Mohon tunggu...
Firdaus Cahyadi
Firdaus Cahyadi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Firdaus Cahyadi, penikmat kopi dan buku. Seorang penulis opini di media massa, konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana di Media, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Untuk layanan pelatihan dan konsultasi silahkan kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hari Ibu, Kekerasan terhadap Perempuan Masih Berlanjut

21 Desember 2016   14:40 Diperbarui: 21 Desember 2016   14:43 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setiap 22 Desember di Indonesia selalu diperingati hari Ibu. Ya, Ibu seorang perempuan yang dekat dengan kehidupan kita. Dengan kasih sayangnya, ia membesarkan dan mendidik kita, anak-anaknya. Namun, tahukah kita bahwa meskipun hari Ibu sudah sering diperingati, tapi hingga kini perempuan belum bebas dari ancaman kekerasan. 

Berbagai bentuk kekerasan masih mengancam perempuan. Dari kekerasan rumah tangga hingga kekerasan terselubung melalui kebijakan ekonomi-politik. Pertanyaannya kemudian adalah apakah yang menyebabkan kekerasan terhadap perempuan terus berlanjut?

Kekekerasan terhadap perempuan yang terpublikasi di media-media massa dan juga data-data hasil penelitian sejatinya masih di tingkat permukaan. Lebih dalam lagi, sejatinya kekerasan perempuan sebenarnya sudah terjadi sejak ada di pikiran sebagian besar dari kita. Sebuah pikiran tetang perempuan yang merupakan hasil dari konstruksi sosial yang ditanamkan sejak kita masih belia. Pemikiran seperti apa yang bisa melahirkan kekerasan terhadap perempuan itu?

Kekerasan terhadap perempuan itu muncul ketika kita berpikir bahwa perempuan itu adalah bagian dari private property (kepemilikan pribadi). Perempuan tidak merdeka memiliki dirinya sendiri. Perempuan adalah milik orang tuanya, suaminya dan saudara laki-lakinya. Karena perempuan dianggap sebagai private property inilah maka muncullah pembenaran bagi pemiliknya untuk memperlakukan perempuan secara sewenang-wenang. Pemiliknya boleh menghardiknya, menyiksanya hingga memperjualbelikannya. 

Jika kita serius ingin menghentikan kekerasaan terhadap perempuan, maka kekerasan perempuan yang berada di pikiran sebagian dari kita itu harus disingkirkan terlebih dahulu. Perempuan bukanlah private property. Perempuan adalah patner yang setara dengan laki-laki. Perempuan bebas memilih tentang apa yang terbaik bagi mereka. Perempuan berhak terbebas dari kekerasaan. Perempuan berhak atas pendidikan dan juga memiliki akses yang sama terhadap sumberdaya alam. Pendek kata, perempuan adalah manusia seutuhnya bukan setengah manusia.

Kita ingin menghentikan kekerasan terhadap perempuan di hari Ibu? Bisa. Dan itu harus dimulai sejak dari pikiran. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun