Kurikulum Merdeka: Merdeka Belajar, Tapi Bingung Arah
Selamat datang di era Kurikulum Merdeka! Sebuah kurikulum revolusioner yang menjanjikan kebebasan belajar bagi siswa, guru, bahkan (konon) sekolah. Di bawah panji "merdeka", semua bebas---bebas kebingungan, bebas tanpa pedoman jelas, dan tentu saja, bebas dibiarkan berjuang sendiri.
MERDEKA GURU : BELAJAR SENDIRI, MENAFSIR SENDIRI
Para guru sekarang bebas mengembangkan kurikulum sesuai karakteristik murid dan daerah masing-masing. Sayangnya, kebebasan ini sering kali disertai dengan kebingungan. Pedoman? Terbatas. Pelatihan? Sekilas. Evaluasi? Masih mencari bentuk. Guru menjadi filsuf dadakan, menafsir kompetensi, merancang asesmen, sambil tetap dikejar administrasi.
Siapa bilang jadi guru itu mudah? Di Kurikulum Merdeka, guru bukan hanya pendidik, tapi juga kurator konten, ahli psikologi, manajer proyek, dan sesekali stand-up comedian untuk menjaga kelas tetap hidup.
MERDEKA SISWA : PROYEK-PROYEK YANG TAK TERLUPAKAN
Siswa kini tidak lagi "disuruh belajar", tapi "didorong bereksplorasi". Melalui proyek-proyek penguatan profil pelajar Pancasila, anak-anak Indonesia kini bisa belajar demokrasi lewat membuat kolase, mengenal lingkungan dengan menanam satu pohon, dan memahami budaya lewat membuat vlog TikTok bertema "gotong royong".
Tentu saja semua itu sangat relevan untuk masa depan dunia kerja dan persaingan global, bukan?
MERDEKA SEKOLAH : SILAKAN ATUR SENDIRI
Sekolah diberikan keleluasaan untuk mengatur implementasi kurikulum. Sayangnya, sekolah di kota dengan fasilitas lengkap dan sekolah di pedalaman yang masih mengandalkan papan tulis satu-satunya tetap dianggap memiliki "kebebasan" yang sama.