Mohon tunggu...
Firdaus Cahyadi
Firdaus Cahyadi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Firdaus Cahyadi, penikmat kopi dan buku. Seorang penulis opini di media massa, konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana di Media, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Untuk layanan pelatihan dan konsultasi silahkan kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Isu Krisis Iklim dan RUPS BNI

16 Februari 2022   14:01 Diperbarui: 16 Februari 2022   14:07 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Maret tahun ini (2022), jika tidak ada aral melintang BNI akan menggelar RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Tentu ini sebuah acara yang istimewa bagi bank BUMN papan atas seperti BNI. Terlebih, di 2021 bank BUMN ini berhasil mengumpulkan laba yang fantastis.

Namun, angka-angka yang mengindikasikan akumulasi laba BNI tentu tidak banyak berarti di tengah ancaman bencana akibat krisis iklim. Semua bisa menjadi korban dari bencana krisis iklim, dari buruh hingga CEO bank, seperti BNI sendiri. 

Kerugian negara pun tidak sedikit untuk mengatasi persoalan ini. Semua pihak, termasuk BNI harus merespon persoalan krisis iklim ini. Terlebih di berbagai kesempatan BNI mengklaim dirinya sebagai Green Banking.

Ajang RUPS bisa menjadi indikator, apakah klaim green banking BNI selama ini benar adanya, atau sekedar greenwashing alias strategi marketing saja yang seolah-olah peduli lingkungan hidup?

Persoalan krisis iklim tidak bisa dipisahkan dengan kebijakan pendanaan BNI. Pada April 2021, Bank BNI bertindak sebagai salah satu agen fasilitas dalam pemberian kredit sindikasi sebesar USD 400 juta untuk Adaro.

 Adaro sendiri merupakan produsen batu bara terbesar kedua di Indonesia yang memiliki cadangan batubara sebesar 1,1 miliar ton. Apabila seluruh cadangan batu bara Adaro ini dibakar untuk pemakaian pembangkit maka berpotensi menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK), penyebab krisis iklim, sama dengan emisi tahunan negara India.

Bayangkan betapa makin parahnya krisis iklim yang akan terjadi. Betapa  akan makin banyak bencana iklim, seperti banjir, badai dan kekeringan yang akan terjadi di berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia.Keselamatan manusia dan alam akan menjadi korban dari model bisnis perbankan yang masih mendukung pembiayaan energi kotor, batu bara.

Bulan Maret 2022 ini, BNI akan manggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Fossil Free Kampus Indonesia sudah mulai melakukan desakan kepada BNI agar menghentikan pendanaan proyek energi kotor batu bara. Petisi fossil free kampus dapat dilihat di sini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun