Kesejahteraan adalah janji yang tak pernah basi untuk dijual oleh siapapun yang ingin membeli banyak hati. Setiap pemimpin bersumpah akan membawa kesejahteraan bagi mereka yang dipimpinnya, tetapi banyak sudah janji yang tidak terpenuhi atau bahkan dikhianati. Menjadi sejahtera adalah mimpi semua manusia, namun tak banyak yang tahu kemana harus mengejarnya dan bagaimana menggapainya? Mencari kesejahteraan belakangan ini ibarat berputar-putar mengejar satu fatamorgana, untuk kemudian tersesat di fatamorgana yang lain yang menjanjikan pemuas dahaga namun lagi-lagi hampa, atau bahkan menjerumuskan kepada binasa.
Negara, sebagai suatu institusi supra kemana individu menyerahkan sebagian kekuasaannya (dengan sukarela ataupun dengan paksaan), tak lagi pernah berhasil menunjukkan bahwa ia mampu menghantarkan rakyatnya ke gerbang sejahtera. Sebuah negeri yang gemah ripah loh jinawi kini hanya bisa kita temui di dalam kisah-kisah seribu satu malam a la Sultan Harun Al-Rasyid atau kisah raja-raja peminang putri salju dan cinderella.
Apakah menjadi sejahtera hanya berarti mencatatkan angka-angka statistik pertumbuhan ekonomi yang tinggi? Apakah menjadi sejahtera hanya jika negeri kita berlimpah uang karena kaya minyak? Apakah menjadi sejahtera hanya berarti kemajuan teknologi dan tingginya tingkat industrialisasi dan modernisasi? Mana yang lebih sejahtera?: rakyat negeri China, atau rakyat negeri Arabia, atau rakyat negeri bunga Sakura? Bagaimana kita mengukurnya? Tergantung dari bagaimana kita mendefinisikan apa itu “sejahtera”?
Coba baca laporan terbaru dari UNDP (United Nation Development Program), yang diterbitkan tanggal 5 oktober 2009 dua bulan yang lalu. Menarik sekali melihat satu peta dunia berwarna-warni di dalam laporan itu, dimana perbedaan warna negara-negara mencerminkan perbedaan tingkat “kesejahteraan”-nya. Kebanyakan negara-negara industri maju terlihat berwarna hijau tua, artinya sangat sejahtera. Negara-negara di benua Afrika sebagian besar terlihat berwarna merah hinga cokelat tua, artinya kurang sejahtera.
Jika kita melihat lebih detail ke dalam daftar ranking kesejahteraannya (180 negara), menjadi lebih menarik. Karena misalnya, beberapa negara “imut-imut” (karena kecil luasannya) seperti Norwegia, Islandia, dan Switzerland….ternyata rakyatnya lebih sejahtera dibandingkan negara-negara besar semisal Jepang, Amerika Serikat ataupun Inggris. Bahkan Norwegia berada di urutan paling puncak sebagai negara yang paling sejahtera. Rakyat Singapura lebih sejahtera dibandingkan rakyat negeri Uni Emirate Arab. Dan rakyat Israel lebih sejahtera dibandingkan rakyat Brunei.Koq bisa begitu?
Karena mereka (UNDP) melihatnya dengan kacamata yang berdimensi lebih luas, dengan definisi “kesejahteraan” yang melampaui ukuran-ukuran angka pertumbuhan ekonomi semata. Mereka menyebutnya “Human Development Index” (HDI). Bagi kebanyakan orang, HDI ini mungkin seakan-akan cuma urusan “pengembangan sumber daya manusia/SDM” seperti urusan pelatihan, kursus dan training. Pengembangan SDM dalam arti sempit. Namun sesungguhnya HDI membawa paradigma baru yang akan menjungkirbalikkan cara pandang kita tentang “pembangunan”, tentang apa yang harus dicapai dengan pembangunan, ke arah mana pembangunan harus dilakukan, siapa yang harus disentuh oleh pembangunan?
Hebatnya, indeks ini dikembangkan oleh dua orang Asia yaitu Mahbub ul Haq dan Amartya Sen. Yang satu adalah seorang ekonom dari Pakistan, yang satu lagi seorang ekonom-filsuf dari India. Bagi keduanya, kesejahteraan berarti semakin terbukanya kesempatan dan kemampuan (capability) untuk mendapatkan hak-hak dasarnya sebagai seorang manusia: misalnya terpenuhinya kebutuhan pangan, mendapatkan pendidikan dasar yang memadai, bebas dari buta huruf, selalu dalam keadaan sehat, terhindar dari kematian (avoiding escapable morbidity), atau berupa kondisi abstrak semisal menjadi bahagia, dihormati, bebas dari rasa takut, bebas dari ancaman penghilangan secara paksa, bebas mengemukakan pendapat, maupun bisa berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat. Saat ini, belum semuanya masuk ke dalam perhitungan HDI nya UNDP. Baru beberapa…yang mungkin dianggap paling prioritas saat ini: life expectancy, literacy, education dan standard of living.
.
"The basic purpose of development is to enlarge people's choices. In principle, these choices can be infinite and can change over time. People often value achievements that do not show up at all, or not immediately, in income or growth figures: greater access to knowledge, better nutrition and health services, more secure livelihoods, security against crime and physical violence, satisfying leisure hours, political and cultural freedoms and sense of participation in community activities. The objective of development is to create an enabling environment for people to enjoy long, healthy and creative lives."
Mahbub ul Haq Founder of the Human Development Report
.
Indonesia dimana posisinya yaa..? Syukurlah dari tahun ke tahun semakin membaik. Saat ini kita sudah berada di grup “medium human development”. Meski kesejahteraan rakyat negeri ini menurut UNDP masih berada sedikit di bawah Samoa, Suriname dan Gabon….. :P
.
Denpasar, 1 Desember 2009
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H