Salah satu persoalan krusial di Indonesia adalah stunting. Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, prevalensi stunting Balita di Indonesia mencapai 24,4% pada 2021. Artinya, hampir 1 dari 4 Balita mengalami stunting. Dengan demikian prevalensi stunting Indonesia termasuk dalam kelompok sedang menurut standar World Health Organizations (WHO).Â
Di beberapa provinsi, prevalensi stunting balita bahkan masih berada di atas 30% seperti terlihat pada grafik di bawah tabel ini. Dalam grafik tersebut terlihat beberapa provinsi memiliki warna paling gelap dibandingkan dengan provinsi lainnya. Provinsi tersebut adalah Nusa Tenggara Timur/NTT dengan prevalensi stunting sebesar 37,8%, Sulawesi Barat sebesar 33,8%, Aceh sebesar 33,2%, Nusa Tenggara Barat/NTB sebesar 31,4%, Sulawesi Tenggara sebesar 30,2%, serta Kalimantan Selatan sebesar 30%.
Menurut calon presiden dan wakil presiden (capre/cawapres) Prabowo-Gibran, salah satu cara untuk mengatasi stunting adalah pemberian makan siang dan susu gratis. Sekilas program, yang akan habiskan anggaran ratusan trilyun rupiah ini, seperti solusi persoalan stunting. Namun, bila kita menggunakan cara berpikir sistem pangan, program ini adalah solusi palsu. Progam makan siang dan pemberian susu gratis hampir bisa dipastikan akan gagal dan hanya menghabiskan uang pajak warga di APBN.
Kenapa bisa demikian?
Ya, kalau kita berpikir sistemik. Persoalan stunting adalah persoalan yang ada di puncak gunung es. Persoalan mendasarnya adalah buruknya sistem pangan di Indonesia. Jika kita memakai kacamata sistemik daam melihat stunting, kita akan menemukan bahwa persoalan mendasarnya bukan sesederhana bahwa warga tidak bisa makan siang setiap hari. Persoalan stunting terkait dengan cara bertani tanaman pangan, logistik, divesifikasi pangan, krisis iklim hingga pola prilaku masyarakat terhadap pangan. Elemen-elemen itu saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Peneyelesaiannya pun harus sistemik, tidak parsial dengan memberikan makan siang dan susu gratis.
Program pencegahan stunting memerlukan solusi yang beragam, termasuk pola makan sehat, keberagaman sumber pangan, dan masih banyak lagi. Tanpa solusi yang menyeluruh, program pencegahan stunting akan sulit atau bahkan mustahil dicapai. Berdasarkan data  Global Food Security Index tahun 2019, Indonesia memiliki permasalahan dalam infrastruktur pertanian, termasuk distribusi pangan. Kelemahan distribusi pangan dapat menyebabkan kekurangan pangan di banyak daerah, terutama di daerah rawan pangan.
Jadi sebagai pemilik kedaulatan rakyat, kita perlu kritis. Jangan sampai kita tertipu oleh janji-janji manis capres atau cawapres yang terpilih menjadi presiden justru implementasi programnya akan gagal dan hanya menghamburkan uang pajak kita di APBN.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H