Pada suatu sore hari, saya sedang berada di taman yang biasanya ramai. Namun, kali ini suasana terasa berbeda. Suara bising yang biasanya memenuhi udara sudah tidak terdengar, dan banyak orang yang duduk di bangku-bangku taman tampak terfokus dengan layar ponsel mereka masing-masing.Â
Saya melihat sebuah keluarga yang duduk di dekat saya. Mereka seharusnya menikmati waktu bersama, berbagi tawa dan cerita, namun kenyataannya mereka justru tenggelam dalam dunia mereka sendiri melalui gadget masing-masing.Â
Sang ibu sibuk dengan ponselnya, sang ayah tampak asyik dengan aplikasi berita, sementara anak-anak mereka bermain dengan game di tablet. Di balik tawa kecil yang kadang terdengar, ada kesunyian yang tak tampak, dan kesempatan untuk saling terhubung seakan-akan disia-siakan begitu saja.
Fenomena semacam ini bukan hal yang asing lagi di zaman sekarang. Dulu, saat kita bertemu dengan teman-teman atau keluarga, percakapan tentang berbagai topik akan mengalir begitu saja, tanpa perlu banyak berpikir.Â
Kami saling bertukar cerita, berbagi pengalaman hidup, bahkan kadang hanya mengobrol tentang hal-hal kecil yang terjadi di sekitar kami. Tawa pun mengiringi percakapan tersebut, memberi warna dalam hubungan sosial kami. Namun sekarang, interaksi tersebut semakin digantikan dengan pesan teks, panggilan suara, dan video call.Â
Meskipun teknologi memungkinkan kita tetap terhubung meski jarak memisahkan, saya merasa ada sesuatu yang hilang. Ketika kita berbicara melalui layar, kita tidak benar-benar merasakan kedekatan emosional yang sebenarnya, seolah ada dinding yang memisahkan kita. Interaksi yang dulunya hangat dan penuh dengan ekspresi kini menjadi datar dan mekanis.
Bayangkan dua situasi berikut. Yang pertama, sekelompok teman yang berkumpul di sebuah kafe, menikmati secangkir kopi sambil berbincang tentang hal-hal yang menarik, tertawa bersama, atau sekadar menghabiskan waktu dengan kehadiran fisik yang saling mendukung.Â
Suasana riuh penuh tawa dan kehangatan itu terasa begitu nyata, bukan hanya dari kata-kata yang diucapkan, tetapi juga dari ekspresi wajah, nada suara, dan kedekatan fisik yang dirasakan.Â
Lalu, bayangkan yang kedua: sekelompok orang yang berkumpul dalam sebuah pertemuan virtual melalui platform seperti Google Meet. Mereka duduk di depan layar masing-masing, berbicara melalui suara dan video, tetapi tidak ada perasaan kehadiran yang nyata.
 Meskipun teknologi memungkinkan mereka untuk bertemu, suasana yang tercipta jauh berbeda. Kedekatan emosional yang biasanya terbentuk melalui percakapan tatap muka menjadi terasa sangat terbatas, bahkan cenderung hilang. Kita menjadi lebih fokus pada layar daripada pada orang di seberang kita, dan itu mengurangi kualitas hubungan yang terbentuk.
Pernahkah Anda merasakan perbedaan yang begitu nyata ketika menghadiri perayaan ulang tahun teman beberapa tahun lalu? Semua orang berkumpul, menyanyi, bersorak, bertepuk tangan, dan tertawa bersama. Suasana itu sangat hidup, penuh dengan energi positif dan kebahagiaan yang bisa dirasakan setiap orang yang ada di sana.Â