Jalanan Di Semarang
"Malam minggu ngapain keluar-keluar, enakan juga dirumah lah" ujarku.
Dering telepon memecah keheningan di kamar kos ku.
"Ah... anjing banget, lagi enak-enak santai sambil sebat malah ditelepon"
gerutuku. Kuangkat telepon itu, ternyata dari temanku.
"Weh bro, lu jadi ikut gak?"
"Ke mana?" jawabku.
"Ke Kota Lama, mumpung banyak cewek chindo di sini," katanya sambil
menyeruput kopi.
Tanpa pikir panjang aku mengiakan ajakan temanku itu. Aku mengambil
jaket yang tergantung di pintu kamarku, dan mengambil kunci motor serta
membawa rokok Suryaku yang tersisa empat batang. Aku lansung tancap gas
menaiki motor beat ku.
Sesampainya disana, "weh dateng juga nih kang nolep" kata Vasta dengan
muka menyebalkannya. Aku memarkirkan motorku di Alfamart seberang jalan,
aku menghampiri mereka yang sedang berbincang-bincang.
"Eh besok kan ada demo di kantor Walikota, lu ikut ga?" kata Vasta
sambil menghisap rokok Djarumnya.
"Aku yo melu sih" kata Yudith yang langsung menyambar.
"Ga lah, ngapain? Cuma buang-buang waktu" kataku ketus.
"koe ki piye to Vas, wong nolep kok diajak demo" kata Yudith sambil
menyeruput kopinya.
Aku hanya menggelengkan kepala dengan obrolan mereka. Aku memesan kopi
Mocachino dan melanjutkan membahas topik yang lain dengan mereka sampai
larut malam.
***
Esoknya, aku bangun dengan wajah tak bersemangat. Aku melihat jam pada hp
ku.
"Wah udah jam 11.00 aja, perasaan baru tidur sebentar" ujarku dengan
setangah sadar.
Aku bergegas cuci muka dan segera mengemas barangku dan segera
berangkat ke kampus. Sesampainya disana, ramai mahasiswa yang sedang
nongkrong dikantin, aku memarkirkan motorku dan bergegas berlari menuju
kelas, karena hari ini aku akan mengikuti ujian.
Setibanya di kelas, "lah? Kok ga ada orang" aku baru teringat ternyata
tesnya di undur hari rabu, dan sekarang adalah hari selasa. Dengan kesal aku
menuju parkiran motor dan segera menancap gas ke caf tempat biasa aku
nongkrong. Sampai disana aku langsung memesan kopi yang biasa ku pesan, yaitu
Mocachino.
Tiba-tiba ada motor yang terparkir di depan caf, ternyata itu Bella, dia
adalah temanku saat masih SMA. dia memang sering lewat sini karena tempat
kerjanya di dekat sini, dia memang membiayai kuliahnya sendiri. Dia
menghampiriku sambil memasang senyum manis.
"Halo bal, gimana kabarnya? Udah lama ga ketemu nih" dia memulai
obrolan dengan santai.
"Wah, halo juga Bel, iya nih udah lama ga ketemu" aku menyapanya balik
sambil menghisap rokokku yang tersisa setengah.
"Gimana sekarang kuliah? Lancar? Kerja dimana?" Bella melontarkan
banyak pertanyaan kepadaku, yang aku pun pusing sendiri ingin menjawab
darimana.
"Aman kok Bel soal kuliah, tapi aku masih nyari kerja buat nambah uang
jajan"
"Kalo soal itu aku bisa bantu, ditempatku butuh orang yang mau
dokumentasi demo besok, dan bayarannya juga lumayan. Kamu mau?" kata Bella
sambil mengeluarkan sesuatu dari tas nya.
Tawaran Bella cukup menggiurkan, tapi disisi lain aku malas pergi ke demo yang
tidak berguna itu. tapi apa boleh buat.
"Ok deh Bel... O iya ga mesen minum dulu Bel?" tanyaku kepadanya.
"O iya aku lupa, ya udah aku mesen dulu ya" jawabnya dengan senyuman
yang manis.
Kami berbincang banyak hal, selain topik yang kami bahas tadi. Jujur saja
aku menyukainya saat masih SMA hingga sekarang, senyumnya yang manis tak
pernah hilang di telan umur. Juga rambut yang diikatnya seperti dengan kunciran
kuda, membuatnya tampak cantik dan menawan.
Malamnya saat di kosan aku menelepon Vasta dan Yudith dan
memberitahu mereka jika besok aku akan ikut demo. Tentu saja untuk mengambil
beberapa dokumentasi disana. Aku mengambil kameraku yang ada di meja dekat
kasur dan menyetingnya untuk kugunakan besok.
Esoknya sebelum pergi ku sempatkan diriku membeli rokok Surya di
warung dekat rumahku, suasana pagi disini cukup membuatku ingin pulang
kampung, banyak anak-anak yang bermain bersama dan tanpa memegang hp, dan
kejadian seperti ini jarang aku temui ketika masih berada di Jakarta dulu.
"Wah udah jam 10 aja, aku harus cepet-cepet, pasti temanku udah
nungguin." Ku pacu motor Beat kesayanganku, hingga membelah jalanan di kota
Semarang.
Sampai disana aku mencari tempat parkir yang aman dan yang pasti tidak
ada tukang parkir yang berjaga, aku berjalan ditengah kerumunan mahasiswa yang
masih memakai almamater mereka. Sangat ramai bahkan aku hampir terhimpit
orang-orang yang berbadan cukup besar. Aku keluar dari kerumunan dan melihat
Vasta dan Yudith yang sedang jajan cilok.
"Woy, ngapain kalian jajan cilok, kan kita lagi demo kalian malah enak-
enak disini." Kataku dengan kesal.
"Terus gimana, kami dari tadi belum sarapan, nanti kalo pas demo kita
pingsan lu mau gotong kita bal?" jawab Vasta sambil memakan ciloknya.
"Iyo bal, koe meh tanggung jawab?" sahut Yudith sembari memsang
wajah kepedesan.
"Ya udah gw mau ngambil beberapa dokumentasi dulu, nanti kalian kalau
udah selesai nyusul gw ya"
"Siap kapten Iqbal" jawab Vasta dan Yudith bersamaan.
Aku pergi meninggalkan mereka dan berusaha menembus lautan
mahasiswa. Aku mencari tempat yang tinggi untuk memudahkanku mengambil
beberapa foto. Aku tidak menduga ternyata tanpa sengaja aku mengambil gambar
yang aneh, yaitu sebuah foto orang yang sedang memasukkan seorang mahasiswa
ke dalam mobil van warna hitam. Aku terkejut melihat foto yang ku ambil itu,
salah satu dari mereka menyadari bahwa aku telah memotret mereka.
Tanpa pikir panjang aku lari melewati kerumunan banyak orang dan
ternyata mereka mengejarku, aku bergegas lari menerobos kerumunan orang-
orang menuju kearah motorku terparkir. Tanpa pikir panjang aku langsung tancap
gas dan meninggalkan tempat itu. Perjalanan pulang kejadian itu masih terpikir
dibenakku.
Sampai dikosan aku melihat kembali foto tadi, aku melihat seorang yang
berbadan tinggi, dan memakai sebuah jas berwarna hitam dan terdapat logo
Pemerintahan Semarang pada dada kiri mereka. Aku membagikan gambar itu
pada laman Instagramku. Banyak orang yang melihat postinganku, dan beberapa
dari mereka mengaitkan tentang konspirasi yang disembunyikan Pemerintahan
Semarang, tapi aku tidak menganggapnya serius.
Esoknya aku datang ke kantor Bella dan memberikan hasil dokumentasiku
kemarin termasuk foto aneh kemarin.
"Kok kamu bisa dapat foto kayak gini" tanyanya keheranan.
"Aku juga tidak tahu, foto itu aku jepret dengan tidak sengaja" jawabku
sambil meletakkan kameraku di meja kerjanya.
"Eh, ngomong-ngomong udah mau jam makan siang, mau makan bareng
ga?" tanya Bella sambil memasukkan barangnya ke dalam tas.
"Ayok, tapi mau makan dimana?" tanyaku.
"Nanti aku tunjukin tempatnya" jawab Bella.
Aku hanya mengangguk dan langsung mengambil motorku yang terparkir
di Alfamart seberang jalan. Saat sampai diseberang, aku melihat Bella di culik
oleh orang yang menculik para mahasiswa saat demo kemarin.
"Woy!!!" teriakku dengan keras.
Mereka kabur membawa Bella pergi. Aku bergegas menyalakan motorku
dan langsung tancap gas mengikuti mereka dari belakang. Aku terus mengikuti
mereka memasuki gang-gang yang cukup sempit. Sampai disebuah gudang
kosong mobil mereka berhenti. Aku mengikuti mereka yang membawa Bella
masuk. Aku masuk.
"Ahhh..." ada sebuah batang besi yang menghantam kepalaku dengan
keras, akupun tak sadarkan diri.
Aku terbangun dan mendengar suara yang samar-samar di telingaku. Aku tersadar
dari pingsanku dan melihat Bella sedang ngobrol dengan kedua orang yang
menculiknya tadi.
"Bella?" kataku dengan suara merintih.
"Sudah sadar rupanya" senyumnya yang manis berubah menjadi
senyuman sinis.
"Ternyata kamu selama ini dalang dari semua ini" kataku dengan tidak
percaya.
"Maaf bal, aku terpaksa ngelakuiin ini karena aku mau ngelindungin
rahasia papa"
"Apa maksudmu Bel?" tanyaku keheranan.
"Selama dua tahun papaku menjadi Walikota Semarang, suatu waktu
papaku korupsi dana Pemerintahan dan papaku tetep ingin menjadi Wlikota di
Semarang, sebab itu semua yang mengetahui kasus papa ga akan segan-segan
disiksa bahkan sampai dibunuh saama orang-orang suruhan papa, termasuk kamu
bal yang udah berani mencampuri urusan papaku. Kamu bentar lagi juga akan
mati"
"Jadi selama ini kamu anak Walikota? Jadi mahasiswa yang ditangkap
kemarin, itu juga tahu tentang kasus papamu itu?" tanyaku.
Bella hanya mengangguk dan tersenyum tipis. "Aku gak nyangka bel, selama ini
kamu membantu menutupi kasus papamu itu" kataku dengan kecewa.
Setelah percakapan itu, para orang-orang itu menyiksaku tanpa henti.
Darah dan keringat sudah biasa ku keluarkan. Ingin rasanya aku mengumpat, tapi
aku sadar, sekarang aku sedang tidak berdaya. Itu kualami selama tiga hari. Suatu
ketika mereka sedang makan siang dan aku memiliki kesempatan untuk
mengambil pisau yang berada dimeja. Dengan tangan dan kaki terikat pada kursi
aku berusaha meraih pisau itu agar bisa melarikan diri dari tempat ini. Aku
mengerahkan sisa tenagaku untuk merangkak dan mengambilnya.
Aku berhasil mengambilnya dan segera memotong tali yang berada di
tangan dan kakiku. Sampai setelah itu datanglah orang-orang itu dan bergegas aku
berduel dengan salah satu dari mereka, dengan cepat aku menikam perutnya dan
dia pun menjadi tidak berdaya. Waktunya untukku membereskan orang terakhir,
malang bagiku ketika dia berhasil menusukkan sebilah pisau pada bahuku. Aku
berhasil membalas dengan menusukkan sebatang besi pada perutnya hinnga
menembus badannya. Dengan begitu selesai sudah penderitaanku. Aku bergegas
keluar dari tempat itu, dan tiba-tiba "DOR" sebuah peluru menembus
punggungku, ternyata itu adalah Bella yang menembakkan beberapa peluru ke
arahku.
Aku terbangun mendapati diriku di kamar kosanku. "Ternyata cuma
mimpi" kataku dengan wajah yang berkeringat dan pucat, sembari melihat foto
yang seperti pernah ku lihat. Aku melihat foto yang aku jepret beberapa hari yang
lalu dan aku membagikan gambar tersebut di Instagram. Tak lama kemudian ada
suara ketukan pintu yang sangat keras, ketika aku lihat dari jendela, itu adalah
orang-orang yang aku lihat pada foto yang aku ambil itu. TAMAT.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H