Mohon tunggu...
Pidato Semprul 17an Janu
Pidato Semprul 17an Janu Mohon Tunggu... pegawai negeri -

memunguti remah-remah pengembaraan...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Telah Pergi "Pisau Kerahiman"....

30 Desember 2009   15:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:42 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Gusti Allah memiliki cara untuk mengangkat keburukan dari hati manusia yang IA cinta. IA membedah hati mereka dengan "pisau kerahiman"....pisau yang membuat irisan yang melahirkan duka dan airmata, namun sesungguhnya ia membuka jalan bagi terangkatnya keburukan. Ia adalah Khatatif (pisau bedah) Ilahiah, yang membuat sakit dan luka. Namun sejatinya ia adalah perwujudan kasih sayang Tuhan kepada manusia. Mereka yang berhenti pada dunia inderahanya melihat sakit, darah, duka dan air mata. Mereka yang bisa melihat jauh ke balik segala peristiwa akan menyambut irisannya dan percaya bahwa ada kebaikan pada akhirnya. Khatatif kerahiman seringkali dibenci, dihujat,dicaci-maki dan dijauhi oleh mereka yang tidak mengerti. Khatatif kerahiman dirindukan oleh mereka dengan nurani yang tajam.... ........ Ada seorang nabi, yang Gusti Allah sangat mencintainya. Begitu sangat cintaNya, sehingga IA memberikan penderitaan yang dahsyat kepada sang hamba. Kanjeng Nabi Ayyub -keselamatan baginya-, telah dipilihNya untuk hanya mencintaiNya..untuk mengisi hatinya hanya dengan IA, hingga tak ada sedikitpun bagian yang diperuntukkan bagi selain IA di dalam dirinya. Maka Gusti Allah kemudian mengucilkan ia dari harta-harta yang dimilikinya. Menjauhkan ia dari anak-anak, isteri, dan para pengikutnya. Lalu menempatkan ia di sebuah gubuk reyot di atas tanah pembuangan sampah di luar perkampungan sebagai tempat tinggalnya. Tidak ada lagi yang tersisa dari keluarganya selain isterinya, yang memburuhkan diri bekerja pada orang-orang dan pulang dengan membawa sesuap makanan untuknya. Bahkan..Gusti Allah kemudian menghilangkan daging, kulit, dan tenaganya, hingga menyisakan hanya telinga, mata, dan hati, demi memperlihatkan keajaiban qudrah kekuasaanNya. Namun sang nabi terus memuji kesucianNYA dengan lisannya dan bermunajat dengan hatinya. Ia melihat semua keajaiban itu dengan matanya, sementara nyawanya maju mundur dalam jasadnya. Dan para malaikat bersalawat memohon kesejahteraan untuknya serta membesuknya. Sang hamba terputus dari manusia, namun tersambung dengan kasih keintiman denganNya. Ia juga terputus dari sarana-sarana, daya upaya dan kekuatan, namun kemudian ia menjadi tawanan cintaNya, juga takdir, kekuasaan, kehendak, dan ketetapan terdahulu Nya. Perkaranya bermula pada kesabaran, dan berakhir menjadi kejelasan. Pada awalnya terasa pahit, namun akhirnya manis terasa. Sang nabi hidup nyaman di tengah petaka yang menimpanya, sebagaimana kenyamanan hidup Nabi Ibrahim as di tengah bara api yang membakarnya. Kaum salih terbiasa bersabar menghadapi bencana, tanpa kecemasan sedikitpun sebagaimana kecemasan yang kita tunjukkan. Bencana memiliki banyak ragam. Ada yang menimpa fisik (al-bunyah) dan ada yg menimpa hati. Ada yang bersama makhluq, dan ada juga yang bersama Sang Pencipta. Tidak ada kebaikan pada orang yang tidak pernah ditimpa keperihan derita, sebab bencana adalah khatatif (pisau bedah untuk menyembuhkan luka) milik al-Haqq 'Azza wa Jalla. Disarikan dari  "Al Fath ar-Rabbani wa al-Fayd ar-Rahmani" karya Syekh 'Abd al-Qadir al-Jilani .... Selamat jalan, Gus Dur..Sesungguhnya kita semua sejatinya adalah milikNya, dan pada suatu masa nanti kita akan kembali kepadaNya.... .

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun