Belum diketahui secara jelas, apa maksud dan kepentingan dari kelompok-kelompok yang mengaku sebagai aktivis kemanusiaan dan LSM. Seolah-olah pabrik semen ini posisinya "pokoknya salah", tanpa melihat manfaat yang sudah diberikan si pabrik kepada warga sekitar.
Uang semata kah? Proyekan dari yang membayar? Siapa yang membayar? Tidak tahu. Apa ini ada kaitannya dengan kompetitor atau pihak asing, tak ada buktinya. Namun, sangat disayangkan dan cukup memprihatinkan melihat orang-orang itu yang sok-sokan peduli terhadap warga, mengompori warga buat demo, padahal kalau sampai pabrik semen tidak dioperasikan sama sekali, bisa hilang harapan para warga yang sempat punya angan-angan memperoleh kehidupan lebih baik.
Mereka menganggap bahwa warga di Rembang sudah makmur. Padahal nyatanya, Rembang merupakan kabupaten termiskin ketiga setelah Wonosobo dan Kebumen. Dari mana mereka beranggapan kalau warga di Rembang sudah makmur? Mungkin mereka berpikir kalau warga Rembang cukup jadi petani saja, tidak boleh lebih. Tidak boleh bekerja di pabrik. Sungguh konyol.
Di mana para aktivis kemanusiaan ketika mereka sedang kesulitan mendapatkan air dulu? Tidak ada, ya tentu saja karena dulu tak ada konflik soal pabrik jadi tidak ada duitnya. Sekarang jadi menarik karena ada duitnya. Siapa yang kasih duitnya? Siapa yang danain? Siapa aktor di balik semua yang ribut-ribut ini? Wallahualam.
source :Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H