Mohon tunggu...
Davidkrisna Alka
Davidkrisna Alka Mohon Tunggu... -

Lahir di Bengkulu, 29 Juni....Alumni SMU Plus INS Kayutanam, Sumatera Barat dan Alumnus Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Menulis Opini dan Esai di Media Massa Nasional seperti Kompas, Media Indonesia, Seputar Indonesia, Sinar Harapan, Jawa Pos, dll. Menulis sajak, pernah di Majalah Sastra Horizon, sejumlah buku antologi puisi. Sekarang nongkrong kreatif di Populis Institute dan Peneliti Maarif Institute for Culture and Humanity

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Citra Kegilaan dalam Reshuffle Menteri?

18 Oktober 2011   17:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:47 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Alkisah, cerita berawal dari laporan temanku Fauzan tadi pagi.  Fauzan melihat temannya tertawa sendiri. Fauzan pun  mengamati temannya itu, apa pangkal yang membuat temannya itu tertawa sendiri. Di lihatnyalah monitor laptop temannya itu.  Ternyata, tak ada hal yang menggelitik menjadi pangkal sebab  yang bisa ditertawakan.

“Kenapa kau tertawa?” tanya Fauzan.

Temannya langsung salah tingkah plus salah wajah yang tak  karuan.

“Astaghfirullah, sudah gila kau ya!” Fauzan terpekik-pekik.

Malam ini, temannya itu yang juga sudah menjadi temanku, tak tampak kemana rimbanya. Rasa was-was mulai menyelimuti hati. Ribuan pertanyaan hinggap dipikiran.

Saya pun menerka pada suatu kesimpulan yang tinggi. Barangkali ia sedih seperti Patrialis Akbar yang sudah diberhentikan menjadi menteri. Atau suasana hatinya terhenyak layaknya Fadel Muhammad yang bertanya-tanya kenapa tak lagi menjadi menteri. Barangkali ia stress gara-gara SBY begitu banyak melantik wakil menteri. Entah kemana perginya teman itu. Bisa jadi ia mengunjungi kediaman Fadel Muhammad dan Patrialis Akbar untuk menemani mereka yang galau di hati.

***

Drama Reshuffle Kabinet SBY sudah berakhir malam ini. Mungkin saja ada yang tertawa sendiri akibat gaduhnya soal Reshufle akhir-akhir ini. Masyarakat kita “dihipnotis” dan di bombardir berita ini, sehingga muncul bibit-bibit kegilaan, seperti yang dialami teman ini.

Ruh kegilaan memang telah menelusup ke darah-darah kehidupan republik ini. Pemerintah seolah telah menjadikan negara ini menjadi rumah bagi masyarakat yang sakit jiwanya tertular oleh penguasa.

Tetapi, Michel Foucault melihat persoalan kegilaan adalah akibat praktek pengkaplingan yang memisah-misahkan orang-orang yang sakit dari orang sehat, yang normal dari yang tidak normal. Salah satu bentuk aplikasi kekuasaan seseorang atau satu kelompok orang atas yang lain.

Dari teori Foucault itu, menunjukkan bahwa sakit mental hanya muncul sebagai sakit mental dalam satu kebudayaan yang mendefinisikannya menjadi seperti itu. Karena menyangkut definisi, maka dalam sakit mental sebenarnya kekuasaan mendominasi. Kegilaan adalah yang berbeda dari yang biasa, dan karena yang biasa dicirikan oleh produktivitas, maka kegilaan adalah tidak adanya produktivitas. Penanganan kegilaan adalah satu bentuk aplikasi kekuasaan seseorang atau satu kelompok orang atas yang lain, bukan pertama-tama masalah pengetahuan psikologis. (lihat Konrad Kebung, dalam Michel Foucault Parrhesia dan Persoalan Mengenai Etika, Jakarta: Obor, 1997)

Jadi, kenapa teman itu tertawa sendiri? Saya pikir Fauzan tak perlulah terpekik-pekik dan kuatir tentang tertawa/gila yang diindap oleh teman itu. Bukankah gagasan-gagasan dan tindakan-tindakan brilian lahir dari orang-orang yang dicap gila? Kegilaan adalah kebebasan imajinasi, bukankah begitu Citra Ali Fikri?

Populis Institute, 18 Oktober 2011

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun