Pagi itu, jarum jam masih menunjukan angka 5. Namun, stasiun KRL (Kereta Rel Listrik) sudah ramai. Bukan hanya di peron stasiun yang dipenuhi calon penumpang, namun juga di toilet. Bahkan tak jarang untuk buang air besar dan kecil di toilet stasiun Bogor ini, penumpang harus rela antri. Mungkin hal yang sama juga terjadi di stasiun-stasiun lainnya. Maklum penumpang KRL Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) makin bertambah tiap harinya.Â
KRL Jabodetabek makin diminati warga. Dari hari ke hari penumpang KRL Jabodetabek terus mengalami peningkatan. Rata-rata jumlah penumpang KRL Jabodetabek mencapai 1 juta orang per-hari.
"Kami mencatat rekor penumpang harian mencapai 1.045.823 pada 24 Mei 2017 lalu. Ini adalah angka (penumpang) tertinggi sepanjang sejarah PT KCJ," kata Direktur Utama PT KCJ (KRL Commuter Jabodetabek) Muhammad Nurul Fadhila, seperti ditulis kompas.com pada 20 Juni lalu. Sebuah prestasi yang luar biasa.
Kenaikan jumlah penumpang KRL Jabodetabek akan berdampak pada pengurangan penggunaan kendaraan bermotor pribadi di kawasan itu. Dampaknya, kemacetan lalu lintas akan berkurang. Polusi udara pun juga berkurang seiring dengan penggunaan transportasi massal. Bukan hanya itu, penghematan bahan bakar fosil (bensin dan solar) pun bisa dihemat. Dari sisi lingkungan hidup, ini akan mengurangi ancaman pemanasan global.
Namun, peran KRL Jabodetabek dalam mengurangi ancaman pemenasan global sebenarnya dapat lebih dimaksimalkan. Dengan cara apa? Selain memperbaiki fasilitas dan layanan KRL, agar semakin banyak pengguna kendaraan bermotor pribadi beralih ke transportasi massal, PT KCJ juga dapat membangun instalasi biogas di setiap stasiunnya. Biogas adalah merupakan gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik. Kotoran manusia termasuk di dalamnya.Â
Di negara-negara maju, seperti Inggris, Jerman, Swedia, serta Finlandia, pemanfaatan biogas sebagai salah satu sumber utama energi terbarukan sudah lebih dahulu dilakukan. Seperti dikutip dari laman ec.europa.eu, peran biogas dan biomassa telah mencapai 65% dalam sebagai sumber energi terbarukan pada tahun 2014. Intinya, penggunaan biogas sebagai alternatif energi bukan sesuatu yang mustahil dilakukan.
Seperti ditulis di awal artikel ini, penumpang KRL Jabodetabek rata-rata per hari mencapai 1 juta. Bila 10% hingga 15% dari jumlah penumpang per hari itu saja membuang kotoran di toilet stasiun, maka dapat dibayangkan besarnya potensi biogas yang didapatkannya. Untuk proyek percontohan mungkin tidak harus semua stasiun membangun instalasi biogas. Untuk tahap awal, instalasi biogas dibangun di stasiun-stasiun KRL yang besar, seperti Jakarta Kota, Sudirman, Tanah Abang, Bogor, Bekasi dan sebagainya. Untuk prioritas lokasi stasiun yang akan dibangun instalasi biogas dapat ditentukan oleh para insinyur teknik dan pakar ekonomi. Tujuannya, supaya layak secara teknik dan ekonomi.
Biogas digunakan sebagai bahan bakar pada generator yang menggunakan BBM sebagai bahan bakarnya, baik diesel maupun bensin. Untuk metode ini, generator dapat menggunakan biogas murni maupun menggunakan sistem hibrid bersama dengan solar ataupun bensin. Bila instalasi biogas sudah dibangun di beberapa stasiun KRL besar, energi yang dihasilkan dapat digunakan untuk penerangan jalan dan ruangan di stasiun. Bayangkan bila mimpi ini sudah terealisasi, berapa energi fosil yang bisa dihemat.
Mungkin saat ini membangun instalasi biogas di beberapa stasiun masih mimpi. Namun, seringkali sebuah perubahan justru dimulai dari mimpi-mimpi tersebut. Sebagai pengguna KRL Jabodetabek, saya berharap mimpi ini sempat dibaca oleh para petingi PT KAI, KCJ dan juga Kementerian Perhubungan. Dan setelah mereka membaca mimpi tentang biogas di stasiun ini, mereka akan mewujudkannya. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H