Ada pro kontra terkait perjanjian pranikah. Ada yang berpendapat untuk apa menikah jika sudah memikirkan perceraian.Â
Saya pribadi tidak punya perjanjian pranikah. Saya dan pasangan hanya memegang janji di altar suci bahwa kami harus saling menerima apa adanya. Baik untung maupun malang. Dengan segala enak tidak enaknya, kami memutuskan menikah tidak untuk perceraian. Apapun yang terjadi, hanya maut yang memisahkan. Terkesan lebay ya. Haha
Sebetulnya secara pribadi saya memandang penting adanya perjanjian pranikah. Ibarat asuransi kendaraan atau asuransi kesehatan atau asuransi jiwa atau asuransi kebakaran. Tidak ada yang menginginkan terjadi hal buruk sehingga akhirnya menggunakan asuransi tersebut. Tetapi jika terjadi hal yang tidak diinginkan, maka risiko dapat diminimalkan.
Penting namun belum tentu semua orang membutuhkannya. Bagaimana kita cara mengetahui bahwa kita membutuhkan perjanjian pranikah?Â
Bagi yang berencana menikah dan terpikir membuat perjanjian pranikah, berikut beberapa pertanyaan untuk menilai diri sendiri (self-assesement).Â
1. Apakah pernikahan ini bukan untuk yang pertama?Â
Bisa jadi salah satu atau kedua pasangan telah pernah menikah sebelumnya. Duda menikah dengan gadis. Pemuda menikah dengan janda. Duda menikah dengan janda.Â
Seseorang yang telah pernah punya kehidupan pernikahan, umumnya lebih realistis mengambil keputusan.Â
Terutama mereka yang menderita melalui perceraian yang berkepanjangan dan pahit. Bisa jadi tidak mau menikah lagi tanpa betul-betul mengetahui bagaimana masa depan keuangan setelah menikah kembali.Â
Mereka menyadari bisa jadi pernikahan ini pun akan berujung perceraian. Mereka tidak mau mengulangi rumitnya proses perceraian. Untuk kasus seperti ini, maka adanya perjanjian pranikah layak dipertimbangkan.
2. Apakah Anda atau calon pasangan memiliki anak bawaan?