Banyak keunikan dari kearifan lokal masyarakat Papua yang menjadi kekayaan budaya, salah satunya kearifan lokal masyarakat adat suku Killis dari Suku Besar Moi di Distrik Wisai Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat, yang terkenal gigih menjaga kekayaan obat-obatan alami yang terkandung di hutan.
Dalam lingkungan masyarakat Suku Killis, terdapat sebuah lembaga pendidikan non formal yang bernama Kambik. Program pendidikan dalam ‘Kambik’ dilakukan untuk mengajar para siswanya agar bisa memahami alam dan bisa berkomunikasi dengan alam secara magis. Banyak kaum pria dari Suku Killis yang belajar di lembaga pendidikan adat ‘Kambik’ dan memang kaum pria yang diutamakan.
Bagi Suku Killis, seorang pria dianggap sebagai laki-laki seutuhnya jika ia sudah lulus dari lembaga pendidikan ‘Kambik’. Sebab setiap pria yang yang sudah lulus dari lembaga pendidikan ini dipastikan ia sudah benar-benar memahami lingkungan dan bisa berkomunikasi dengan lingkungannya.
Pandangan masyarakat tentang hal menjadi laki-laki seutuhnya ini didasarkan pada proses penciptaan Adam, dimana dijelaskan bahwa Adam adalah manusia pertama yang diciptakan dari tanah. Adapun tanah merupakan tempat hidup segala mahluk. Untuk itu, seorang pria sebagai generasi Adam harus mengetahui segala sisi alam tersebut. Sebab alam adalah bagian dari dirinya.
Dalam pendidikan adat ‘Kambik’, para siswa dari Suku Moi juga diajarkan bahasa-bahasa tanah yang tidak semua orang mengetahuinya. Artinya, setelah lulus dan bisa berkomunikasi dengan alam, maka dipastikan ia bisa menjaga alamnya.
Masyarakat Suku Moi yang bermukim di daerah pegunungan ini, sangat memperhatikan kekayaan alamnya, termasuk kekayaan alam yang berkhasiat sebagai bahan obat-obatan. Mereka bisa mengidentifikasi semua jenis dan bahan obat yang tersedia di hutan yang mereka jaga.
Uniknya, para alumnus dari pendidikan adat ‘Kambik’ tidak diperbolehkan untuk memegang jabatan pemerintahan modern, termasuk jabatan dalam lembaga masyarakat adat. Namun mereka dijadikan sebagai Dewan Adat yang berfungsi sebagai pemimpin spiritual masyarakat adat Suku Killis.
Tak hanya itu, keunikan lain dari alumnus lembaga pendidikan ‘Kambik’ adalah sangat jarang mereka turun ke kota. Mereka banyak menghabiskan waktu belajar di gunung sebagai penjaga hutan. Kondisi kehidupan sosial masyarakat di wilayah Suku Moi pun berjalan harmonis meski di wilayah (kampung) terdapat masyarakat pendatang yang bukan orang asli Papua.
Sumber: Andreas Deda, Cahaya Papua
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H