Seringkali laporan monitoring dan evaluasi (monev) mengenai project beriisi dengan angka-angka kuantitaif. Ukuran statistik seakan menjadi sebuah pembenar bahwa sebuah project sudah mengalami keberhasilan. Dan penerima manfaat dari project pun diklaim secara sepihak diuntungkan dari project tersebut. Benarkah demikian?
Project pembuatan sumur di sebuah desa yang setiap musim kemarau mengalami kekeringan misalnya. Di akhir project misalnya, sang pelaksana project melaporkan sudah sekianpuluh sumur sudah dibangun di desa tersebut. Dari segi kuantitatif memang benar. Namun, pernahkah sang pelaksana project bertanya kepada warga desa, apakah project itu bermanfaat bagi kehidupannya.
Dan betapa terkejutnya, ketika salah seorang warga desa ditanya, sejauh mana manfaat project itu bagi kehidupannya? Apakah project pembangunan sumur membuat hidupnya berubah menjadi lebih baik?
Jawaban warga desa sungguh mengejutkan. Ternyata setelah pembangunan sumur di dekat rumahnya, justru muncul masalah baru. Masalah itu adalah munculnya wabah demam berdarah. Limpasan air sumur telah membuat nyamuk-nyamuk bersarang di sekitar sumur. Munculnya wabah demam berdarah itu justru lebih menakutkan daripada saat warga desa mengalami kekeringan di musim kemarau. "Jika di musim kemarau, kita masih bisa mencari air di desa tetangga, " ujar salah seorang warga desa, "Nah, sekarang kalau sudah ada wabah demam berdarah, kita tidak bisa berbuat apa-apa, rumah sakit juga jauh dari sini."
Apa yang terjadi dalam cerita di atas tidak akan terjadi bila dalam melakukan monev tidak diisi oleh klaim para pelaksana project, melainkan memberikan kesempatan para penerima manfaat untuk menceritakan apa yang dialaminya setelah intervensi project itu. Dari sinilah kemudian metode baru dalam monev ditemukan. Metode itu adalah Menulis Cerita Perubahan. Prinsipnya, para penerima manfaat menceritakan perubahan yang telah dialami menurut presepsi mereka setelah intervensi project.
Bukan hanya itu, metode menulis cerita perubahan mendasar juga bermanfaat untuk memotret dinamika pengetahuan dari penerima manfaat project. Dengan memotret pengetahuan itulah maka pengetahuan yang muncul itu dapat direplikasi dan dimodifikasi pada project sejenis di lokasi yang berbeda. Apa dan bagaiman memulai menulis cerita perubahan itu? Saya coba searching di dunia maya. Eh, ternyata ada juga lembaga di Indonesia yang concern pada penulisan cerita perubahan itu. Lembaga itu bernama SatuDunia. Lembaga itu sudah beberapa kali menggelar pelatihan menulis cerita perubahan untuk organisais non-profit. Berharap makin banyak pihak yang concern menggunakan metode menulis ceirta perubahan dalam monev project.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H