Kata mereka, "Bukankah Tuhan Maha Suci? Maka Ia hanya berkenan menerima mereka yang juga suci. Sucikan dirimu, maka engkau akan menjadi tamuNya. Sucikan dirimu ikutlah menjaga kesucian jiwa-jiwa lain, maka engkau akan menjadi kekasihNya. Jadilah bala tentara pengawal kesucian, maka engkau akan bergabung dalam barisan Malaikat SuciNya...!!" Maka kitapun merasa takut untuk menjadi tidak suci. Kita takut bahwa keMaha Kelembutan dan Maha Kasihsayang akan "dikalahkan" oleh keMaha MenghukumNya dan keMaha PerkasaanNya. Tibas-tiba saja Tuhan kita lihat sebagai sosok pemarah, pendendam dan penghukum yang tidak kenal ampun. Kita ketakutan. Takut akan ketidaksucian kita.... Maka kita selalu berusaha menjaga kesucian dan kebersihan kita. Menjaga kesucian fisik dengan selalu mandi, gosok gigi, menggunting kuku, potong rambut dan luluran. Dan untuk sebagian kita, bahkan berusaha lebih keras lagi.....menjaga kesucian dengan tidak bersentuhan dengan "yang lain" (others) yang "kita nilai" tidak suci dan najis. Kita tidak mau berdampingan dengan "yang lain" yang tidak suci. Tidak mau berbaik-baik sikap apalagi menjadikan "yang lain" sebagai teman, sahabat atau pemimpin kita. Maka sebagian dari kita pun merasa memiliki kewajiban moral untuk menjaga kesucian lingkungan kita. Apa-apa yang dinilai tidak suci, harus ditebas, digusur dan disingkirkan. Termasuk mereka "yang lain" (others) adalah najis dan kotoran yang tidak pantas untuk memiliki keberadaan. "Yang lain" harus dipupus!. Maka kemudian kita malah bangga, karena merasa telah menjadi anggota barisan pengawal kesucian Tuhan. Tanpa adanya kita, kekotoran akan menodai kesucian Tuhan. Betapa hebatnya kitaa...!.. Siapakah "yang lain" itu?.....Mereka bisa siapa saja, tergantung bagaimana konstruksi pemikiran kita. Atau bagaimana pemikiran kita dikonstruksi. Banyak atribut yang bisa digunakan untuk mengkonstruksi "yang lain" itu. [caption id="attachment_110957" align="alignleft" width="341" caption="Race Genocide"][/caption] [caption id="attachment_110958" align="alignright" width="315" caption="Pembakaran Wanita yang dituduh sebagai Penyihir di abad pertengahan"][/caption] Dengan sedikit usaha, maka tiba-tiba saja fikiran kita melihat "yang lain" di antara sesama mahkluq manusia. Atribut ras bisa digunakan untuk menjadikan kaum Yahudi sebagai "yang lain" bagi rezim otoriter Nazi Jerman. Manusia kelahiran bosnia, adalah "yang lain" bagi manusia kelahiran Serbia. Maka mereka boleh ditembak mati dan dimusnahkan karena akan menodai kesucian bumi. Atribut warna kulit telah digunakan untuk mengkonstruksi fikiran manusia berkulit putih, sehingga manusia berkulit hitam adalah "yang lain" yang tidak bersih, tidak suci, dan hanya layak menjadi budak. Dan atribut agama adalah yang paling efektif utk mengkontruksi fikiran. Sejak masa-masa abad kegelapan, perang Salib, perang Iran-Iraq, hingga jaman al-qaeda skrg ini. Jutaan wanita dibakar dan digantung atas nama agama, karena mereka adalah "yang lain" yang menyebabkan wabah penyakit dan melakukan praktek sihir yg non-agamis. Jutaan manusia pantas dibunuh karena mereka adalah "yang lain", yang tidak berbaris di bawah bendera kita yang sama. Puluhan manusia diteror dan diusir karena mereka adalah "yang lain", yang berbeda dengan versi agama-agama resmi seperti milik kita ini. Barat adalah "yang lain", Selatan adalah "yang lain". Putih adalah "yang lain", Merah adalah "yang lain", Hijau adalah "yang lain", "Biru" adalah yang lain.... [caption id="attachment_110961" align="alignleft" width="358" caption="Bali Bombing, memusuhi "][/caption] Silakan berkreasi sendiri, karena atribut apapun bisa kita sematkan kepada siapapun...untuk menjadikannya sebagai "yang lain"....Yang bisa kita musuhi, kita binasakan. Karena mereka bisa menodai kesucian kita, sehingga kita menjadi "kotor" karena mereka...dan kita nanti tidak akan diterima oleh Tuhan Yang Maha Suci... Kita takut menjadi tidak suci...maka "yang lain" adalah kotoran ...yang pantas mati.. (sic!) . . . Terinspirasi oleh film "Season of the Witch" (Nicolas Cage). Foto-foto dipinjam dari Google
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H