Badan PBB, Panel Antar-pemerintah tentang Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel Climate Change/IPCC) baru saja mengeluarkan laporan tentang perubahan iklim yang memprihatinkan kita semua. Bagaimana tidak, laporan terbaru itu menyatakan pemanasan bumi terjadi lebih cepat dari perkiraan. Kita semua benar-benar berada di depan jurang krisis iklim.
Ini artinya bencana ekologi yang sering diprediksi datang bersamaan dengan perubahan iklim akan segera menghampiri kita semua. Beberapa waktu yang lalu misalnya, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden berbicara mengenai kemungkinan ibu kota Indonesia, Jakarta tenggelam dalam kurun waktu 10 tahun mendatang akibat perubahan iklim.
Celakanya, bukan hanya Jakarta yang terancam tenggelam. Menurut Lembaga Riset Kebencanaan IA-ITB, Kota Pekalongan, Semarang dan wilayah pesisir Demak memiliki potensi tenggelam akibat perubahan iklim. Menurut lembaga riset itu, secara keseluruhan terdapat 112 kabupaten/kota berpotensi tenggelam.
Kini, di Indonesia, frekuensi terjadinya bencana ekologi akibat perubahan iklim juga sudah semakin sering. Berdasarkan data BNPB, di 2020 telah terjadi 2.925 bencana di Indonesia, yang didominiasi bencana hidrometeorologi. Dengan rincian, kejadian banjir sebanyak 1.065 kejadian, angin puting beliung sebanyak 873 dan tanah longsor 572 kejadian.
Meskipun perubahan iklim kian cepat terjadi, namun nampaknya semua pihak masih cuek saja. Salah satu pihak yang masih cuek itu adalah sektor perbankan. Sektor ini, tanpa merasa berdosa, masih saja mengucurkan uangnya untuk mendanai proyek energi batu bara penyebab perubahan iklim.
Laporan lembaga urgewald yang berbasis di Jerman menunjukkan BNI merupakan salah satu dari enam bank nasional yang masih memberikan pinjaman ke proyek energi batubara, Â penyebab perubahan iklim, selama periode Oktober 2018 hingga Oktober 2020.
Ironisnya lagi, BNI salah satu bank BUMN yang saat ini gencar menjaring nasabah dari kalangan anak muda, namun di sisi lain kebijakan pendanaanya justru membahayakan masa depan anak-anak muda.
Suara penggiat lingkungan hidup dan para akademisi di tingkat nasional mupun internasional tentang bahaya peruabahan iklim, nampaknya belum atau justru tidak didengar CEO BNI. Hingga kini, paling tidak saat tulisan ini dibua, belum ada komitmen yang jelas dari BNI untuk menghentikan pendanaannya bagi energi tersebut. Keselamatan manusia dan bumi seperti diabaikan oleh jajaran direksi bank milik negara itu.
Jika BNI itu terus mempertahan paradigma usang ini, cepat atau lambat bank ini akan ditinggalkan oleh nasabahnya, utamanya mereka anak-anak muda. Bagaimana tidak. anak muda adalah pemilik masa depan bumi ini. Jika bumi ini rusak dan tak layak huni lagi akibat energi yang didanai BNI itu, tanpa disuruh, anak-anak muda yang kini menjadi nasabah akan hengkang.
Kesadaran anak-anak muda di Indonesia semakin meningkat terhadap isu perubahan iklim. Penelitian Angga Ariestya, Dosen Komunikasi di Universitas Multimedia Nusantara menunjukkan kesadaran kognitif kaum muda sangat tinggi terhadap perubahan iklim.
Anak-anak muda yang sudah memiliki kesadaran lingkungan hidup akan lebih memilih menjadi nasabah di bank-bank yang peduli terhadap kehidupan mereka kedepan, yaitu bank-bank yang mendanai energi terbarukan bukan batu bara. Jika ini yang terjadi, bank-bank yang mendanai energi batubara cepat atau lambat akan rontok. Apakah BNI sudah siap ditinggalkan nasabahnya dari kalangan anak-anak muda yang sudah memiliki kesadaran lingkungan hidup?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H