Mohon tunggu...
David Safri Anggara
David Safri Anggara Mohon Tunggu... Penulis - Pemuda Desa

Seorang Pemuda Desa yang Menjadi Pembelajar Sawji Greget Sengguh Ora Mingkuh Gunungkidul, Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Peran LPSK sebagai Khalifah Pelindung Korban dan Saksi Kekerasan dalam Rumah Tangga

21 November 2018   19:46 Diperbarui: 21 November 2018   19:56 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kekerasan terhadap perempuan dengan mengatasnamakan agama selalu menjadi topik hangat yang sering diperbincangkan di negeri ini. Pasalnya, kasus dikriminatif yang bermunculan seolah-olah mempertanyakan kembali hakikat atau esensi dari keberadaan agama. Terutama bagi Islam yang dahulu muncul sebagai pelepas belenggu kebebasan perempuan di Jazirah Arab. Namun demikian, dewasa ini tak jarang ayat-ayat agama ditafsirkan oleh kaum lelaki untuk "menghalalkan" tindakan kekerasan terhadap perempuan. Hal itu seolah olah membuat Islam nampak sebagai agama yang tidak lagi menjunjung tinggi harkat martabat perempuan.

Ingatan saya kembali pada kisah nabi Muhammad SAW yang telah membawa Islam sebagai penghapus "kejahiliyahan" bangsa Arab. Kita sudah sering mendengar tentang peradabaan bangsa arab sebelum datang-nya Islam. Kala itu perempuan diidentikan sebagai kaum yang lemah sekaligus pembawa kesialan. Seringkali mereka dijadikan kambing hitam atas kemiskinan yang dialami sebuah keluarga. Akibatnya ketika lahir seorang bayi perempuan wajah mereka sontak berubah menjadi hitam pekat, hingga kemudian bangsa arab mengubur bayi perempuan hidup hidup.

Sahabat nabi Umar Bin Khattab juga mempuyai cerita pilu sewaktu dia masih terjebak pada kejahiliyahan bangsa arab. Umar sendiri dulunya merupakan sahabat yang dikenal memiliki kelembutan hati dan keberanian yang tinggi. Suatu saat Rasullulah mendapati Umar sedang duduk termenung di sebuah kursi.  Tiba tiba saja Umar tertawa terbahak bahak sekaligus menangis hampir secara bersamaan. Rasullulah yang menghampirinya sontak menanyakan apa yang sebetulnya terjadi. Umar kemudian becerita bahwa dahulu dia pernah membuat Tuhan dari gandum dan kurma. Namun sewaktu dia lapar Tuhan dimakannya, Rasullullah kemudian teratawa. Umar lalu melanjutkan ceritanya, bahwa dahulu dia juga pernah mengubur anak perempuanya hidup hidup. Dia terbayang jika anak perempuanya masih hidup maka sekarang ini mereka bisa berkumpul bersama dengan membawa cucu umar.

Namun ketika Islam datang perempuan diangkat derajatnya. Segala penindasan terhadap perempuan dihapuskan, laki laki dan perempuan memiliki derajat yang sama dihadapan Allah, yang membedakan hanyalah ketaqwaan. Rasullulah sendiri yang merupakan khalifah umat Islam, sungguh memuliakan perempuan. Bahakan dalam sebuah hadis disebutan beliau mengucap ibu sebanyak tiga kali baru setelah itu ayah.

Bingkai "Kekerasan Dalam Rumah Tangga" dalam Pandangan Islam 

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) tehadap perempuan dewasa ini marak terjadi di Indonesia. Padahal sesuai dengan falsafah bangsa Indonesia (UUD 1945), setiap warga negara berhak memperoleh kebebasan terutama dari tindakan kekerasan. Korban KDRT yang mayoritas adalah perempuan sudah tentu memerlukan perlindungan dari acaman kekerasan, isolasi, pembunuhan ataupun tidakan yang merampas harkat dan martabat mereka.

Realita menujukan bahwa kasus KDRT selalu menujukan angka yang tinggi. Seperti dikutip dalam situs detiknews.com, Ketua Komnas Perempuan menyatakan bahwa ada sekitar 348.446 kasus kekerasan terhadap perempuan di tahun 2017. Mayoritas diantarannya adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga yakni sekitar 335.062 ribu.

Dalam Islam sering kali ayat ayat suci al Quran ditafsirkan sebagai legitimasi dalam melakukan tidakan kekearasan. Dengan dalih agama perempuan yang teraniaya terkadang tidak mampu berbuat banyak selain hanya menerima. Jika mereka memebela diri maka yang terjadi adalah pengkucilan dari masyarakat karena secara tidak langusung dianggap telah menentang perintah agama.

Perkembangan pemahaman Islam sendiri cenderung memposisikan suami untuk mencari nafkah. Akibatnya kaum laki laki selalu dianggap menjadi kepala dalam rumah tangga. Hal ini tentu membuat budaya partriaki seolah olah melekat pada Islam, atas dasar itulah mucul kedudukan relasi yang memberikan anggapan bahwa laki laki memiliki otoritas lebih dalam mengatur rumah tangga. Angapan ini menjadikan peluang kaum laki laki dalam melakukan tidakan kekerasan. Menurut (Hasan, 2006) kendati al Quran menugaskan suami untuk mencari nafkah, bukan berati wanita tidak boleh menafkai dirinya sendiri. Dengan kata lain istri seharusnya mampu memiliki otoritas yang sama dalam mengatur rumah tangga.

Tidakan kekerasan tehadap perempuan seringkali juga didasari oleh pemakanaan ayat ayat agama yang cetek, seperti dalam Quran surah Annisa ayat 34 "Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz , hendaklah kamu beri nasihar kepada mereka,pisahkanlah tempat tidur mereka, dan pukullah mereka". Tidak sedikit suami dalam menafsirkan perintah al Quran hanya mengaris bahwahi pukullah semata. Padahal jika dikaji secara mendalam ayat itu memiliki makna, syarat dan tujuannya untuk mengaplikasikannya.

Banyak korban KDRT yang kemudian enggan melapor karena takut dikucilkan atau dianggap tidak taat pada suami. Padahal sejatinya kekerasan yang mereka alami sering kali telah melampaui batas wajar. Para saksi juga demikan, mereka yang sejatinya merupakan kerabat dekat tidak mau memberitahukan tidakan kekerasan yang dilakukan. Ada anggapan bahwa nantinya justru akan memperparah kerharmonisan dalam keluarga sekaligus menimbulakan stigma negatif untuk keluarga tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun