Periode 2012 hingga 2013 ini wacana "penggembosan" Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin sering berhembus. Saking seringnya sampai saya rasa ini dihembuskan. Isunya hanya berputar soal penyadapan, yang diyakini beberapa pihak ada upaya-upaya untuk menghilangkan kewenangan KPK untuk menyadap. Isu ini dipublikasikan secara luas dan mendapat tanggapan positif dari masyarakat, minus saya, karena saya justru berpandangan KPK terlalu cengeng.
Namanya lembaga penegakan hukum sudah hukumnya berhadapan dengan penjahat. Dan merupakan konsekuensi logis ketika menghadapi kejahatan terorganisasi, akan berhadapan dengan orang licik, kalau tidak licik mungkin tidak jadi koruptor melainkan jadi penjahat coro. Itu yang pertama harus diaminkan sebagai prinsip.
Kedua, belakangan banyak yang mengganjal upaya penyadapan KPK, baik melalui undang-undang sampai dengan perang wacana dengan pihak yang berkepentingan. Ini pun hal wajar untuk dialami oleh sebuah lembaga penegakan hukum seperti KPK. Koruptor berkonspirasi meruntuhkan KPK pun suatu yang wajar menurut saya.
KPK seharusnya tidak boleh cengeng dan merengek via media massa dalam menghadapi "cobaan" dihadapannya, justru ini menampilkan sosok KPK yang tidak sanggup menangani para koruptor, tidak sanggup bertarung dengan silent dan membuktikan dengan kinerja yang memuaskan. Sikap cengeng ini harus dihentikan!
Saya salut dengan KPK masa kepemimpinan Taufiqurahman Ruqi. Bagaimana KPK melakukan manajemen terobosan dalam penanganan kasus korupsi di Komisi Pemilihan Umum pada waktu itu. KPK diserbu bukan hanya politisi yang kelas tong kosong, tapi kalangan akademik hukum. Karena terobosan yang dilakukan "agak-agak nyeleneh" dengan terlibatnya auditor BPK menjadi umpan yang menerima suap. Tapi yang dicatat di sini adalah kemampuan melakukan manajemen, baik terobosan maupun pengendalian komunikasi di media massa.
Patut diperhatikan UU memberikan KPK kewenangan yang luar biasa besar, sebagai sebuah ungkapan semangat pemberantasan korupsi. KPK dibentuk berdasarkan UU khusus yang sifatnya mengenyampingkan UU umum seperti KUHP dan KUHAP. Pengensampingan ini sifatnya otomatis, sudah merupakan sebuah asas hukum, tidak perlu perang wacana untuk membuktikan itu. KPK pun berhak menyadap siapa pun, sekalipun undang-undang penyadapan dibentuk, karena KPK tetap duduk di UU No. 30 Tahun 2002 dan ditegaskan sebagai superbody.
Justru sikap cengeng yang belakangan semakin sering dikeluarkan menimbulkan kecurigaan, ada apa sebenarnya dengan KPK? Apa yang membuat KPK galau seperti remaja tanggung? Berbeda halnya kalau KPK menjerit guling-guling karena tidak dikucurkan dana, itu wajar kalau dia memainkan isu di media massa. Tapi tidak wajar kalau superbody takut digerogoti oleh tikus ompong yang sebenarnya menggigit pun tidak bisa, alias ketakutan berlebihan.
KPK harus bangkit menjadi organ superbody yang dewasa. Kedewasaan ini ditunjukkan dengan langkah terobosan dalam penangangan tindak pidana korupsi, perlulah sesekali mengungkap Tipikor yang melibatkan "kakap besar" dengan kerumitan kasus yang tinggi, semisal Century. KPK juga perlu dewasa dalam melakukan manajemen komunikasi di media massa, jangan sampai KPK dipandang paranoid oleh masyarakat secara luas, dan akhirnya muak karena KPK selalu mengeluh. Perlu diingat rakyat membayar anda untuk bekerja bukan untuk mengeluh.
Salam!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H