pagi ini terang bersinar, dipelataran kampus UNIMA, menyambut dengan sentuhan cahayanya yang mengandung sejuta kehangatan. Semalam banyak jiaw-jiwa yang begitu menikmati hidup, hidup yang penuh dengan riak-riak, namun pagi ini semua terhapus begitu saja, mengalum dalam fajar yang begitu indahnya. Saya teringat dengan kata salah satu orang bijak "sambutlah pagi dengan senyuman maka hari-hari mu akan penuh dengan senyuman". Saya pikir hal ini benar secara ilmiah, karena secara psikologis awal dari kondisi hati akan menentukan kondisi bathin kita ke waktu berikutnya. Pagi yang begitu setiannya menemani hari-hari manusia, saya pikir sedikit senyuman sudah cukup untuk memberikan pesan rasa terima kasih kita, kepada sang mentari, waktu dan kepada sang pencipta.
Aku terbangun dipagi ini dengan sejuta harapan, harapan akan nasih rakyat-rakyat tertindas, nasib akan mereka yang tidak mendapatkan keadilan, seperti biasa mentariSuara gesekan sapu disebuah taman asrama PPG UNIMA terdengar mengalun namun ada suara estetik lain yang tidak mau kalah yaitu suara alunan musik salah satu penghuni asrama, namun dipagi hari ini suara alam belum begitu kuat terdengar. Jangankan kuat, seditik saja terdengarpun tidak ada, mungkin alam masih sedikit jenuh atau terlanjur bahagia dengan manusia disekitarnya. Optimisme sang pahlawan dalam sejarah-sejarah dunia pasti selalu mendominasi, mengeliminasi pesimisme diri, jika tidak ada rasa optimis dalam diri Pahlawan maka hal yang tidak mungkin kemerdekaan bangsa-bangsa terjajah terwujud. Aku rindu optimisme itu, aku ingin optimisme itu hadir dipagi ini, optimisme yang dapat membuat ruang-ruang baru bagi peradaban. Walaupun gelar pahlawan masih begitu jauh ya minimal optimisme itu dapat bersahabat dengan manusia-manusia dipagi ini.
Tidak sedikit manusia yang ketika membukakan matanya dipagi hari, lupa akan kejadian-kejadian yang kemarin, tidak sedikit juga manusia yang ketika membukakan matanya dipagi hari ini, sontak suara keras mengaum dari dirinya, sebuah ekspresi kebahagiaan bisa juga ekspresei kesedihan. Namun tidak sedikit manusia bangun dengan sifat universalnya, bangun dengan sebuah prinsip begitu bijak bahwa semua berawal dari pagi ini dan akan baik buruknya hari ini dan kedepannya nanti akan berawal dari pagi ini.
Bagi manusia yang ada dipedesaan, alam yang akan menyambut mereka, alam yang merupakan simbol kemurnian ciptaan, jauh dari rekayasa yang kadang mengeringkan bathin, bagi manusia yang ada diperkotaan, suara-suara bising kendaraan bermotor, mobil ataupun gedung-gedung megah yang akan menyambut pagi mereka. Pagi ini dikampus UNIMA pegunungan yang merupakan simbol dari alam penyambut yang setia.
Pagi, dalam hangatnya sang waktu, aku begitu sedih sekaligus bahagia, sedih karena aku sadar usia setiap manusia berkurang setiap datang menyambutmu, bahagia karena manusia sedang dalam tahap menuju keabadian. Pagi, dalam hangatnya sang waktu, aku hanya bisa sedikit tersenyum, dan memberikan terima kasih karena sudah rela memberikan sedikit kehangatanmu pada manusia-manusia yang ada dibumi. Pagi dalam hangatnya sang waktu, kata-kataku boleh habis, namun biarlah persahabatan kita akan abadi dalam perjalanan zaman yang kian hari kian misteri.
Di mesir aku melihat keagungan Piramida ciptaan masyarakat mesir, di Cina aku melihat keagungan dan kebesaran benteng Cina, di Jepang aku melihat keperkasaan gunung Himalaya, di Indonesia aku melihat ke elokan candi Borobudur, dan di kampus UNIMA aku melihat jejak-jejak peradaban, namun itu hanyalah sebuah jejak, tujuannya sampai sekarang masih dicari.
Tondano, 24 Mei 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H