Mohon tunggu...
Firdaus Cahyadi
Firdaus Cahyadi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Firdaus Cahyadi, penikmat kopi dan buku. Seorang penulis opini di media massa, konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana di Media, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Untuk layanan pelatihan dan konsultasi silahkan kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial

Sektor Perbankan Indonesia Dinilai Hambat Transisi Energi Terbarukan

1 September 2021   10:14 Diperbarui: 1 September 2021   12:52 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Makin cepatnya krisis iklim terjadi, seperti dilaporkan Intergovernmental Panel Climate Change (IPCC), memicu negara-negara maju untuk berlomba melakukan transisi energi dari fosil ke energi terbarukan. "Jerman misalnya, menargetkan tidak lagi memakai PLTU batu bara pada 2030."ungkap Sisilia Nurmala Dewi, Koordinator 350.0rg untuk Indonesia.
 

Jika tidak mau ketinggalan, lanjut Sisil, Indonesia juga harus mulai secara serius merencanakan transisi energi terbarukan. "Terlebih Indonesia memiliki sumber energi terbarukan itu," ujar Sisil, "Sumber energi terbarukan yang ada di Indonesia itu, antara lain, energi matahari, angin, gelombang dan pasang surut air laut."

 
Jika semua sumber energi terbarukan itu bisa dimanfaatkan, jelas Sisil, Indonesia akan bisa melampaui negara-negara maju tersebut. "Energi terbarukan bukan saja akan menghantarkan Indonesia menuju ketahanan namun juga kedaulatan energi," jelasnya, "Namun, di Indonesia, transisi energi terbarukan terhambat bukan hanya oleh lemahnya kemauan politik pemerintah tapi juga komitmen bank-bank nasional untuk mewujudkannya."
 

Sektor perbankan nasional, menurut Sisil, masih belum menghentikan pendanaannya untuk proyek-proyek energi kotor batubara. "Padahal sudah jelas bahwa batubara adalah penyebab krisis iklim," lanjut Sisil, "Bahkan tujuh negara maju yang tergabung dalam kelompok G7 telah sepakat menghentikan pendanaan internasional untuk proyek batubara pada akhir tahun ini."

Sayangnya, lanjut Sisil, langkah progresif dalam menghentikan pendanaan batubara itu belum diikuti perbankan nasional. "Perbankan nasional masih menjadi penghambat utama terjadinya transisi energi terbarukan di Indonesia," jelasnya.
 

Bank-bank yang ikut mendanai energi kotor batubara itu, jelas Sisil, didominasi bank-bank milik negara, salah satunya BNI. "Ironisnya, BNI yang selama ini menyasar konsumen dari kalangan anak muda justru mendanai energi kotor yang mengancam masa depan mereka," jelasnya.

 
Sisil pun mengajak seluruh masyarakat mendesak bank-bank nasional, termasuk BNI, untuk menghentikan pendanaan ke proyek-proyek energi kotor batubara. "Saat ini bank-bank nasional seperti sedang berada di persimpangan jalan," ujarnya, "Bank-bank itu harus segera memilih jalan lurus dengan mendanai proyek-proyek energi terbarukan dan menghentikan pendanaan proyek energi kotor batubara."

 
350.org adalah sebuah organisasi lingkungan hidup internasional yang memiliki fokus pada krisis iklim. Organisasi ini memiliki tujuan untuk mengakhiri penggunaan bahan bakar fosil dan beralih ke energi terbarukan dengan membangun gerakan akar rumput global. Jaminan keselamatan dan keadilan untuk masyarakat dunia merupakan salah satu bagian penting dari misi 350.org.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun