. "Malem ini kita makan kemana?", tanyaku di malam hari ketigaku di Jogja. "Sate Klathak yo?..", usul sahabatku. "Lagii? Kemarin malam aku sudah makan di sana. Kemarin lusanya juga baru dari sana..", jelasku setengah protes tapi sambil fikiranku melayang ke jenis sate yang satu itu. "Mau lagi ga?", tawarnya lagi. "Tiga malam berturut-turut makan sate klathak? Hmmm...Tetep ga nolak!...", sambutku cepat sambil tertawa. Mobil melaju ke arah selatan kota, menuju ke arah kawasan makam raja-raja Imogiri tepatnya. Cuma sekitar lima kilometer dari kota Jogja, kami memasuki kawasan pasar Wonokromo yang ruas jalannya dikenal sebagai "jalan sate". Karena di sini banyak rumah makan yang juga menawarkan Sate Klathak, yang semuanya enak...dan bikin kangen untuk terus kembali! Buktinya ya aku ini....
. Sate klathak khas Jogja ini dibuat dari daging kambing muda yang segar dan empuk. Bedanya dengan sate kambing muda yang lain? Yang khas dari sate klathak adalah bumbunya yang "polos": hanya garam dan sedikit merica. Tidak pakai bumbu kecap atau bumbu apapun. Tapi bumbu yang "minimalis" itulah..sedikit asin tapi gurih yang justru memberi kesempatan bagi daging kambing mudanya untuk menjadi rasa utama di lidah. Kelembutannya saat dikunyah, dan kematangannya yang pas yang dihasilkan dari pembakaran yang merata dengan tungku tanah liat (anglo). Yang unik lagi, daging kambing muda itu disajikan dengan sundhuk (tusuk sate) besi jeruji sepeda! Terasa mantab digenggam, dan pas dengan karakter sate kambing sebagai makanan yang "keras" :) [caption id="attachment_172970" align="alignright" width="537" caption="Foto dari google"]
[/caption] Menunggu sate klathaknya tersaji memang agak lama, bisa setengah jam. Apalagi kalau kebetulan warungnya sedang ramai. Bisa sejam menunggu sambil terus-menerus menelan ludah karena wanginya sate yang memenuhi ruangan makan. Ndak apa-apa. Sambil menunggu kita bisa ngobrol2 santai sembari menikmati segelas perasan
jeruk nipis panas atau
teh nasgitel (panas
legi kenthel..manis dan kental) yang disajikan dalam teko kaleng model antik dan bongkahan gula batu. Weiss..mantebb!.. Untuk pilihan menu, kami memesan sate klathak plus hidangan "pendampingnya":
gule kambing dan
nasi goreng kambing. Gule kambing memberikan tambahan kuah yang gurih. Sementara nasi goreng memberikan porsi yang pas untuk "membalas dendam" karena sudah menunggu setengah jam dengan perut yang semakin lapar bernafsu hahaha.. Sate klathak nya sendiri disajikan sebanyak tiga tusuk untuk setiap porsinya, dengan masing-masing tusuk terdiri dari lima potongan besar daging kambing muda. Baiklah, ...menu sudah tersaji lengkap..dan perut sudah tak sabaran melahap. Selamat makaann..... .. Oleh-Oleh
Kuliner dari Jogja. Foto-foto koleksi pribadi kecuali foto bakaran sate dari google. .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya