Mohon tunggu...
David Kurniawan Putra
David Kurniawan Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

semangat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hubungan Partisipasi Politik Oligarki dan Negara

29 Juli 2021   09:49 Diperbarui: 29 Juli 2021   10:34 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sistem oligarki menguasai negeri ini, Oligarki merupakan bentukan kekuatan ekonomi dan struktur kekuasaan politik yang secara efektif dipegang kelompok kecil atau segelintir orang dari masyarakat. Mereka yaitu orang-orang, keluarga, kelompok politik dan ekonomi yang saling berhubungan satu sama lain atas dasar kepentingan ekonomi politik. Tujuannya, mengontrol dan menentukan kebijakan publik guna memperbesar pengaruh maupun keuntungan finansial mereka sendiri. Oligarki itu sendiri diekspresikan oleh keluarga, bisnis, dan politik yang dapat menggabungkan kedua sumber yang sangat kuat itu. 

Oligarki bercitacita menyesuaikan dan mengamankan sumber daya yang dimiliki dan dibutuhkan,memaksimalkan keuntungan di semua bidang yang menguntungkan bagi mereka. Pada saat sama, mereka mau mengontrol masa kini dan masa depan masyarakat melalui kepemimpinan politik serta ekonomi dengan berbagai cara. Segala visi tentang akses dan partisipasi direproduksi melalui deregulasi agar sistem insuler dapat terintegrasi ke dalam kompetisi dan sistem pasar global. Di mana, posisi dan jaringan mereka sudah bercokol kuat. Boleh jadi perubahan demokrasi dari otoritarianisme yang tersentralisasi dulu, menuju desentralisasidemokrasi sekarang, namun hubungan antara bisnis dan negara tetap sama. Mungkin begitulah kenyataan transformasi demokrasi yang terjadi saat ini di Indonesia. Konstruksi paling mudah melihat oligarki di Indonesia, salah satu dengan melihat konsentrasi kekayaan dan kuasa sumber daya modal pada segelintir orang tertentu. Juga kelompok elit politik yang menguasaipos dan sumber kekuasaan dalam kelembagaan politik formal negara termasuk partai politik yang berkuasa.

Dalam kajian ekonomi politik, kapitalisme kroni adalah istilah untuk menyebut ekonomi yangkesuksesan bisnis bergantung pada hubungan dekat antara pebisnis dengan pejabat pemerintah. Kapitalisme kroni dapat diamati dari tindakan pilih-pilih saat mengeluarkan izin operasi, potongan pajak khusus, dan intervensi pemerintah lain. Atau ketika ikatan pertemanan dan keluarga yang melayani diri sendiri antara pebisnis dan pemerintah memengaruhi ekonomi serta masyarakat sampai-sampai melemahkan ekonomi dan politik yang melayani masyarakat.

 Konstruksi oligarki dapat pula dilihat dari teori itu, bahwa kapitalisme kroni (crony capitalism) menjadi kata kunci untuk menjelaskan hubungan antara orang-orang superkaya dengan kekuasaan. Mereka menjadi tajir atau makin tajir karena hanky-panky dengan pemegangkekuasaan politik. Para kapitalis kroni dapat menunggangi kekuasaan politik untukmemajukan kepentingan-kepentingan bisnis mereka melalui proses perizinan yang tidak terbuka. Imbalannya, si patron jugabisa memperkaya diri mereka, keluarga, dan kelompok, baik denganatau tanpa turut serta berkeringat dalam aktivitas bisnis. Faisal Basri (2019) menyorotibesarnya kekayaan segilintir orang di Indonesia, terutama mereka yang dekat dengan kekuasaan. Penguasaan kekayaan dalam jumlah besar mengakibatkan ketimpangan makin melebar di Indonesia.

Menurut data The Economist yang dikutip Faisal, Indonesia berada di peringkat ketujuh dalam The Crony-capitalism Index pada 2016. Hal itu karena segelintir orang di Indonesia menguasai kekayaan mencapai 3,8% dari total GDP pada 2016 naik dari 2014. Data Credit Suisse juga menunjukkan sekitar 1% orang terkaya di Indonesia menguasai 45,4% kekayaan nasional.Sementara itu, 10% orang terkaya di Indonesia memiliki 74,8% kekayaan nasional. Pada 2019,Forbes merilis daftar orang terkaya di Indonesia meski ekonomi mengalami pelambanan. Namun, total harta 50 orang terkaya Indonesia tahun itu bertambah US$5,6 miliar dibanding tahun lalu, jadi US$134,6 miliar (Rp1.884,4 triliun).(Kompas,2019).

Dari 50 orang terkaya itu kalau ditelusuri satu persatu mereka umumnya berasal dan besar dari fasilitas kekuatan negara di zaman orde baru dan memiliki jaringan sangat kuat dalam politik birokrasi Indonesia. oligarki terus bertransformasi dengan cara menyesuaikan konteks politik di Indonesia yang didorong neoliberalisme. Setelah kejadian krisis ekonomi pada 1998,oligarki bisa bertahan dan jadi tokoh utama di dalam dunia bisnis di Indonesia. Kekuatan pemodal yang dikenal dengan oligarki mampu menyesuaikan diri pada struktur politik baru Indonesia yang lebih demokratis di era reformasi. Akibatnya, oligarki masih mempunyai peran sangat menentukan dalam perpolitikan Indonesia hingga saat ini.

Hubungan-hubungan struktural yang terjadi di zaman dahulu antar bisnis dan negara hingga kini malah makin kuat, varian dan komposisi oligark makin modern. Walaupun cara akumulasi tetap purba yaitu pengaruhi, kuasai, singkirkan dan keuntungan. Sebagian mereka adalah pendatang baru, kalau ditelusuri, mereka adalah bagian dari relasi oligarki lama berdasarkan klan keluarga, politik dan bisnis. Itulah fakta dari hasil penyatuan kekuatan dan kepentingan dari politik birokrasi dan bisnis yang mendominasi rezim yang berkuasa saat ini.

Oligark yang mengepung elit politik negara saat ini, adalah para oligark yang tidak bisa lepas dari kroni Orde Baru. Walaupun merekaterlihat berbeda dalam pandangan dan posisi politik, namun punya orientasi dan tujuan sama dalam ekonomi dan politik yaitu mempertahankan kekuasaan dan membangun korporasi untuk memburuh laba atau akumulasi modal.Oligarki orde baru ini sudah mapan dan memiliki sumber daya lebih besar, baik uang maupun kekuatan politik dalam relasi kekuasaan. Kondisi ini membuat mereka dengan mudah jadi pemain politik baru di era reformasi. Dengan ada desentralisasi dan otonomi daerah, para elit
ini berlomba- lomba menguasai lembaga daerah beserta sumber daya alam untuk kepentingannya.

Data kajian KPK tahun 2017, menyebut lebih 70% kepala daerah, dalam pilkada, didukung pendanaan oleh korporasi berbasis sumber daya alam, terutama sektor pertambangan dan perkebunan, dengan kompensasi utama kemudahan izin atau konsesi. Oligarki di Indonesia punya sikap ekstraktif bahkan destruktif, bukan produktif. Tindakan ektraktif itu tidak hanyaterjadi pada cara menguasai tanah dan sumberdaya alam, juga pada bidang bisnis lainya seperti sektor keuangan dan pajak.

Menurut data KPK tahun 2018, eksploitasi sumber daya alam ternyata tidak sebanding dengan penerimaan negara. Fenomena itu terjadi pada sektor perkebunan sawit. Pajak dari sawit bukan meningkat malah menurun. Ketika lahan sawit bertambah luas, detail angka potensi pajak dari sektor sawit menguap, karena 40% perusahaan sawit diduga tidak membayar pajak sesuai ketentuan. Bahkan Bank Dunia (2018) menyebut 80% lebih lahan sawit Indonesia bermasalah, antara lain tidak menyediakan 20% plasma untuk rakyat dan tak memperhatikan lingkungan hidup. 

Dari mana kekayaan mereka dapatkan, dan bagaimana mereka mendapatkan? Sumberdaya alam adalah, salah satu sektor penyumbang kekayaan orang-orang tajir di Indonesia ini. Mereka menguasai banyak konsesi di sektor pertambangan, perkebunan dan kehutanan termasuk energi. Tidak sampai di situ mereka juga mendapatkan fasilitas dari negara untuk mengembangkan turunan hingga menguasai jaringan pasar tingkat paling bawah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun