Mohon tunggu...
Dava Fauzy
Dava Fauzy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya adalah mahasiswa Jurnalistik di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Saya adalah seorang pribadi yang cukup tertarik dengan dunia media sosial. Oleh karena itu saya ingin menuangkan semuanya di platform-platform yang tersedia.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keselarasan Adab dan Ilmu dalam Retorika Dakwah

25 Juni 2024   19:31 Diperbarui: 25 Juni 2024   19:36 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dr. Syamsul Yakin dan Muhammad Dava Fauzy (Dosen dan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)/dokpri

Sebagai disiplin ilmu, dakwah dan retorika harus dikembangkan berdasarkan prinsip netralitas nilai. Ini berarti bahwa pengembangan ilmu dakwah dan retorika harus didasarkan pada landasan ilmiah semata, tanpa dipengaruhi oleh pertimbangan adab.

Namun, dalam praktiknya, dakwah dan retorika tetap mengandung adab. Meskipun ilmu-ilmu ini pada dasarnya bersifat netral, mereka harus mempertimbangkan kebenaran dan konsekuensi dari penerapannya. Jadi, dakwah dan retorika tidak bisa sepenuhnya terlepas dari adab yang diambil dari ajaran agama dan budaya.

Karena itu, adab dan ilmu dalam retorika dakwah perlu disatukan. Dalam hal ini, berlaku prinsip bahwa ilmu harus melayani kemanusiaan, bukan hanya demi ilmu itu sendiri. Artinya, ilmu harus digunakan untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat, yang menggarisbawahi pentingnya adab.

Secara praktis, retorika dakwah bukan hanya tentang menyampaikan pesan secara efektif dan menarik, tetapi juga tentang mematuhi aturan kesopanan, keramahan, dan budi pekerti. Dakwah pada dasarnya bersifat subjektif, penuh nilai, dan retorika sendiri berasal dari sistem budaya tertentu.

Seiring perkembangannya, retorika yang awalnya berasal dari budaya dan seni tutur, kemudian menjadi pengetahuan dan akhirnya diakui sebagai ilmu, pada puncaknya harus tetap terikat oleh adab. Jadi, budaya, seni, pengetahuan, dan ilmu harus selalu disandingkan dengan adab.

Demikian juga dengan dakwah. Meskipun dimulai dari ajaran agama dan kemudian berkembang menjadi pengetahuan dan ilmu yang lebih formal, dakwah harus selalu didampingi oleh adab. Ini mencakup kesopanan, keramahan, dan budi pekerti yang harus dimiliki oleh seorang dai.

Menggabungkan adab dan ilmu dalam retorika dakwah mengharuskan kita untuk menolak komodifikasi dakwah. Komodifikasi ini terjadi ketika dakwah diperlakukan sebagai barang dagangan, padahal dai yang berilmu dan beradab akan menolak menjadikan dakwah sebagai komoditas.

Dai dan partner dakwah tidak boleh memanfaatkan dakwah untuk keuntungan bisnis. Namun, mendakwahkan prinsip bisnis itu sendiri diperbolehkan karena banyak tokoh agama yang juga pedagang. Intinya, seorang dai harus memperjuangkan dakwah sebagai panggilan hidup, bukan sebagai sumber penghasilan utama.

Mengintegrasikan adab dan ilmu dalam retorika dakwah juga mengarah pada pengertian baru tentang profesionalisme bagi seorang dai. Profesionalisme bukan berarti menjadi terkenal atau memerlukan manajer, tetapi melibatkan penerapan adab dan ilmu dalam dakwah dan retorika.

Profesionalisme bagi seorang dai tidak berarti dia hanya hidup dari berdakwah. Seorang dai boleh memiliki pekerjaan lain, tetapi tetap harus profesional dalam berdakwah. Ini berarti dia harus benar-benar memahami dan menjalankan apa yang dia katakan berdasarkan adab dan ilmu yang dimilikinya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun