Sosiologi hukum adalah cabang ilmu yang mengkaji hubungan antara hukum dan masyarakat. Fokus utamanya adalah bagaimana hukum memengaruhi dan dipengaruhi oleh nilai, norma, dan struktur sosial. Sebagai fenomena sosial, hukum tidak hanya menjadi aturan tertulis, tetapi juga bagian dari interaksi masyarakat. Hal ini terlihat dari fungsi sosiologi hukum yang menganalisis efektivitas hukum dan konflik antara aturan hukum dengan praktik sosial. Misalnya, perubahan hukum tentang kesetaraan gender yang terjadi akibat tekanan sosial menunjukkan keterkaitan erat antara hukum dan dinamika masyarakat.
Dalam praktiknya, hukum sering kali tidak berjalan sebagaimana mestinya karena adanya ketidaksesuaian antara hukum tertulis dan realitas di masyarakat. Faktor seperti budaya lokal, kepentingan politik, dan lemahnya penegakan hukum dapat menghambat penerapan aturan yang ideal. Pendekatan dalam studi hukum terbagi menjadi normatif, yang berfokus pada analisis aturan tertulis, dan empiris, yang meneliti penerapan hukum dalam kehidupan nyata. Kedua pendekatan ini saling melengkapi dalam memberikan pemahaman yang utuh tentang hukum.
Madzhab pemikiran hukum memberikan berbagai perspektif menarik. Positivisme memandang hukum sebagai aturan formal yang tidak terhubung dengan moralitas, sedangkan sociological jurisprudence menekankan bahwa hukum harus menjadi alat untuk memenuhi kebutuhan sosial. Konsep living law memperlihatkan bagaimana hukum tumbuh secara alami dalam masyarakat, sementara utilitarianisme menekankan bahwa hukum harus memberikan manfaat terbesar bagi banyak orang. Pemikiran tokoh-tokoh seperti Emile Durkheim dan Ibnu Khaldun juga memperkaya pemahaman. Durkheim melihat hukum sebagai cerminan solidaritas sosial, sedangkan Ibnu Khaldun menekankan pentingnya solidaritas kelompok (asabiyyah) dalam membentuk kekuatan hukum.
Efektivitas hukum bergantung pada berbagai faktor, seperti keadilan isi aturan, penerimaan masyarakat, dan kekuatan penegakan hukum. Selain itu, hukum berfungsi sebagai alat kontrol sosial untuk mencegah konflik dan menjaga harmoni dalam masyarakat. Contohnya adalah penerapan aturan jam malam untuk remaja. Dalam konteks legal pluralism, keberadaan berbagai sistem hukum seperti hukum adat, agama, dan negara menunjukkan bahwa hukum tidak berdiri sendiri, melainkan saling berinteraksi.
Pendekatan sosiologis dalam hukum Islam juga menyoroti pentingnya memahami bagaimana hukum diterapkan sesuai dengan konteks budaya dan sosial masyarakat. Praktik seperti mahar dalam pernikahan menjadi salah satu contoh bagaimana hukum Islam diinterpretasikan secara lokal. Keseluruhan materi ini menunjukkan bahwa hukum tidak hanya menjadi aturan formal, tetapi juga bagian integral dari dinamika masyarakat yang terus berubah.
Artikel ini ditulis oleh Davilla Nasya Aulodia Ardhana untuk memenuhi tugas UAS Sosiologi Hukum yang diberikan oleh Muhammad Julijanto, S.Ag., M.Ag. sebagai pengampu mata kuliah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H