Mohon tunggu...
Pidato Semprul 17an Janu
Pidato Semprul 17an Janu Mohon Tunggu... pegawai negeri -

memunguti remah-remah pengembaraan...

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Wig Rambut Palsu Anda.....Milik Siapa Dulunya?...

24 November 2009   15:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:12 1705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Lakukanlah di hari kamis malam jumat…”, begitu kata Ibu. Seperti sebuah petuah keramat yang harus dipatuhi oleh kami anak-anaknya, maka urusan menggunting kuku maupun cukur rambut di keluarga kami menjelma menjadi suatu prosesi ritual yang tidak boleh dilakukan di sembarang hari dan waktu. Harus di hari kamis malam jumat. Waktu masih kecil dulu, kami sih tidak terlalu protes karena pada dasarnya kami terlalu sibuk bermain sehingga memang tidak terlalu perhatian kepada urusan “remeh temeh” semisal gunting kuku dan potong rambut itu. Selalu saja Ibu yang mengingatkan ketika kuku kami sudah panjang (dan kotor) atau ketika rambut kami sudah gondrong dan poninya sudah menutupi mata. Dan dengan telaten Ibu memotongi satu persatu kuku panjang kami, mengumpulkan serpihan potongan kuku kami, dan menaburkannya ke tanah dengan penuh hikmat.

Kuku dan rambut adalah bagian hidup dari dirimu, Nak..”, Ibu berusaha menjelaskan, “Untuk tumbuh, mereka mengambil saripati yang sama dari makanan yang kalian makan. Mereka hidup…dengan nafasmu dan dalam setiap harapan serta mimpi-mimpimu. Mereka merasakan duka ketika kalian sedih, dan juga merasakan suka ketika kalian tertawa. Mereka hidup dan berjiwa…yang ruhnya adalah bagian dari ruhmu…yang jiwanya adalah bagian dari jiwamu…”

Berpuluh tahun sudah berlalu, sejak kami berpisah dari Ibu untuk menjalani kehidupan kami dan keluarga masing-masing. Seiring dengan kesibukan kami ditelan hiruk-pikuk modernitas yang semakin menumpulkan hati dengan rutinitasnya, maka petuah keramat itu sedikit demi sedikit tersingkir dari fikiran kami. Kami yang dulunya tak sepenuhnya memahami maksud perkataan Ibu tentang kuku dan rambut yang hidup dan berjiwa, kini semakin meremehkan hal itu. Hingga beberapa waktu yang lalu…

Sebuah film seram buatan Korea yang kebetulan saya tonton, the Wig (Gabal dalam bahasa Korea, terbit tahun 2005), mengingatkan saya kembali kepada petuah Ibu dan tiba-tiba saya bisa memahami kebenarannya! Film ini mengisahkan tentang seorang gadis muda penderita Leukemia, Su-hyeon, yang mendapatkan hadiah sebuah wig cantik dari sang kakak. Sebuah wig yang terbuat dari rambut asli, yang setiap kali Su-hyeon memakainya ia merasakan adanya energi baru mengalir ke dalam jiwanya. Ia merasa menjadi seseorang yang berbeda, seseorang yang lain, yang memiliki semangat dan gairah hidup! Dengan wig-nya, ia tak membutuhkan obat-obatnya lag. Ia bisa merasa sehat dan normal setiap kali ia mengenakan wig-nya….ia seakan hidup kembali! Perkembangan itu tentu saja menggembirakan untuk semuanya.

Namun dengan berjalannya waktu, mulailah terlihat keanehan-keanehan. “Sang rambut palsu” menciptakan ketergantungan Su-hyeon kepadanya. Setiap kali wig dilepas, maka kondisi Su-hyeon langsung drop melemah. Bahkan sang rambut palsu akhirnya tidak mau dilepas dari kepala plontos Su-hyeon!.. Melepas dengan paksa, akan menyebabkan kepala Su-hyeon malah terluka parah. Timbul banyak luka di kepala yang mengeluarkan darah! Semakin hari sang rambut palsu semakin merajai. karakter Su-hyeon semakin dirasuki oleh “jiwa” yang bersemayam di dalam setiap helai rambut wig itu. Jiwa dan Karakter Su-hyeon semakin terampas. Su-hyeon semakin disingkirkan dan sesosok baru muncul menguasai. Sesosok baru yang membawa kebencian dan dendam masa lalu (siapakah pemilik rambut itu dulu?...silakan temukan sendiri di film itu). Kebencian dan dendam yang amat sangat, yang “terekam” oleh setiap helai rambutnya dulu ketika ia tewas mengenaskan. Kebencian dan dendam yang mengisi setiap helai rambutnya dengan “kutukan”…dan terus membawa kutukan itu bahkan setelah ia telah menjadi sebuah wig. Dan kini kebencian itu menemukan kembali sesosok tubuh, dengan mana ia bisa mewujud dan mengekpresikan kebencian dendamnya…

Jadi, mengapa harus di hari kamis malam jumat? …Karena pada hari dan waktu itu, saat itulah posisi ruhani kita sedang dilingkupi oleh energi semesta yang bentangannya melintasi dimensi sejauh dan sedalam semesta. Itulah saat terbaik untuk doa dipanjatkan, zikir dibisikkan, shalawat dilantunkan. Itulah ruang terbaik bagi semua energi dunia untuk kembali melebur menyatu ke dalam energi semesta. Itulah saat terbaik untuk kembali pulang ke alam azali. Untuk keikhlasan jiwa-jiwa..termasuk untuk bagian jiwa yang bersemayam di serpihan kuku dan helai-helai rambut kita…. .

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun