Perlingdungan terkait dengan perempuan dan anak merupakan isu yang sudah cukup lama menjadi pembicaraan di masyarakat. Beberapa cara untuk mengatasi isu tersebut telah dilakukan oleh pemerintah mulai dari Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, lalu meratifikasi Konvensi internasional mengenai perlindungan perempuan seperti Convention Elimination of All Forms of Discrimation Againts Women (CEDAW) yang telah diundangkan dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1984 dan berbagai undang-undang lainnya serta meningkatkan peran dari Komisi Nasional Perlindungan Anak dan berbagai lembaga lainnya yang dapat membantu apabila terjadi kekerasan dan peristiwa lainnya yang menyangkut keamanan dari perempuan dan anak.Â
Namun, apabila kita lihat kembali kasus yang terjadi dalam satu tahun terakhir, berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dari bulan Januari tahun 2024 saja telah terjadi 16.000 lebih kasus kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan. Kasus-kasus kekerasan sering terjadi di kota-kota besar atau provinsi besar di indonesia Seperti Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur. Data yang ada pada dasarnya hanya menampilkan kasus yang dilaporkan kepada pihak yang berwenang dan belum ditambah dengan banyaknya kasus lain yang tidak dilaporkan atau hanya diketahui oleh orang dan keluarga terdekat saja.Â
Secara garis besar pemerintah telah berusaha untuk meningkatkan perlindungan terhadap perempuan dan anak namun di sisi lain perlindungan tersebut tidak hanya dapat dilakukan apabila sudah terajadi kasus telebih dahulu. Pentingnya pemahaman terhadap kekerasan juga dapat mempengaruhi tingkat kekerasan yang terjadi di masyarakat.Â
Pemahaman mengenai kekerasan sendiri tidak hanya dapat dilaksanakan dalam pendidikan secara formal tetapi juga dapat dilaksanakan melalui kegiatan penyuluhan sehingga tidak hanya menjangkau permpuan dan anak di sekolah saja tapi dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Terdapat banyak kasus kekerasan yang terjadi karena ada banyak perbedaan pandangan terhadap pengertian kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan dan anak.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Anak, dalam Pasal 2 disebutkan bahwa anak memiliki hak untuk bertahan hidup, yaitu standar hidup yang layak, makanan bergizi, sandang, papan, pelayanan kesehatan, penghidupan yang layak, perlindungan dari segala bentuk kekerasan; b. tumbuh kembang, yaitu memungkinkan anak tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan potensi, melalui pendidikan, bermain dan memanfaatkan waktu luang, aktifitas sosial budaya, dan akses terhadap informasi; c. mendapatkan perlindungan, meliputi perlindungan dari kekerasan, ekploitasi dan diskriminasi, termasuk trafficking; dan d. berpartisipasi, yaitu agar anak didengar pendapatnya dan dapat berperan aktif dalam komunitasnya, sesuai dengan potensi yang dimiliki terutama dalam berbagai hal yang menyangkut kepentingan anak. Hak-hak tersebut bersifat wajib untuk dipenuhi oleh orang tua dan negara secara adil dan merata di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Sebagai mahasiswa yang sedang menempuh S2 Magister Ilmu Hukum di Universitas Sumatera Utara dan sebagai praktisi dalam bidang hukum, penulis berpendapat bahwa peningkatan pemahaman masyarakat terhadap kekerasan sangat penting untuk dilakukan karena sering sekali kekerasan dilakukan oleh keluarga atau kerabat terdekat yang tidak memahami bahwa suatu tidakan yang dilakukan tersebut merupakan tindakan kekerasan.Â
Sebagai contoh orang tua yang selalu memukul anaknya apabila melakukan suatu kesalahan. Memukul anak masih dianggap sebagai suatu hal yang wajar dan dapat dimaklumi di masyarakat padahal kekerasan seperti memukul tersebut tidak hanya dapat mempengaruhi anak secara fisik tetapi juga dapat mempengaruhi mental dari setiap anak yang mungkin akan menjadi trauma di masa depannya. Hal ini juga sering terjadi terhadap perempuan yang dimana dalam kasus yang terjadi banyak laki-laki yang merasa memiliki kewenangan yang lebih dari perempuan sehingga dapat bertindak sewenang-wenang. Â
Sebagai contoh terdapat kasus yang terjadi di Jakarta mengenai kasus kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap isteri dihadapan anak yang masih bayi. Sang istri dalam hal ini memiliki rekaman dan juga berani untuk mengungkapkan kasus tersebut melalui sosial media yang dimilikinya.Â
Kasus tersebut berujung pada penangkapan yang dilakukan pihak kepolisian terhadap suami. dari kasus tersebut tidak dapat dipungkiri bahwa di Indonesia penanganan terhadap kasus kekerasan masih sering harus diviralkan terlebih dahulu agar dapat di proses oleh pihak kepolisian. Maka dari itu pentingnya peningkatan pemahaman dan keterbukaan dari setiap anggota masyarakat sangat berperan penting dalam penyelesaikan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.Â
Kesimpulan yang dapat diambil adalah peningkatan pemahaman kepada masyarakat dapat dilakukan oleh berbagai pihak yang berwenang dalam pemerintahan mulai dari kepolisian, kementerian terkait dan juga lembaga yang menaungi perempuan dan anak. Sebagai contoh di Indonesia terdapat beberapa Lembaga Bantuan Hukum yang telah terakreditasi oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk melaksanakan penyuluhan dan membantu masyarakat yang kurang mampu dalam menangani kasus hukum yang teradi. Tidak hanya untuk menangani kasus tetapi Lembaga Bantuan Hukum juga berkewajiban untuk memberikan penyuluhan yang salah satunya dapat menyangkut kekerasan terhadap perempuan dan anak. Keterbukaan terhadap informasi dan kasus yang terjadi dapat meningkat sejalan dengan adanya penyuluhan dan semakin baiknya pemahaman terhadap kekerasan terhadap perpuan dan anak di masyarakat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H