Mohon tunggu...
David Solafide
David Solafide Mohon Tunggu... lainnya -

'Life is very short and there's no time for fussing and fighting, my friends' The Beatles. Do join English Community http://english-comm.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Humor

Matamu Picek!

3 Agustus 2010   09:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:21 1006
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

[caption id="attachment_214637" align="alignleft" width="198" caption="traffic accident/digbybrown.co"][/caption]

Berlalu lintas di kota besar seperti Surabaya memerlukan kedisiplinan dan ‘toto kromo’ (sopan santun). Slogan dan himbauan, “Santun Berlalu Lintas” sepertinya belum banyak memberi dampak positif kepada warga kota pahlawan pada khususnya.

Minggu pagi yang lalu, ketika mengantar anak saya ke Kids of Faith (Sekolah Minggu), saya menjumpai lagi kejadian ‘ketidak-sopanan’ berlalu lintas. Dan, nampaknya hal seperti ini akan terjadi lagi dan lagi.

Seorang bapak sedang mengendarai sebuah sepeda motor, istrinya di bagian belakang sedangkan anak perempuannya di bagian depan. Saya bersepeda motor persis di belakangnya. Ketika saya akan menyalip, sang istri melambai-lambaikan tangan kanannya bersamaan dengan lampu sein kanan menyala berkedip-kedip. Sang bapak hendak berbelok ke kanan memotong jalan. Tentu saja saya mengambil posisi kiri untuk menyalip.

Tiba-tiba, sebuah sepeda motor melintas dengan kecepatan cukup tinggi memotong di depan sepeda motor sang bapak. Spontan bapak itu mengerem motornya dengan mendadak, anak perempuannya membentur kemudi. Serta merta sang bapak mengumpat dengan aksen Surabaya yang sangat medhok, “Jancuk! Matamu picek!” Merasa bersalah, semoga saja, si penyerobot melaju meninggalkan gelanggang.

Karena terkejut, saya sempat berhenti. “Ngono iku lho, Pak. Arek-arek nom sak iki gak nduwe toto kromo,” bapak itu seperti mengadukan permasalahannya kepada saya. Saya geleng-geleng kepala, tetapi tidak mengerti apa arti gerakan itu.

Bapak itu berhasil melaksanakan niatnya – berbelok ke kanan. Saya juga melanjutkan perjalanan. Sementara itu pikiran saya merangkai berbagai ungkapan dalam bahasa Inggris yang berkenaan dengan ‘mata’. Ungkapan-ungkapan itu saya publish di English Community di bawah judul For Your Eyes Only.

Saya membayangkan, jika seseorang bermata picek (buta) mengendarai sepeda motor maka akan sangat berbahaya bagi dirinya sendiri dan orang lain. Apakah mungkin seorang picek memperoleh SIM?

Dua hal yang mengganggu pikiran saya. Pertama, apa ruginya bagi si penyerobot itu menunggu barang dua atau tiga detik sampai bapak itu berhasil berbelok kanan? Kenapa dia harus melakukan tindakan yang beresiko itu? Santun Berlalu Lintas tidak dia miliki.

Ke dua, umpatan atau makian bapak itu, yang spontan, didengar langsung oleh anaknya. Anak biasanya meniru orang tuanya. Maka, pada gilirannya nanti, si anak juga akan meneruskan budaya ini. Your eyes alone (matamu dhewe).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun