Menjadi blogger radikal? Mengapa tidak? lho kok radikal. Bukankah paham radikal itu berbahaya. Sebentar dulu. Mari kita telisik lebih dalam apa yang dimaksud radikal.
Mari kita buka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dan cari apa sebenarnya arti kata radikal itu. Menurut KBBI, kata radikal memiliki banyak arti. Pertama, Â secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip). Kedua, politik amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan). Ketiga, maju dalam berpikir atau bertindak.
Nah, menjadi blogger radikal artinya menjadi blogger yang berpikiran dan bertindak maju dan menjadi aktor perubahan yang mendasar. Menjadi seorang blogger yang radikal tidak ada kaitannya dengan orang yang gemar mengkafir-kafirkan orang kemudian main pukul hingga bunuh orang itu.
Kata radikal sebenarnya tidak tepat dilekatkan kepada kelompok atau orang yang gemar mengkafir-kafirkan. Kata radikal juga tidak pantas dilekatkan pada orang yang suka main kekerasan kepada pihak yang tidak sependapat dengannya. Kata radikal terlalu mulia dilekatkan kepada mereka. Mereka adalah kelompok atau orang yang intoleran bukan radikal.
Nah, kembali ke persoalan blogger radikal. Syarat menjadi blogger radikal tidaklah sulit. Kita hanya perlu membekali diri kita dengan berbagai macam bacaan sebagai referensi kita dalam menulis. Kita juga perlu bergaul dengan masyarakat, utamanya mereka yang dalam posisi lemah, sehingga kita dapat menyelami persoalan yang mereka hadapi. Menyelamai persoalan masyarakat bawah ditambah membaca berbagai macam bacaan adalah perpaduan sempurna bagi para blogger untuk berpikir dan bertindak maju serta mengutarakan perubahan sosial secara mendasar.
Bila kita menjadi blogger radikal, kita tidak terjebak untuk menyimpulkan sebuah persoalan hanya pada permukaannya saja. Kita akan melihat persoalan lebih dalam dan utuh. Misalnya, bila ada berita mengenai penggusuran warga miskin di bantaran sungai untuk proyek revitalisasi atau normalisasi sungai, maka seorang blogger yang radikal akan melihatnya lebih dalam dan utuh dengan mengaitkannya pada persoalan tata ruang kota dan dominasi penguasaan lahan. Seorang blogger radikal akan melihat dominasi penguasaan lahan oleh segelintir orang kaya menjadi akar persoalan mendasar bukan orang-orang miskin yang terpaksa tinggal di bantaran sungai.
Begitu pula bila ada berita terkait maraknya ujaran kebencian berlandaskan SARA yang marak akhir-akhir ini, maka seorang blogger radikal tidak akan hanyut dalam propaganda kebencian itu. Seorang blogger radikal akan melihat situasi ekonomi-politik apa yang hendak dikaburkan dengan maraknya ujaran kebencian berdasarkan SARA tersebut. Begitu pula ketika ada propaganda bangkitnya komunisme di Indonesia, maka seorang blogger radikal justru akan melihat kepentingan elite apa yang sedang dibangun di balik munculnya propaganda bangkitnya komunisme di Indonesia.
Blogger radikal dengan sendirinya bukanlah sosok yang intoleran. Kenapa? Karena ia membaca dan memeriksa berbagai sumber sebelum memproduksi konten di blog. Ia bisa belajar dari pihak mana saja, baik dari ekstrim kanan hingga kiri, dan menembus batas perbedaan agama, ras dan golongan. Blogger radikal tidak mencari siapa yang benar tapi apa yang benar dan menjadi akar persoalan di masyarakat.
Begitulah blogger radikal. Masih takut menjadi blogger radikal? Masih enggan menjadi blogger radikal?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H