Sore itu saya dengan istri sedang mengantar anak periksa ke dokter. Ketika kami tiba rupanya sudah ada beberapa orang yang mengantri. Sembari mengantri, saya membuka obrolan dengan seorang ibu yang menunggu panggilan dari perawat penjaga. Dari obrolan itu, si ibu mengeluhkan perilaku anaknya yang berusia 16 tahun. Dia bilang anaknya susah diatur, suka membantah. Kata-katanya kasar. Sering membuat luka hati karena tidak jarang memaki ibunya. Sering keluar rumah dan pulang tengah malam. Itupun mulutnya bau alkohol.
Keluh kesah si ibu itu hampir sama dengan keluh kesah seorang Guru SMA yang beberapa waktu lalu bercerita dengan saya. Dimana Guru tersebut mengeluhkan perilaku muridnya. Banyak murid yang suka mbolos sekolah, jarang mengerjakan PR dan tugas-tugas, berkata-kata kotor dan suka mengumpat teman lain. Kerjaannya tiap hari cuma sibuk dengan gadjetnya sendiri. Mereka tidak peduli kebutuhan sosial dan lingkungan sekitar.
Dari kedua cerita mereka, saya hanya berkata dalam hati “memprihatinkan sekali”. Keprihatinan saya ternyata juga pernah menjadi keprihatinan Pengamat politik Tjetje Hidayat Padamadinata, yang pernah disampaikan dalam sebuah dialog Mahasiswa di Universitas Padjajaran (Unpad) pada Tanggal 20 November Tahun 2015. Berikut link liputannya; di sini.
Berangkat dari keprihatinan ini, sebagai seorang mantan pemuda -- saya ingin menitipkan sebuah pesan bagi generasi muda setelah saya. Pesan ini merupakan pesan suci. Iya, pesan suci. Di sebut suci karena pesan ini mengandung nilai-nilai moral yang amat tinggi dan bersumber dari Yang Ilahi. Apa isi pesan suci tersebut? Berikut isi pesan itu:
Menjadi teladan
Generasi muda harus menjadi teladan. Apa itu teladan? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), teladan memiliki arti; sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh. Saya jadi teringat dengan peristiwa beberapa puluh tahun yang lalu, saat ibu saya mengajari anak-anaknya cara menyapu dan mengepel lantai supaya kelak dapat melakukannya sendiri. Setiap hari ibu saya menyapu di depan anak tanpa banyak bicara, hanya memberi contoh. Lalu anak melihatnya. Tidak lama kemudian anak-anaknya melakukannya tanpa disuruh. Termasuk saya. Itulah kekuatan keteladanan. 1 tindakan mewakili ribuan ucap.
5 Pilar keteladanan
Ada 5 pilar keteladanan yang harus diupayakan oleh generasi muda, demi membangun masadepan bangsa yang lebih baik.
1. Teladan dalam perkataan
Tidak banyak orang yang menyadari bahwa perkataan atau ucapan itu membawa dampak (pengaruh) yang besar. Menengok ke belakang, menurut sejarah yang ada di dalam Kitab Suci, bahwa alam semesta beserta isinya ini adalah hasil perkataan/ucapan (sabda) dari Sang Pencipta. Betapa sungguh dahsyatnya kekuatan dari perkataan itu. Saya menarik kesimpulan bahwa, perkataan itu membawa dampak besar dalam hal mencipta. Nah, sebagai anak muda – yang memiliki efektivitas produktivitas, banyak potensi, tenaga dan imaginasi (mimpi) yang mampu diwujudkan, maka perbanyaklah berkata-kata/berucap pada hal-hal yang membawa dampak besar ketimbang berucap hal-hal yang hampa dan sia-sia.
Satu contoh; mengatai orang lain; “dasar goblok”. Mungkin bisa diganti dengan memberikan senyum tulus saja. Lalu katakana ”aku memaklumi, dan menerimanya”. Atau tatkala sedang galau dan berputusasa lalu mengeluh dalam hati; “aku tidak berguna”. Mulailah dengan mengganti; “aku pasti berguna, orang lain masih membutuhkan aku”. Jika terbiasa memaki orang, saazt ada kesempatan untuk memaki, lebih baik diamlah sejenak lalu pejamkan mata. Tarik nafas dalam-dalam, hembuskan dan berkata “sabaaar”. Bisa diulang 2 atau 3X. Ini sangat membantu untuk mengendalikan perkataan yang bisa melukai orang lain.