Kekuasaan memang memiliki magnet yang sangat kuat. Dalam bahasa agama kekuasaan salah satu godaan yang bisa menjatuhkan manusia. Namun walau begitu kekuasaan dapat menarik godaan lain bagi manusia yaitu harta dan wanita, tidak salah jika dalam cerita atau sejarah tidak sedikit raja-raja yang memiliki banyak istri dan di zaman sekarang orang yang memiliki kekuasaan sangat rawan untuk menumpuk harta kekayaannya (bahasa kerennya melakukan korupsi). Di negara Indonesia tanggal 9 April 2014 dan 9 Juli 2014 merupakan momentum bagi perubahan di Indonesia dalam sistem pemerintahan baik itu eksekutif maupun legislatif, merupakan tapak awal perubahan Indonesia, bisa dibilang itu adalah revolusi halus menurut saya. Jika demokrasi merupakan wahana yang pas dalam membangun Indonesia dalam konteks politik, apakah mungkin setelah pemilu 2014 nanti keadaan akan berubah menjadi lebih baik ataukah tidak ada perubahan sama sekali bahkan menjadi lebih buruk lagi?.
Bicara mengenai negara saya senang dengan pemikiran politik salah satu filsuf Yunani yang bernama Plato mengenai negara, olehnya setiap kali membahas negara rujukan saya selalu ke Plato dibanding pemikir-pemikir lain semisal Resue, Montesqie dengan trias politikannya, Marx dengan sosialisnya atau Aristoteles dengan realismenya. Negara ideal menurut saya seperti yang dibahasakan Plato, bahwa seorang pemimpin haruslah filsuf. Dalam sejarah kenabian, ada seorang manusia pilihan yang bernama Muhammad SAW, dalam sejarah beliau pernah menjadi pemimpin sebuah negara sekaligus pemimpin spritual. Dengan kualitas yang dimiliki beliau bisa membawa Madina menjadi negara yang memiliki peradaban tinggi. Istilah masyarakat madani yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW konon menjadi acuan diera sekarang untuk membentuk sebuah masyarakat ideal. Untuk sekarang mendapatkan pemimpin yang sempurna merupakan hal yang sulit bahkan mustahil terwujud. Dalam konteks ke Indonesiaan sekarang dalam memilih pemimpin, masyarakat harus bisa mendeteksi setepat mungkin pemimpin yang memiliki kualitas minimal mendekati kualitas manusia-manusia pilihan semisal nabi atau sekelas filsuf.
Bagaimanapun Indonesia yang memakai sistem demokrasi, pemimpin ditentukan oleh masyarakat itu sendiri. Merupakan sebuah masalah jika masyarakat memilih pribadi yang tidak memilki kualitas untuk memimpin baik itu dieksekutif maupun legislatif. Pemikiran saya bahwa jika lembaga (KOMISI PEMILIHAN UMUM) di Indonesia yang memiliki wewenang untuk menyeleksi calon pemimpin masa depan Indonesia bisa sejeli mungkin menyeleksi, maka masyarakat bisa memilih tanpa harus melihat calon yang akan dipilih nanti dengan kata lain tutup mata. tidak perlu menghabiskan dana untuk kampanye, tidak perlu lagi yang namanya politk uang, dan sebagainya karena siapapun yang terpilih pastilah terbaik.
Dalam konteks negara bentukannya Plato bahwa pemimpin haruslah seorang filsuf, mengapa harus seorang filsuf karena filsuf memiliki jiwa untuk mencintai kebenaran atau kebijaksaan. Jika pribadi itu sudah mencintai kebenaran pasti akan diikuti oleh sifat-sifat lain seperti Jujur, amanah, tanggung jawab, dan lain-lain. Seorang yang duduk pada kekuasaan tidak boleh hanya manusia biasa, haruslah pribadi yang memiliki karakter kuat, tahan godaan dan bisa memimpin. Jika demokrasi sekarang hanya diartikan saja sebagai kebebasan untuk dipilih dan memilih dalam arti selama pribadi itu warga negara Indonesia, kayaknya hal itu perlu dikaji ulang menurut saya, karena demokrasi seperti itu adalah demokrasi kebablasan. Korupsi yang terjadi dipemerintahan sekarang, wakil rakyat yang tidur saat sidang soal wakil rakyat seperti yang diungkapkan Iwan Fals, wakil rakyat yang suka foya-foya, wakil rakyat yang sukanya jalan-jalan (bahasa kerennya studi banding) menghabiskan anggaran rakyat, wakil rakyat yang setiap keputusannya tidak menguntungkan rakyat dan hanya menguntungkan pribadi, golongan atau partai, itu semua karena kesalahan lembaga pemilu untuk menyeleksi mana yang layak menjadi calon pemimpin dan mana yang tidak. Dan kesalahan masyarakat juga karena bisa memilih mereka-mereka (yang tidak berkualitas) untuk duduk ditampuk kekuasaan baik itu di eksekutif maupun legislatif.
Hal yang lucu di Indonesia ada pribadi-pribadi yang tidak biasa membantu masyarakat tiba-tiba menjadi rajin untuk membantu masyarakat, pribadi yang tidak biasa pergi ke pasar menjadi rajin ke pasar dengan kamera dibelakangnya supaya bisa masuk Televisi dan masyarakat bisa melihatnya, apalagi kalau bukan pencitraan diri namanya. Kata senior saya bahwa itu hanyalah sifat sementara, bukan sifat asli pribadi tersebut, ya bisa saja pribadi itu memang memiliki jiwa membantu tapi karena tuntutan sistem maka harus ikut yang namanya kampanye atau pengiklanan diri, tapi bisa ya, bisa tidak, atau bisa saja?, Â tidak ada yang tahu pasti. Hal yang sial ada pribadi yang memiliki kualitas memimpin tapi tidak dapat mengiklankan dirinya lewat spanduk, stiker, baliho, siaran radio bahkan lewat Televisi, sehingga masyarat tidak mengenalnya dan tidak terpilihlah dia padahal secara idealisme dan kualitas diri pribadi tersebut bisa memimpin. Ya mau gimana lagi, itulah yang terjadi sekarang ini, jangan heran pribadi yang memiliki peluang untuk menang adalah pribadi-pribadi yang memiliki banyak uang (materi), tidak melihat apakah pribadi tersebut memilki kualitas memimpin atau tidak?, tidak melihat apakah pribadi tersebut mencalonkan diri atas dasar idiologis atau ekonomis (materi/karena gajinya besar)?, ya itulah namanya Indonesia, sayapun ikut hanyut dengan nuansa perpolitikan yang terjadi sekarang ini di Indonesia, hanya tulisan ini yang bisa saya berikan sebagai warna tersendiri apakah yang ideal atau tidak untuk sekarang ini. Semoga yang terpilih di pemilu 2014 nanti bisa memiliki sifat-sifat mencintai kebenaran dan kebijaksanaan layaknya FILSUF sehingga bisa membawa Indonesia pada umumnya dan daerah pada khususnya lebih baik kedepan, semoga tidak menjadi utopia, salam perubahan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI