Mohon tunggu...
Firdaus Cahyadi
Firdaus Cahyadi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Firdaus Cahyadi, penikmat kopi dan buku. Seorang penulis opini di media massa, konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana di Media, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Untuk layanan pelatihan dan konsultasi silahkan kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Ketika Teks Perundingan Free Trade Bersifat Rahasia

8 Februari 2017   08:40 Diperbarui: 8 Februari 2017   08:51 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

"Teks perundingan perdagangan bebas (free trade) itu tertutup sifatnya," kata Ditjen Perjanjian Ekonomi Kementerian Luar Negeri Guruh Langkah Samudra dalam sebuah workshop untuk jurnalis yang bertajuk "Gugatan Investor Asing VS Negara" di Jakarta (7/2). Padahal di waktu yang sama, Guruh, panggilan akrabnya, juga mengatakan bahwa perjanjian perdagangan bebas utamanya yang terkait dengan investasi berpotensi mengurangi kedaulatan negara. "Ruang untuk mengatur persoalan dalam negeri dikurangi dengan adanya perjanjian perdagangan bebas," tegasnya.

Saat ini Indonesia sedang melangsungkan perundingan perdagangan bebas ASEAN RCEP dan EU CEPA.

Namun, menurut Guruh, jika nanti akan diratifikasi teks perjanjian perundingan perdagangan bebas itu dibuka ke publik. "Sebelum diratifikasi ada konsultasi publik dari DPR," ujarnya.

Pertama, marilah kita semua menguji logika bahwa teks perundingan perdagangan bebas itu bersifat tertutup. Isi dari perjanjian perdagangan bebas itu sejatinya tidak hanya terbatas persoalan ekonomi, ekspor dan impor semata. Di dalam isi perjanjian perdagangan bebas mengatur pula persoalan hak-hak masyarakat yang harus dikorbankan untuk perlindungan investor. Salah satu hak masyarakat yang seringkali harus dikorbankan itu adalah hak masyarakat untuk mengakses obat murah. Atas nama perlindungan paten, maka obat-obat murah akan dibatasi bahkan dihilangkan sama sekali. Obat yang boleh beredar di masyarakat adalah obat dengan yang berpaten.

Hanya itu? Tidak. Atas nama perlindungan paten pula, kedaulatan petani atas binih pertanian harus dikorbankan. Petani harus menggunakan binih-binih paten yang dihasilkan industri pertanian. 

Berhenti samapi di situ? Tidak. Perundingan perdagangan bebas, juga menjadi ancaman bagi hak atas informasi dan pengetahuan para pengguna internet. Dalam pengaturan hak cipta di internet di hampir semua perundingan perdagangan bebas selalu membenarkan adanya pemblokiran terhadap konten yang diduga melanggar hak cipta. Dalam pengaturan hak cipta di internet di hampir semua perundingan perdagangan bebas selalu membenarkan adanya pemblokiran terhadap konten yang diduga melanggar hak cipta. Persoalan pemblokiran konten di website atau blog yang diduga melanggar hak cipta adalah persoalan yang serius dalam konteks kebebasan berekspresi, hak atas informasi dan pengetahuan di internet. Pemblokiran di internet atas nama perlindungan hak cipta akan berpotensi menyebabkan timbulnya risiko pemblokiran berlebihan (over-blocking).

Tentu masih banyak lagi dampak dari implementasi perjanjian perdagangan bebas jika diimplementasikan bagi kehidupan kita sehari-hari. Dengan dampak yang besar dan luas itu, teks perundingan perdagangan bebas justru tertutup bagi publik. Apa artinya? Artinya publik tidak bisa mengakses teks tersebut. Dan karena tidak bisa mengakses teks yang dirundingkan maka publik tidak bisa berpartisipasi memberikan masukan. Mana mungkin sebuah perundingan yang menyangkut hajat hidup rakyat justru ditutup dari pantauan rakyat.

Kedua, mari kita uji dalam fakta empiris bahwa teks perjanjian perdagangan bebas akan dibuka setelah selesai dan akan diratifikasi. Fakta di lapangan, ketika sebuah perundingan sudah usai dan menghasilkan kesepakatan, maka akan sulit sekali berubah, meskipun dalam teks itu terdapat pasal yang mengorbankan hak-hak masyarakat untuk perlindungan investor. Artinya, ketika teks perundingan perdagangan bebas itu dibuka ke publik, semuanya sudah terlambat. Rakyat yang akan terkeda dampak dari implementasi perjanjian perdagangan bebas itu tidak lagi bisa berpartisipasi untuk merubah pasal-pasal yang mengancam hak-hak hidupnya. Rakyat dalam posisi mau tidak mau, suka tidak suka harus menerima isi teks perdagangan bebas yang sudah disepakati.

Sebuah perundingan yang demokratis? Tidak perlu terlebih dahulu menjadi sarjana politik atau menjadi aktivis demokrasi untuk mengatakan bahwa perundingan perdagangan bebas yang dilakukan pemerintah jauh dari praktik demokratis. Ketika rakyat ditinggalkan dalam proses perundingan perdagangan bebas, apakah masih bisa dikatakan sebuah perundingan itu demokratis? Lantas untuk siapa sebenarnya mereka merundingkan perdagangan bebas? Untuk rakyat yang membayar pajak atau untuk akumulasi kapital dari segelintir pemilik modal? Tidak sulit rasaya untuk menjawab pertanyaan itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun