Jokowi akhirnya telah secara sah dan konstitusional menjadi presiden terpilih Republik Indonesia ke-7. Sebuah tugas yang berat, jauh lebih berat daripada sekedar mengurus Solo dan Jakarta.
Kini saatnya kita, warga Negara Indonesia, apapun pilihannya pada pemilihan presiden 2014 lalu, untuk mengawal Presiden Indonesia ke-7 itu. Mengawal itu juga berarti mengkritik secara keras Jokowi jika mulai melanggar janji-janjinya. Apa saja janji Jokowi itu? Banyak sekali janji Jokowi. Namun ada beberapa hal janji yang menurut penulis sangat krusial untuk segera ditunaikan setelah Jokowi memegang kekuasaan Presiden.
Pertama, di sebuah tayangan berita dari stasiun televisi swasta, Jokowi pernah berjanji akan mencari aktivis yang hilang di era rejim Orde Baru berkuasa. Aktivis itu antara lain adalah Widji Thukul. Menemukan para aktivis yang hilang ini penting, karena penghilangan aktivis itu sudah terjadi lama sekali.
Kedua, saat berkunjung di Sidoarjo, Jawa Timur, Jokowi juga berjanji akan menyelesaikan kasus Lapindo dengan lebih adil. Yang perlu digarisbawahi dalam penyelesaian kasus lumpur Lapindo ini adalah apakah si-Jokowi akan menggunakan paradigma usang atau baru. Paradigma usang penyelesaian kasus Lapindo adalah menganggap semburan lumpur itu bencana alam bukan karena pengeboran. Paradigma ini mengakibatkan terjadinya reduksi persoalan ganti rugi hanya sekedar jual beli asset rumah dan tanah korban lumpur yang tenggelam. Sementara meningkatnya biaya kesehatan akibat pencemaran lingkungan hidup tidak pernah dihitung. Paradigma usang yang menganggap lumpur Lapindo adalah bencana alam juga berdampak pada tidak jelasnya siapa yang bertanggungjawab atas rehabilitasi ekologi yang sudah hancur karena lumpur.
Ketiga, Jokowi juga pernah berjanji akan membentuk lembaga independen untuk menangani persoalan konflik agraria, termasuk yang melibatkan masyarakat adat. Selama ini konflik agraria sering terjadi ketika perusahaan dan atau pemerintah merampas tanah-tanah masyarakat, termasuk masyarakat adat, dengan mengatasnamkan pembangunan ekonomi atau konservasi ekologi. Jokowi juga berkomitmen melakukan sinkronisasi beberapa regulasi yang mengabaikan hak masyarakat, termasuk masyarakat adat, atas tanahnya.
Keempat, Jokowi dalam sebuah debat bertemakan energy dan lingkungan hidup menyatakan akan mengembangkan transportasi publik di perkotaan untuk menghemat Bahan Bakar Minyak (BBM). Sayangnya janji mengembangkan transportasi publik ini yang pernah diingkari saat si-Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta. Pada saat kampanye pemilihan Gubernur DKI Jakarta Jokowi juga mengemukakan konsep memindahkan orang bukan mobil dengan cara membangun transportasi publik. Berlandaskan konsepnya itu, Jokowi pun mengkritik keras proyek 6 jalan tol dalam kota warisan Gubernur DKI Jakarta sebelumnya. Jokowi mengatakan bahwa proyek 6 jalan tol dalam kota Jakarta adalah proyek yang keliru.
Namun setelah dilantik menjadi Gubernur Jakarta, ia justru memberikan restu terhadap proyek 6 jalan tol dalam kota itu. Bahkan ia juga diam saja, saat Ahok, wakil Gubernurnya, bersikeras proyek yang tidak jelas AMDAL-nya itu untuk dipercepat pembangunannya.
Sekarang saatnya kita mendesak Jokowi untuk tidak lagi mengingkari janjinya. Iklan Jokowi yang mengidentikan dirinya sebagai sosok yang jujur harus diimplementasikan. Ada 57.18% frekuensi penayangan iklan Jokowi yang mengidentikan dirinya sebagai sosok yang jujur, sederhana dan sosok baik lainnya (lihat di http://www.iklancapres.org/iklan ).
Kita rakyat Indonesia tidak boleh berpangku tangan dan mengharapkan niat baik Jokowi untuk memenuhi janjinya. Kursi kekuasaan berpotensi untuk membuat si-Jokowi lupa. Untuk itu selaruh rakyat Indonesia harus mengawalnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H