Demonstrasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) kemarin (09/5) di depan gedung KPK berakhir ricuh. Ada aksi bakar ban, lempar batu hingga pengrusakan papan nama di gedung KPK.
Sebagai muslim yang pernah mengikuti Latihan Kader (LK) I HMI, saya malu membaca berita tentang ricuhnya demonstrasi itu. Jika HMI merasa tersinggung oleh ucapan salah satu komisioner KPK, mengapa gedung KPK yang dibiayai oleh uang pajak jutaan rakyat Indonesia ikut dirusak. Sebagai pembayar pajak, tentu rakyat sulit memahami demonstrasi ricuh di gedung KPK itu.Â
Jika HMI ingin menunjukan militansinya dalam berdemonstrasi, mengapa tidak ditunjukan ketika Bambang Widjojanto (BW) dikriminalisasi saat menjadi komisioner KPK. Bukankah, BW juga alumni HMI?Â
Jika HMI ingin mengulang militansi gerakan mahasiswa 1998, mengapa tidak berdemonstrasi saat pemerintah getol ingin ikut perjanjian perdagangan bebas TPP (Trans-Pasific Patnership) yang disponsori Amerika Serikat atau berdemonstrasi membela jutaan nelayan yang tersingkir akibat proyek reklamasi yang terjadi di hampir setiap kota pesisir di Indonesia. Atau berdemonstrasi membela jutaan warga yang berpontensi tergusur akibat gencarnya pemerintah menarik investor di sektor sumberdaya alam. Atau berdemonstrasi saat Presiden Jokowi mengeluarkan paket-paket deregulasi untuk liberalisasi ekonomi secara besar-besaran.Â
Sebaiknya HMI dengan rendah hati segera meminta maaf kepada pembayar pajak karena insiden ricuh demonstrasi kemarin. Para pembayar pajak lah yang selama ini membiayai perawatan gedung KPK. Jika HMI bermasalah dengan salah satu komisioner KPK, janganlah gedung KPK yang dibiayai oleh pajak rakyat itu ikut dirusak. Sekali lagi, segeralah meminta maaf kepada rakyat yang membayar pajak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H