Mohon tunggu...
Pidato Semprul 17an Janu
Pidato Semprul 17an Janu Mohon Tunggu... pegawai negeri -

memunguti remah-remah pengembaraan...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ulang Tahun Kanjeng Nabi

20 Februari 2010   13:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:49 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Akhirnya undangan itu datang juga setelah berbulan-bulan aku menunggu. Pakaian terbaik kusiapkan, merah hati warna favoritku. Wewangi rempah-rempah dan kesturi, dan kini kusiap pergi. Sebuah undangan ulang-tahunan-an tuk memperingati hari kelahiran Kanjeng Nabi. Ndak tau juga sih gimana suasananya nanti. Tapi kedengerannya sih mirip-mirip dengan acara ulangtahunan biasa yang sering aku hadiri. Kita lihat saja nanti….

Sesampainya di lokasi, undangan yang lain sudah hadir. Para tamu ramai memadati mulai dari dalam ruangan hingga tumpah keluar ujung jalan ini. Panitia menyediakan karpet dan tikar pandan bagi para undangan. Yang tidak kebagian, menggelar koran bekas di jalan-jalan dan sajadah di atasnya supaya agak empuk duduknya. Yang ingin berdiri pun dipersilakan. Biasanya mereka yang sudah agak telat datangnya dan mengerumun di gerbang dan di sudut-sudut jalan. Wah, pasti meriah sekali acaranya. Karena wajah-wajah tamu undangan semuanya tampak tak sabar menanti dibukanya acara. Panitia pun mengetuk-ngetuk mic tanda meminta perhatian, yang suaranya juga terdengar hingga ke ujung jalan melalui beberapa corong speaker yang dipasang di batang pohon dan tiang-tiang.

“Kisah kelahiran Kanjeng Nabi….”, bisik seorang Bapak di sebelahku, ketika sebuah lantunan lembut merambat di udara. Ah..sebuah biografi. Dalam beberapa kesempatan acara ulang tahun beberapa Pejabat dan Tokoh negeri ini, juga beberapa selebriti, aku dengar juga dibacakan biografi singkat yang menjelaskan bagaimana perjalanan hidup mereka sejak dilahirkan hingga momen acara ultahnya itu. Ndak jauh beda prosesinya.

Tapi yang ini….nuansanya sangat berbeda. Tak terasa hawa basa-basi atau agenda tersembunyi. Hanya ketulusan yang terasa. Hanya rasa takzim dan hormat yang jujur yang kulihat di wajah-wajah para undangan. Dan biografi melantun lembut dalam untaian kata indah, yang keindahannya bahkan terasa hingga ke hati. Sebuah kisah kelahiran yang menakjubkan dari seorang manusia paling istimewa, yang dirajut dari hadits (tradisi lisan suci) dan warta Ilahiah oleh para pecinta sejak ratusan tahun yang lalu yang diberi judul Untaian Mutiara”….

Sebuah kisah kelahiran yang mengalir dari Keindahan ke keindahan dan ke keindahan. Tak heran mereka menyebutnya untaian mutiara, karena setiap titik peristiwa bak sebutir mutiara yang memancarkan pesona…bahkan dari titik-titik peristiwa yang mendahului kelahirannya.

Sesungguhnya ada puluhan versi rajutan biografi yang digubah oleh para pecinta. Ada Ad-Diba’i, Barzanji, Burdah, Syaraful Anam, Simthud Durar, Adl-Dliyaul Lami’, dll. Namun beberapa lebih populer dari yang lainnya. Dua yang akhir, Simthud Durar (Untaian Mutiara) dan Adl-Dliyaul Lami’ (Cahaya yang Terang Benderang), adalah yang paling populer saat ini, yang banyak dibacakan di setiap acara ulang-tahun Kanjeng Nabi di negeri ini.

Dan tiba-tiba semua orang di sekitarku berdiri. Bapak di sebelahku mencolek pundakku. “Wah ada apa nih?”, tanyaku dalam hati sambil segera ikut berdiri. Semua orang berdiri dan mengangkat kedua tangannya, sebagian meletakkan telapak tangan kanannya ke dada kirinya (dimana hati berada). Biografi terus dilantunkan. Kusimak untaian kata yang kini dibawa oleh irama yang semakin memuncak. Sekarang semua undangan malah ikut melantunkannya. Ahh…ternyata sekarang sudah mencapai momen-momen kelahiran (sejenak aku teringat acara puncak ulangtahunku..tiup lilin dan ledakkan banyak petasan..) Suara keras memenuhi seluruh sudut perhelatan, namun dalam nada yang penuh penghormatan. Inilah saat-saat dimana kisah kelahiran menceritakan detik-detik kelahiran Kanjeng Nabi. Inilah saatnya berdiri memberi pernghormatan…mahalul qiyam !...

Woww!..Ada yang mendesak-desak di dalam dada ini, ketika lautan suara mengucapkan “selamat datang, duhai Kanjeng Nabi….salam keselamatan dan kebaikan bagimu, duhai Kanjeng Nabi...” . Isi dada ini terasa terus mengembang, dan sambutan selamat datang yang bersahut-sahutan akhirnya meledakkannya dalam luapan tangis dan air mata……..

Selamat ulang tahun, duhai Kanjeng Nabi… Salam sejahtera bagimu… Selamat datang, duhai cahaya awal dari segalanya... ..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun