Mohon tunggu...
David Solafide
David Solafide Mohon Tunggu... lainnya -

'Life is very short and there's no time for fussing and fighting, my friends' The Beatles. Do join English Community http://english-comm.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Puisi

(Rase) Honocoroko

14 Mei 2011   15:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:42 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi itu, Rase tidak menemukan gurunya, lelaki tua di tengah hutan. Dia tidak tahu ke mana gurunya pergi. Setelah melatih jurus-jurus yang belum lama ini diajarkan oleh gurunya, Rase memasuki pondok berdinding bambu. Dia membersihkan ruangan. Didapatinya sebuah kantong kain hitam tergeletak di sudut ruangan. Dibukanya. Sebuah catatan tergurat di atas bilah-bilah kulit bambu. Dibacanya.

Rase merasa beruntung dia mau memperhatikan pelajaran baca tulis yang diberikan oleh gurunya. Bertahun-tahun Rase mempelajari huruf demi huruf, kata demi kata, kalimat demi kalimat dengan aksara honocoroko itu. Seharian, Rase membaca semua yang tertulis di atas bilah-bilah, dengan seksama.

Setelah Raden Wijaya – pendiri Kerajaan Majapahit – mangkat, Kalagemet dinobatkan menjadi raja. Kalagemet adalah satu-satunya anak laki-laki Raden Wijaya. Dia dilahirkan oleh Permaisuri Dara Petak. Sebelas tahun Kalagemet memerintah sampai kemudian Ra Kuti ingin menjadi orang utama di kerajaan. Dia menggalang kekuatan untuk melakukan pemberontakan. Setelah merasa cukup kuat, Ra Kuti melancarkan serangannya, sasarannya adalah Raja Kalagemet Sri Jayanegara. Serangan Ra Kuti menyebabkan raja terusir ke Bedander di wilayah Pegunungan Kapur Utara. Dalam pelarian tersebut, Raja dikawal oleh pasukan Bhayangkara. Gajah Mada - yang hanya berpangkat bekel - memimpin pasukan yang melakukan pengawalan terhadap Raja.

Seorang lelaki muda bernama Paksi termasuk dalam rombongan pengawalan tersebut. Menyadari bahwa gerak pelarian itu sangat lamban, Paksi bermaksud menghambat musuh yang mungkin mengejar mereka. Tanpa memberitahu Gajah Mada, Paksi hendak menghadang. Dugaan Paksi benar. Tak lama kemudian, tiga orang lelaki tegap mendekat. Dari busana yang mereka kenakan, nyata bahwa mereka adalah anak buah Ra Kuti.

“Kemanakah Kisanak pergi?” Paksi berdiri menghalangi jalan mereka.

“Kami sedang berburu,” salah seorang dari mereka menjawab. Karena Paksi tidak sedang mengenakan busana sebagai prajurit Bhayangkara, tiga orang itu tidak mengenalinya. “Kami berburu Kalagemet. Jika Kisanak ingin bergabung, silakan. Gusti Ra Kuti pasti akan menghadiahkan kedudukan yang pantas bagi siapa saja yang bisa membawa pulang kepala si Gemet. Tetapi, jika kisanak tidak mau bergabung, silakan minggir.”

“Maaf, tetapi apakah kesalahan Sang Prabu sehingga kisanak bertiga demikian bersemangat memburu Baginda?”

Tahulah mereka dengan siapa mereka berhadapan. Seorang pembela Raja. Pertempuran tak bisa dihindarkan. Pertempuran yang tidak seimbang, satu melawan tiga. Dikeroyok tiga orang, Paksi agak kuwalahan. Tombak di tangannya bergerak cepat menyerang dan menangkis serangan. Paksi lebih suka menggunakan tombak dibandingkan pedang atau keris sebagai senjata. Karena itu, dia selalu melatih ketrampilannya menggunakan tombak.

Pertempuran berlangsung sengit. Paksi berhasil melukai lengan kanan seorang anak buah Ra Kuti. Lelaki terluka itu mulai limbung. Paksi tidak membuang kesempatan, tombaknya bergerak cepat menuju perut. Kedua anak buah Ra Kuti lainnya berusaha menangkis serangan itu. Paksi mengalihkan sasarannya. Lelaki itu menjerit. Pahanya tertusuk tombak Paksi. Racun ular weling - yang dilumurkan pada ujung tombak - bekerja sangat cepat, mematikan.

Mengetahui salah satu lawannya telah tewas, Paksi semakin bersemangat. Di pihak lain, kehilangan seorang kawan membuat kedua lelaki itu melakukan serangan semakin gencar. Masing-masing pihak melancarkan serangan-serangan mematikan, hingga kembali ujung tombak Paksi mengenai sasaran, menggores punggung salah satu lawannya. Merasa di atas angin, Paksi agak lengah. Pedang lawan mengancam dadanya. Paksi mengelak, pedang tidak mengenai sasaran tetapi sempat menyerempet merobek kulit di bagian dada. Bersamaan dengan itu Paksi berhasil menyarangkan sebuah tikaman tepat di perut lawan. Anak buah Ra Kuti itu terjerembab ke tanah, meregang nyawa menyusul temannya. Paksi menancapkan tombaknya di tanah. Kelelahan dan luka di dadanya membuat tangannya gemetar, tombak di tangannya terlepas, menghempas di tanah. Paksi juga terhempas.

Pesan moral:

Demi mencapai kekuasaan, Ra Kuti menghalalkan segala cara termasuk mengorbankan banyak prajurit, mendatangkan kesengsaraan bagi rakyat, dan menawarkan hadiah bagi mereka yang membantu dia mencapai ambisinya. Semoga hal ini tidak terulang di negeri ini (?).

CERITA TENTANG RASE DAPAT DI BACA DI Prajurit Telik Sandi Mahapatih Gajah Mada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun