Mohon tunggu...
David Rawson
David Rawson Mohon Tunggu... Penerjemah - David Rawson

Saya lulusan S1, Sastra Inggeris, Universitas New South Wales dan tamat S2 Kajian Profesional, Universitas New England. Saya juga belajar Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Gadjah Mada (UGM) di tingkat S1. Dalam karir saya yang merentang 40 tahun, saya pernah bekerja sebagai guru Bahasa Indonesia di Sekolah Bahasa Pertahanan Australia, sebagai guru bahasa Inggeris di Pusat Latihan Pertahanan Internasional dan sebagai pendidik bahasa Inggeris di Malaysia. Setelah pensiunan saya melanjutkan kajian Bahasa dan Sastra saya di UGM lagi (2016-2020) di tingkat pasca sarjana. Sekarang saya menerjemahkan dan mengedit artikel ilmiah untuk sejumlah jurnal serta menulis artikel tentang Sastra Indonesia kontemporer.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Resensi Novel "Lebih Sunyi dari Bisikan" karya Andina Dwifatma

18 Maret 2022   10:16 Diperbarui: 18 Maret 2022   10:27 1648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Narator-aktor dalam novel Lebih Sunyi dari Bisikan mengisahkan riwayat hidup sang narator, yang memuat serentetan kejadian yang menyedihkan. Meskipun begitu, di akhir novel, ada harapan yang muncul bahwa narator memiliki masa depan yang lebih cerah. Di halaman pertama novel ini, narator mulai meninjau kembali riwayat hidupnya dari sudut pandangan titik waktu di bab terakhir. Dia berkesimpulan ada tokoh tertentu yang menjadi penyebab kesengsaraan yang menimpa kehidupan keluarganya.

Si pembaca diajak untuk membuka halaman-halaman yang berikut agar memahami apa sesungguhnya terjadi, bagaimana suatu hubungan suami-isteri bisa menjadi tercerai-berai. Tentu saja pasangan suami-isteri sebelum menikah memiliki harapan bahwa mereka akan mengalami kebahagiaan sepanjang hidupnya bukan kesengsaraan. Tentu saja pasangan suami-isteri yang baru menikah jujga akan bersedia untuk berjuang bahu membahu demi masa depan keluarganya. Dalam riwayat hidup narator, ternyata tidak begitu. Nasib si narator justru sebaliknya. Memang novel ini bukan novel jenis asmara populer. Setiap kejadian digambarkan secara blak-blakan tanpa rasa cengeng. Penggambaran kejadian ini terkait dengan kedekatan waktu kejadian ini dengan titik waktu yang sekarang, kejadian masih segar dan mentah dalam ingatannya. Novel ini bisa dianggap sebagai perjalanan si narator untuk memaknai pengalaman yang pahit. Meskipun begitu, di bab terakhir ada rasa harapan. Ada pemulihan hubungannya dengan Ibunya dan sebersit sinar harapan baru dalam kehidupan si narator.

Alur yang disusun dengan struktur yang sangat rapi dan diceritakan dengan bahasa yang blak-blakan itu juga dilengkapi dengan perspektif narator-aktor tentang posisi perempuan di masyarakat. Narator-aktor merepresentasikan diri sendiri sebagai perempuan muda, kelas menengah bawah, dan urban yang posisinya di masyarakat tidak statis malah dinamis. Tujuan narator aktor seolah-olah mau memperlihatkan bagaimana posisi sesungguhnya tokoh perempuan dalam konteks tertentu yang memuat kekuatan sosial tertentu.

Si narator sebagai isteri yang belum memiliki anak mengalami tekanan sosial agar cepat menjadi hamil. Waktu keluarge berkumpul perut si narator selalu diraba oleh kerabatnya lagipula diberikan usulan juga tentang minuman dan makanan yang layak dikonsumsi agar menjadi hamil. Perempuan diposisikan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas keadaan tidak hamil atau bisa disebut masalah yang dimiliki pihak isteri, bukan si suaminya. Muncullah pertanyaan dalam benak narator apakah peran perempuan untuk melahirkan anak adalah peran utama perempuan. Tekan sosial ini mengejawantahkan perilaku yang kelihatan obsesif agar dia menjadi hamil. Terlihat juga akibat tekanan sosial itu ada tanda-tanda gangguan jiwa.

Sebagai isteri yang memenuhi tugas reproduktif dan melahirkan anak, narator-aktor memperhatikan posisi sosial yang barunya. Dia dipanggil ‘Ibunda’ oleh suster di rumah sakit akan tetapi di rumah diri sendiri posisinya tetap Ibu rumah tangga namun ada tugas tambahan untuk mengasuh  bayi lebih-lebih bayi dalam keadaan sakit-sakitan.

Sebagai Ibu kelas menengah bawah mereka tidak mampu mempekerjakaan asisten rumah tangga. Nanti dengan bantuan Ibunya (perempuan kelas menengah) si narator memiliki posisi baru, sebagian tugas dialihkan pada asistennya dan dia bisa melamar lowongan kerja. Ada juga semacam solidaritas perempuan, ada kelompok Ibunya, anaknya (si narator) dan asisten rumah tangga. Namun ada kekuatan patriarkis yang menimpa posisinya baru ini. Pihak pengusaha memihak perempuan yang lebih muda dan belum mempunyai anak. Si asisten pulang mau menikah. Adapun suaminya yang berkeberatan melalukan tugas asistent rumah tanggan dann menjaga bayi waktu bayi dititipkan oleh narator (sang isterinya) waktu dia bekerja. Tugas rumah tangga lain yang dilakukan oleh narator justru diabaikan oleh suaminya meskipun dia lagi mengganggur. Dalam kehidupannya kelihatan pembagian kerja secara gender yang tajam.

Ada juga kekuatan sosial lain yang menimpa posisi si narator yaitu peran Ibu untuk mendidik anaknya sesuai dengan agama yang dianutnya. Dengan demikan doktrin agama bisa ditanam di angkatan penerus. Aspek ini terlihat dalam sikap kedua ibu mertua yang menolak jodoh masing-masing karena tidak memeluk agama yang sama.

Bagi Ibu pada si narator, ada penolakan untuk merestui pernikahan dan hubungan Ibu dan anak terputuskan (dalam judulnya menjadi ‘lebih sunyi dari bisikan’. Posisi narator dalam struktur keluarga seperti anaknya dicampakkan. Posisi dia tidak berubah sampai kelahiran cucunya. Si Ibu terburu-buru ke rumahnya untuk baik membantu anaknya maupun memenuhi peran perempuan sebagai guru agama agar cucunya memeluk agama yang sama. Si narator dengan posisinya sebagai istri pada suami yang beragama lain, perlu berkonsultasi dengan dia agar mencari solusi. Dengan kedatangan Ibunya tokoh yang memiliki kepribadian yang dominan lagipula otoritas, posisi narator berubah dan dia tunduk pada keinginan Ibunya. Si suami diam saja.

Narator juga melukis posisi sejumlah perempuan lain yang ditimpa kekuatan sosial termasuk kekuatan sosial yang bisa disebut solidaritas dan kemampuan kaum perempuan. Kekuatan sosial tersebut bisa memposisikan kembali perempuan dalam struktur sosial. Ada perempuan yang mengalami patriarki berupa kontrol suami terhadap tubuh isteri dan menuntut hubungan seks walapun isterinya tidak lama melahirkan anak dan badannya belum pulih kembali. Perempuan yang ditimpa patriarki semacam ini mendapat dukungan moral dari perempuan lain.

Ada tokoh perempuan bernama Macan yang ditekan oleh orang tua agar menikah duda agar menjaga anaknya dan tersurat akan diperbudak. Dia menolak untuk tunduk pada otoritas ayahnya dan memilih agar berusaha untuk menjadi berdikari. Nanti tokoh ini didukung oleh Ibu pada si narator agar bisa keluar dari kelas bawah dan masuk kelas menengah lewat jalur pendidikan universitas. Ibu pada si narator yang menjadi janda dalam usia muda mampu menjadi berdikari dan masuk kelas menengah. Tersurat Ibunya melawan tekanan masyarakat untuk menikah lagi (disebut di novel, masyarakat ada obsesi tentang para janda). Dia berjuang dengan disiplin dan ketekadan untuk baik bekerja maupun mengasuh anaknya, si narator. Dalam hal ini ada juga fasilitator perempuan, asisten rumah tangga.

Bagi pembaca laki-laki ada manfaat yang istimewa yaitu agar lebih memahami kekuatan sosial yang menimpa kaum peremupuan. Suatu keistimewaan lagi novel ini ialah pembaca laki laki tidak digurui malah diajak agar lebih mengenal tekanan yang dihadapi kaum perempuan termasuk dampak patriarki. Dengan demikian laki laki bisa memainkan peran yang lebih konstruktif dan berusahan menjauhkan praktek yang patriarkis. Bagi pembaca perempuan ada manfaat yang istimewa juga, dengan ketekadan dan kemampuannya, perempuan bisa mengatasi kekuatan sosial yang merugikan posisinya. Lagipula suatu hal yang tak kalah penting ialah solidaritas perempuan untuk saling mendukung.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun