengan perkembangan zaman. Perkembangan teknologi saat ini yang begitu cepat telah melebar keseluruh dunia. Bahkan di daerah-daerah terpencil pun orang-orang telah dengan mudah mengakses informasi dengan menggunakan HP atau bahkan TV. Dari umur muda sampai umur tua semua mengetahui informasi dari berbagai belahan dunia. Dalam ensiklik "Amoris Laetitia" yang dikeluarkan oleh Paus Fransiskus "kenyataan keluarga saat ini dalam segala kompleksitasnya dengan terang dan gelapnya". Bapa paus begitu prihatin akan kehidupan berumah tangga. Tanntangan yang dihadapi oleh pasangan suami-istri saat ini menjadi keprihatinan Gereja juga saat ini.

Perceraian Dalam Keluarga Katolik

Akhir-akhir ini muncul tren baru di dalam masyarakat Indonesia yakni meningkatnya angka perceraian dari tahun ke tahun. Kondisi ini juga mempengaruhi kehidupan perkawinan umat Katolik di Indonesia. Perceraian menjadi fenomena yang mulai menjamur di dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Ada banyak faktor yang menyebabkan perceraian terjadi. Namun, meningkatnya angka perceraian setiap tahunnya menjadi indikator bahwa semakin kompleksnya hidup berumah tangga. Di sini lain fenomena ini menjadi tantangan untuk memaknai nilai perkawinan masyarakat Indonesia. Gereja Katolik sebagai sebuah lembaga yang terjun langsung di kehidupan sosial berbenturan dengan fenomena semacam itu. Gereja Katolik tidak menutup mata bahwa ada banyak pasangan Katolik yang menginginkan untuk bercerai. Padahal dengan tegas Hukum Gereja menjelaskan bahwa perkawinan hakiki Katolik adalah satu dan tidak terceraikan. Landasan dasar ialah bahwa apa yang dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia. Dengan kata lain, perpisahan dalam perkawinan Katolik hanya mungkin terjadi bila salah satu pasangan meninggal dunia secara alami. ( Anulasi perkawinan dalam motu proprio mitis iudex dominus iesus)

Masalah perceraian yang terjadi saat ini menjadi hal yang sangat biasa. Perceraian terjadi karena kedua pasangan kurang saling terbuka. Gereja Katolik sebagai sebuah lembaga yang terjun langsung di kehidupan sosial berbenturan dengan fenomena semacam itu. Peran Gereja Katolik sebagai lembaga yang memberikan penugasan kepada pasangan yang hendak menikah malah menjadi hal yang tidak berguna. Memang dalam Gereja Katolik dikenal dengan tiga ciri hakiki yang menjadi landasan bagi keluarga katolik. Namun realitas yang terjadi saat ini,banyak keluarga katolik yang memilih untuk cerai. Dimanakah peran gereja? Dimanakah ketiga pilar yang menjadi pijakan untuk pasangan keluarga katolik?

Peran gereja saat ini menjadi kurang tidak relevan lagi. Keluarga katolik telah dirasuki oleh dunia yang begitu maju. Orang-orang tidak lagi menggunakan hati untuk dapat mempertimbangkan keputusannya. Mereka menggunakan rasionalitas, sehingga apa yang ada dalam pikiran mereka itu sudah menjadi keputusan final. Hal ini dipengaruhi oleh perkembangan dunia yang semakin maju. Dunia saat ini yang telah mempengaruhi kehidupan manusia. Manusia menjadi pasif teknologi yang berperan sentral. Teknologi telah memperdaya dan menguasai sebagian besar lini kehidupan manusia. Bahkan dalam kehidupan keluarga pun teknologi telah masuk dan merongrong kehidupan rumah tangga. Hal ini yang menjadi penyebab keterpecahan dalam kehidupan keluarga. Suami dan istri lebih mementingkan HP ketimbang relasi diantara keduanya. HP seakan-akan menjadi pasangan bicara mereka. Suami lupa akan peran sentral dalam berumah tangga, demikian pun sebaliknya istri pun lupa peran sentralnya.

Bapa suci Paus Fransiskus sangat prihatin akan kehidupan bahtera rumah tangga. Himbauan Bapa Suci terhadap keluarga Kristiani dikarenakan Paus Fransiskus sangat prihatin terhadap kehidupan keluarga Kristiani saat ini. Bahtera rumah tangga saat ini sedang mengalami goncangan. Tantangan yang datang dari luar maupun dari dalam membuat kehidupan rumah tangga dalam situasi dilema. Namun bagi pasangan suami istri janganlah cemas akan situasi saat ini. Seruan Bapa Suci kiranya menyadarkan para calon suami-istri atau suami-istri yang sedang menjalani bahtera rumah tangga saat ini. Sebab bapa suci telah melihat realitas bahwasannya ada celah bagi pasangan suami-istri untuk bercerai. Kasus perceraian yang tercatat dalam berdasarkan penelitian bahwa perceraian itu menjadi hal yang biasa bagi suami-istri.        

Fenomena perceraian sesungguhnya menggugat hakikat perkawinan yang memiliki unsur manusia dan unsur ilahi. Ketika terjadi perceraian, ada hal yang dengan mudah dibatalkan terutama hal-hal yang berkaitan dengan aspek manusia. Namun ketika menyentuh aspek keilahian sebuah perkawinan, maka tidak mudah dibayangkan cara untuk membatalkannya. Perceraian dalam Gereja Katolik merupakan suatu problem yang seharusnya tidak boleh dilakukan. Hal ini berkaitan dengan hukum Allah. Sejak awal mula penciptaan Allah menetapkan perkawinan. Allah adalah kasih dan karena kasih-Nya itu, Allah menciptakan laki-laki dan perempuan menurut gambar dan rupa-Nya (Kejadian 1:27). Tidak baiklah kalau mereka hidup sendirian (Kejadian 2:11).

Dalam Injil Markus 10:6-8 menegaskan: "sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah serta ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu". Teks Kitab Suci ini mau menandaskan bahwa, sejak awal mula itu, Allah tidak ingin manusia hidup seorang diri. Allah ingin agar manusia itu hidup saling berdampingan. Namun realitas yang terjadi saat ini, pasangan muda katolik atau bahkan yang usia perkawinan sudah 15 atau 20 tahun, malah lebih memilih untuk cerai. Hal ini dipengaruhi kurang transparansi diantara keduanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun