Mohon tunggu...
Firdaus Cahyadi
Firdaus Cahyadi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Firdaus Cahyadi, penikmat kopi dan buku. Seorang penulis opini di media massa, konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana di Media, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Untuk layanan pelatihan dan konsultasi silahkan kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial

Literasi Keuangan: Tips Memilih Bank di Era Krisis Iklim

29 Agustus 2021   14:49 Diperbarui: 29 Agustus 2021   14:49 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Beberapa hari terakhir ini di berbagai media diberitakan, sebagian negara-negara di dunia mengalami bencana banjir, tanah longsor dan badai panas. Bencana itu bukan saja telah menimbulkan kerugian harta dan benda namun juga jatuhnya korban jiwa. Para ahli menyebutnya bencana-bencana itu sebagai bencana  hidrometeorologi.

Bencana hidrometeorologi adalah bencana yang dipengaruhi atau dampaknya dipicu oleh kondisi cuaca dan iklim dengan berbagai parameternya. Contohnya, peningkatan curah hujan, suhu ekstrem, cuaca ekstrem seperti hujan lebat yang disertai angin kencang serta kilat atau petir, dan lain sebagainya.

Di negeri ini, bencana hidrometeorologi juga sudah sering terjadi. Pada April 2021 lalu, di sebuah media online, Deputi Bidang Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Lilik Kurniawan menyatakan, sebagian besar atau 95% bencana yang ada di Indonesia merupakan bencana hidrometeorologi.

Bencana hidrometeorologi ini jelas terkait dengan perubahan iklim. Tahun ini, Panel Antar-pemerintah tentang Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel Climate Change/IPCC) di bawah PBB mengeluarkan laporan bahwa pemanasan bumi terjadi lebih cepat dari perkiraan. Dalam waktu dekat ini kita bukan saja akan lebih sering mendapatkan berita tentang bencana hidrometeorologi, namun juga akan menyaksikan Ibukota Indonesia DKI Jakarta akan tenggelam. Bukan hanya Jakarta, bukan tidak mungkin, kita juga akan menyaksikan 112 kabupaten/kota di Indonesia juga tenggelam.

Berita buruknya, dapat dikatakan, dalam waktu dekat ini kita akan menghadapi krisis iklim. Ya krisis iklim, krisis yang akan merontokan sebagian besar atau justru semua capaian-capaian pembangunan.

Berita baiknya, kita semua dapat berperan dalam mencegah terjadinya bencana itu. Ya, setiap kita punya peran, termasuk kita sebagai nasabah atau calon nasabah bank. Apa kaitannya krisis iklim dengan sektor perbankan?

Sudah menjadi pengetahuan publik bahwa penyebab perubahan iklim adalah emisi gas rumah kaca (GRK) dari energi fosil. Salah satu energi fosil yang menghasilkan emisi GRK itu adalah batubara. Nah, dari sini tips sederhananya adalah pilihlah bank yang tidak mendanai proyek-proyek energi kotor batubara. Sebaliknya, pilih bank-bank yang mendanai energi terbarukan yang bebas emisi GRK.

Memang ada bank nasional yang masih mendanai energi kotor batubara? Jawabannya ada.

Sebuah laporan urgewald, lembaga yang berbasis di Jerman, menyebutan pada periode Oktober 2018 hingga Oktober 2020, ada sebanyak 6 (enam) bank nasional Indonesia yang  masih memberi pinjaman ke perusahaan batu bara. Keenam bank nasional tersebut antara lain Bank Mandiri, BNI, BRI, BCA, BTN, dan Indonesia Eximbank.

Namun, bila kita merasa masih kesulitan meninggalkan bank-bank itu, paling tidak kita bisa mendesak para CEO bank-bank tersebut untuk berhenti mendanai proyek batubara. Jika kita tetap diam dan membiarkan bank-bank tersebut tetap mendanai proyek energi kotor batubara, kita akan berdosa pada anak cucu kita. Anak cucu kita akan bertanya, kenapa nenek moyangnya diam saat bank-bank terus mendanai proyek energi kotor batu bara, penyebab perubahan iklim, yang mengancurkan masa depan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun