Mohon tunggu...
Dee Daveenaar
Dee Daveenaar Mohon Tunggu... Administrasi - Digital Mom - Online Shop, Blogger, Financial Planner

Tuhan yang kami sebut dengan berbagai nama, dan kami sembah dengan berbagai cara, jauhkanlah kami dari sifat saling melecehkan. Amin.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Mengejar Mimpi Jadi Penulis

25 Mei 2016   14:21 Diperbarui: 2 Juni 2016   11:50 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya baru memiliki keinginan jadi penulis saat majalah Female membahas profesi penulis dengan nara sumber Clara Ng yang mengatakan bahwa tujuannya untuk menulis agar bisa meninggalkan warisan abadi bahkan ketika dia sudah pergi. Memang tulisan apalagi jika dibukukan akan tetap ada walaupun kita sudah tiada. Seperti buku seri petualangan Karl May, Ibu saya membaca saat masih kuliah. Dan beliau mewariskannya pada saya yang jadi ketagihan membacanya. Majalah Female juga menyertakan wawancara dengan Hetih Rusli – editor terkemuka Gramedia.

Jadilah saya memiliki mimpi tanpa batas (Unlimit 8)  jadi Penulis. Awalnya sedikit bingung bagaimana memulainya. Hingga majalah Female memberi kesempatan pembacanya untuk mengisi rubrik He says She says sesuai dengan tema yang ditentukan. Tak dinyana tiap bulan tulisan saya dimuat, terkadang dalam He Says. "Mbak, kok tulisan saya dimasukin dalam He Says?”

Oriana Titisari si Penanggung Jawab Rubrik menjawab, ”Pemikiran seperti itu lebih cocok jadi pemikiran seorang lelaki.” Wah baru tahu kalau saya bisa berpikir ala lelaki.

Saya mulai mencoba nulis di media lain seperti Chic dan Pesona. Menulis feature~feature demikian jauh lebih mudah dibanding menulis Fiksi tapi saya menanamkan dalam hati bahwa suatu saat saya akan menulis Fiksi. Entah kenapa perhatian saya tertuju pada Hetih Rusli, sosok editor Gramedia bertangan dingin yang melahirkan banyak novelis2 ternama. Jadilah artikel tentang Hetih Rusli, saya simpan di scrap book.

”Suatu hari ingin dieditorin Hetih Rusli” Demikian tekad saya. Saya melanjutkan nulis di beberapa website/ komunitas online sebab menulis di media massa terdapat banyak batasan bagi penulis amatir. Ternyata menulis di media/ komunitas online mengasyikkan hingga saya nyaris lupa menulis ke media massa jika suatu hari saya tidak dikirimi email seorang editor penerbit major usai membaca tulisan2 online saya. Singkat cerita, kumpulan tulisan online tentang urban life akhirnya diterbitkan dalam buku berjudul DARE TO BE URBANISTA.

Anehnya usai buku tersebut terbit, saya malah makin penasaran untuk bisa menulis Fiksi makanya pas ada Writing Course diselenggarakan majalah More. Saya segera mendaftar. Ternyata oh ternyata salah seorang pemberi materinya adalah Hetih Rusli, berarti dream come true. Kami menimba ilmu menulis fiksi dari para penulis ternama seperti Clara Ng, Ayu Utami dan Okky Madasari. Dan mendapat coaching dari para editor Gramedia termasuk Hetih Rusli. Tiap satu materi pengajaran selesai selalu dilanjutkan dengan PR menulis fiksi termasuk untuk menuliskan Fiksi Fantasi yang ternyata diberi beberapa catatan kaki dari Hetih Rusli. Usai seluruh materi diberikan, kami mendapat tugas untuk menulis fiksi yang nantinya akan diterbitkan dalam satu buku kompilasi. 

Wah tentunya kami bersemangat untuk mengerjakan tugas tersebut. Siapa nyana itu tugas yang berat. Beberapa kali naskah saya ditolak, bener2 ditolak tanpa diminta revisi. Sekitar empat  fiksi saya ditolak sehingga saya merasa perlu untuk mengendapkan segala perasaan dan mengosongkan pikiran. Saya kemudian menempatkan diri sebagai subyek yang akan ditulis.Mencoba merasakan jika berada di posisi sang subyek dengan permasalahan yg dihadapinya. Dengan cara demikian saya akhirnya bisa menuliskan sebuah fiksi yang diterima editor.

Ketika tiba saat peluncuran buku yang diberi judul Celoteh Perempuan, Hetih mengungkapkan bahwa pemuatan urutan fiksi dibuat sesuai dgn kualitas fiksi. Fakta bahwa fiksi saya dalam urutan ke enam dari enambelas cerita cukup menyenangkan. Ada empat orang yang tidak mengumpulkan cerita menunjukan bahwa ini tugas yang cukup berat.

Sementara itu usai fiksi fantasi mendapat penilaian,  saya share di sebuah website penulis serta ke beberapa grup FB penulisan. Tak dinyana ada yang menawar untuk difilmkan. Segera saya konsultasikan hal ini pada Ayu Utami dan mendapat input yang berharga terutama mengenai harga sebuah cerpen yang difilmkan dibanding jika telah menjadi novel atau skenario sekaligus. Baiklah info dicerna dan disimpan. Di lain pihak, saya mendapat klien seorang sutradara film membuat saya teringat ucapan Paul Coelho  di The Alchemist, “when you want something, all the universe conspires in helping you to achieve it,” istilah Prof Johannes Surya “Semesta Mendukung.” Kembali saya konsultasikan soal tawaran memfilmkan fiksi fantasi tersebut. Kali ini sang Sutradara malah membukakan wawasan untuk menggarap sendiri film tersebut dengan beberapa cara pendanaan yang tak pernah saya bayangkan sebelum. Other people money with Win-Win scheme

Memakai uang orang lain tetapi dgn skema win~win solution. Tak lama setelah itu ada sebuah dana hibah ditawarkan untuk proyek2 sosial yang membutuhkan pendanaan. Saya menganggap calon film saya merupakan proyek sosial karena biarpun melibatkan perangkat fantasi tapi ini berkisah tentang pemberantasan korupsi. Seorang teman mengingatkan bahwa kawan yg satu ini merupakan org yg berada di balik layar pembuatan suatu film. Saya diminta berkonsultasi dengannya, jadilah kami berdiskusi tentang pembuatan film berjam-jam dg beliau, saya makin paham dunia pembuatan dan penjualan film. 

Sayangnya saya tak dapat menyelesaikan proposal tepat waktu (24 jam). Sama sekali tak ada rasa putus asa karena saya selalu meyakini everything happens for good reason. Lagipula novelnya pun belum jadi. Untuk sementara saya simpan dulu soal produksi film. Sembari menulis novelnya, malah terpikir untuk membukukan tulisan terkait masalah sosial ekonomi di Indonesia dengan menggandeng 3 teman penulis. Naskah sudah dikompilasi, proposal diajukan ke penrbit major yang antusias menerimanya. Berbulan terlewati tak ada kabar dari penerbit dan ketika saya hubungi malah menjawab,”mbak untuk mengupas masalah korupsi diperlukan keahlian dan jam terbang. Jadi kami belum bisa menerbitkan naskah mbak.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun