Boleh tidaknya kampanye di kampus sebagaimana  usulan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menuai ragam respon dari masyarakat. Ada yang pro, ada juga yang kontra.
Anggota Komisi II DPR, Anwar Hafid juga menyatakan setuju dengan usul KPU itu. Dia mengatakan bahwa, kampanye politik di kampus yang merupakan arena intelektual berdampak positif untuk menguji kemampuan setiap pasangan pemilu.
Direktur Eksekutif Pemilihan Umum dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati, berpendapat bahwa dengan kampanye di kampus akan membuat mahasiswa yang selama ini cenderung pasif saat pemilihan umum, kini dapat berpartisipasi lebih konkrit.
Di kalangan mahasiswa sendiri terjadi silang pendapat.Seorang mahasiswa dari Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura, Reni menilai kampanye politik di kampus sah saja dilakukan.
Sedangkan Wakil Ketua BEM Universitas Negeri Malang Arya Wahyu berpendapat sebaliknya. Dia mengatakan tidak setuju adanya kampanye pemilu di lingkup kampus atau perguruan tinggi.
Alasan tidak perlu alergi dengan kampanye pilpres di kampus
Berdasarkan fakta sejarah, tumbangnya rezim terjadi karena adanya gerakan mahasiswa yang kuat. Gerakan mahasiswa tahun 1966 yang berhasil meruntuhkan demokrasi terpimpin pada era Presiden Soekarno.Â
Pada tahun 1998, gerakan mahasiswa berhasil menumbangkan orde baru yang menggurita lebih dari tiga dekade. Darimana gerakan ini lahir, apakah dari mahasiswa yang tidak melek politik? Tentu tidak!Â
Saya sendiri berpendapat kampanye calon Presiden di kampus sah-sah saja dan punya dampak positif. Justru lebih berbahaya kampanye di ruang digital. Media sosial yang sifatnya searah.Â
Tidak ada proses dialog atau penjelasan lanjut mengenai hal yang dikampanyekan. Presiden Filipina, Bongbong, terpilih adalah salah satu contoh hasil gencarnya kampanye di media. Padahal dia adalah generasi dari Ferdinan Marcos yang terkenal korup pada era pemerintahannya.Â