Sekitar setahun yang lalu, saya diprospek oleh seorang Agency Director sebuah perusahaan asuransi jiwa untuk menjadi agen. Sang Agency Director mempresentasikan sistim bisnis mereka yang sudah go digitalsehingga sangat memudahkan agen untuk berjualan pada calon nasabah. Presentasi  perhitungan asuransi bisa dilakukan on the spot melalui applikasi mobile, mengisi dan menandatangani  formulir applikasi  juga bisa langsung dilakukan secara online. Saya cukup terkejut melihatnya karena ini mempermudah serta mempersingkat kerja seorang agen. Sayangnya tidak semua perusahaan asuransi jiwa memiliki applikasi digital seperti ini. Selagi menimbang tawaran tersebut, saya mendapat kabar bahwa Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia  akan menggelar perhelatan Digital and Risk Management in Insurance ( DRIM ) pada tanggal 22-23 Februari 2018 di Bali.
Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI )sendiri merupakan wadah bagi seluruh Perusahaan Asuransi Jiwa di Indonesia. Ada 60 perusahaan Asuransi Jiwa dan 4 perusahaan Reasuransi menjadi anggotanya.
Menarik saat mencermati data perkembangan total premi AAJI dari tahun ke tahun dengan posisi terakhir pada kuartal II dari tahun 2017, ada shifting yang luar biasa dari pencapaian agen dan bancassurance yang  dominasinya dipegang oleh bancassurance dengan pangsa 43.2% sementara agen mencapai  33.7%. Padahal di tahun 2015, pencapaian agen 44.5%, bancassurance 36.7%. Sementara jalur distribusi alternatif ( antara lain melalui digital ) tumbuh sebesar 5%.  Berarti ada potensi pertumbuhan yang cukup besar dari jalur distribusi alternatif. Pelaku bisnis perlu mengubah sikap dalam menjalankan bisnisnya.
AAJI menyadari potensi pertumbuhan dari dunia digital sebab mengutip data "Digital in 2017: Southeast Asia." Dari We are Social & Hootsuite (2017) bahwa dari 262 juta populasi di Indonesia, 50% diantaranya atau sekitar 132.7 juta jiwa adalah pengguna internet. 106 juta merupakan pengguna aktif social media dimana 92 juta jiwa mempergunakan aplikasi mobile. Ini mengindikasikan potensi pasar yang besar pada informasi real time serta keinginan mendapatkan akses layanan dimanapun dan kapanpun. Â Karenanya Ketua Umum AAJI Hendrisman Rahim menyampaikan bahwa perkembangan teknologi digital tidak bisa disikapi oleh industri secara reaktif.
Perkembangan dunia digital ini malah terlebih dahulu sudah diantisipasi oleh para pelaku bisnis digital dengan membuat market place yang berjualan  produk asuransi jiwa dari berbagai perusahaan. Biasanya 1 market place bisa menjalin kerjasama dengan 10 perusahaan asuransi. Market place ini pada dasarnya bersifat layaknya broker.
 Mungkin saja karena pada dasarnya orang Indonesia belum cukup melek asuransi jiwa. Akses yang mudah melalui teknologi digital dan social media kiranya bisa membuat orang Indonesia lebih mudah mengakses informasi yang diperlukan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H