Di sebuah dunia yang absurd dan penuh ironi, lahirlah sebuah cabang bela diri baru yang tak terduga: berbohong. Seperti seni bela diri lainnya, berbohong membutuhkan ketangkasan, kecerdikan, dan strategi. Para pesertanya dilatih dengan intensitas tinggi untuk menciptakan kebohongan yang nyaris sempurna, disusun dengan presisi layaknya jurus bela diri dalam pertarungan.
Kejuaraan Emas Bohong dan Perunggu Bohong pun diadakan. Di sini, yang terkuat bukanlah mereka yang dapat menjatuhkan lawan dengan kekuatan fisik, melainkan mereka yang mampu menenun kebohongan dengan begitu halus sehingga hampir semua orang percaya. Para atlet berbohong harus menciptakan narasi yang meyakinkan, ekspresi wajah yang tanpa cela, serta kemampuan menyusun kebohongan bertingkat---lapisan demi lapisan tanpa terdeteksi.
Dalam kejuaraan ini, para juri tidak menilai seberapa baik seseorang melawan dengan tinju atau tendangan, melainkan seberapa meyakinkan cerita bohong yang mereka suguhkan. Pemenang Emas Bohong adalah mereka yang berhasil membuat kebohongannya dipercayai selama waktu yang paling lama, dan Perunggu Bohong diberikan pada mereka yang berhasil membuat lawan terjebak dalam kebohongan mereka, meski akhirnya terungkap.
Tentu, di balik ironi ini tersirat pelajaran penting: bahwa meskipun kebohongan bisa tampak seperti seni yang mengagumkan, pada akhirnya mereka rapuh, karena kebenaran, meski tersembunyi, akan selalu memiliki kekuatan untuk membongkarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H