Mohon tunggu...
Davin Rizaldi
Davin Rizaldi Mohon Tunggu... Lainnya - .

.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Cultuurstelsel, Kebijakan yang Menderitakan Rakyat

22 Agustus 2022   22:41 Diperbarui: 22 Agustus 2022   22:43 820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Cultuurstelsel atau yang dikenal sebagai sistem tanam paksa, merupakan sebuah kebijakan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Johannes van den Bosch pada tahun 1830. Kebihakan ini mewajibkan setiap desa menyisihkan tanahnya sebesar 20 persen untuk ditanami komoditas ekspor, khususnya kopi, tebu, teh, dan tarum (nila). Sistem tersebut muncul pada tahun 1830 dikarenakan kesulitan finansial yang menerpa pemerintahan Belanda. Dikarenakan perang Jawa pada tahun 1825-1830, kas negara Belanda habis. Oleh karena diperlukan sumber penghasilan alternatif. Disanalah gagasan untuk kebijakan tanam paksa ini muncul. 

Sebelum adanya kebijakan tanam paksa, pemerintahan kolonial Inggris menetapkan kebijakan landrente atau yang dikenal sebagai kebijakan sewa tanah. Kebijakan ini diberlakukan pada masa pimpinan Gubernur Jendral Thomas Stamford Raffles pada tahun 1811-1816. Akan tetapi kebijakan ini dianggap kurang bagus. Hal ini dikeranakan kebijakan ini gagal memenuhi kebutuhan keuangan pemerintah kolonial Belanda. Apalagi pada tahun 1825-1830 terjadi perang Diponegoro yang mengakibatkan pemerintahan Hindia Belanda untuk mengalami defisit keuangan. Oleh karena itu, untunk mengatasi krisis keuangan mereka, Johannes Van den Bosch mengajukan gagasan Cultuurstelsel ini ke Raja Wilem I, dan langsung disetujui.

Sistem tanam paksa ini membawa keuntungan yang sangat besar di negara Belanda. Bagaimana tidak, mereka menerima gaji buta. Mereka mengambil penghasilan masyarakat dan memasukannya ke kantong mereka. Ini membuat situasi dimana waktu dan energi masyarakat akan terkuras untuk mengurus tanah dan hasil panen yang tidak akan membawa manfaat bagi mereka. 

Kebijakan tanam paksa, yang notabene memberikan keuntungan yang sangat besar bagi negera Belanda, malah menuai pro kontra. Karena disaat yang sama, muncul kaum liveral dan humanis di Belanda. Mereka merasa bahwa kebijakan ini tidak adil dikarenakan sistem tanam paksa tersebut memberikan keuntungan sangat banyak bagi Belanda, namun tidak membawa manfaat bagi rakyat Indonesia. Sampai dapat dikatakan bahwa kebijakan ini membuat rakyat Indonesia menderita. Sampai ada sebuah istilah yang menjelaskan kondisi pro kontra terhadap kebijakan tanam paksa ini yaitu "Koloniaal profijt van onvrije arbeid" yang memiliki arti "keuntungan bagi pemerintah kolonial Belanda, namun penderitaan bagi buruh yang tertindas".

Akan tetapi, selalu ada cahaya dalam kegelapan. Memang kebijakan cultuurstelsel ini merugikan semua masyarakat pada masanya. Tapi, jika dilihat baik-baik, terdapat dampak positif yang cukup signifikan.  Dampak postif dari tanam paksa adalah rakyat Indonesia mengenal berbagai teknik menanam jenis-jenis tanaman baru, adanya tenaga kerja yang ahli dalam kegiatan non pertanian yang berhubungan dengan perkebunan dan pepabrikan di pedesaan, meningkatnya familiaritas rakyat terhadap sistem uang dalam perdagangan, rakyat yang mulai mengenal teknologi-teknologi yang digunakan dalam pengolahan pertanian, hingga penyempurnaan fasilitas yang digunakan dalam proses tanam paksa, seperti jalan dan jembatan.

Jika kita membahas mengenai jenis-jenis tanaman yang ditanam untuk kebijakan tanam paksa ini, kebanyakan dari tanaman tersebut merupakan komoditas ekspor seperti kopi, tebu, teh, dan tarum (nila). Dapat dilihat sekarang bahwa tanaman-tanaman tersebut masih menjadi komoditas ekspor di masa pasca penjajahan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2021 Indonesia mengekspor kopi seberat 384,51 ribu ton ke berbagai negara dengan nilai total mencapai US$849,37 juta. Selain itu nilai ekspor teh pada 2021 bernilai sebesar US$9,48 juta. Angka tersebut bukanlah angka yang kecil. 

Cukup ironis jika dilihat kembali. Dimana sebuah kebijakan yang diterapkan untuk menguntungkan pihak luar dan menyengsarakan rakyat, dapat dijadikan sebuah keuntungan bagi rakyat di kemudian hari. Sebuah kebijakan dimana memaksa rakyat untuk berkerja dan mengambil hasil kerja mereka untuk kenikmatan kita sendiri, dapat menjadi salah satu pendorong penghasilan negara beberapa ratus tahun kemudian. Tentu saja Cultuurstelsel ini merupakan kebijakan yang cukup kejam, akan tetapi jika dilihat lebih dalam, terdapat sebuah dampak positif yang masih bertahan dan dimanfaatkan oleh Indonesia pasca penjajahan.

dibuat oleh
Davin Radhityo Rizaldi (XI MIPA 5-08)
Sumber:

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5715313/cultuurstelsel-adalah-sistem-tanam-paksa-ini-sejarah-dan-kebijakannya

https://roboguru.ruangguru.com/question/jelaskan-bagaimana-keuntungan-bangsa-indonesia-dengan-adanya-tanam-paksa-_QU-L19LM1EO

https://www.kompas.com/stori/read/2022/08/03/170000279/mengapa-tanam-paksa-menimbulkan-pro-dan-kontra-di-negeri-belanda-?page=all

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun