Mohon tunggu...
Deni I. Dahlan
Deni I. Dahlan Mohon Tunggu... Penulis - WNI

Warga Negara Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Sebotol Air Bertuah

12 Mei 2021   06:29 Diperbarui: 12 Mei 2021   06:30 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan sabit tersenyum kepada sang malam. Para bintang mengawal jalan si bulan, bergerak menuju langit tengah.

Malam itu begitu dingin dan sunyi. Kabut tipis perlahan naik dari lereng bawah, meramaikan tempat itu dengan anggun tanpa sepatah kata.

Tampak seorang pemuda berbaring di gunung itu. Matanya tak terpejam, sibuk melihat ke satu benda yang digenggamnya.

"Masa depanku." Katanya setengah bergumam.

Ia memegang sebuah botol, yang di dalamnya berisi air suci. Air itu terjun dengan deras, dari atas tutup botol ke dasar botol. Di tengah derasnya air itu, pemuda melihat gambaran dirinya.

Ia melihat dirinya sedang duduk di sebuah kursi. Ia mengenakan sebuah jubah yang menutupi punggungnya. Dan dikepalanya ada mahkota terpasang dengan megahnya.

"Masa depanku.." katanya lagi, sambil terus memandangi botol air itu.

Saat ia larut menatap bayangan dirinya di dalam botol, tiba -- tiba sebuah mata bulat hadir di hadapannya. Mata itu menatapnya dari balik botol bening itu.

"Hei.. kau belum tidur rupanya. Hematlah tenagamu untuk besok." Kata suara dari balik botol.

Pemuda itu tak menghiraukan. Ia masih menatap lekat -- lekat air itu.

"Tidurlah!" kata suara itu lagi, sambil merampas botol itu dari si pemuda.

"Kembalikan!" si pemuda segera bangkit, lalu menangkap kelinci yang merebut botol itu.

"Tidak! Botol ini akan kusimpan dulu. Beristirahatlah dulu, besok air ini akan kuberikan kepadamu."

"Aku janji, kalau kau mengembalikan itu, aku akan tidur."

Kelinci itu diam sejenak. Ia mengamati wajah si pemuda, lalu perlahan menjulurkan botol itu. Saat si pemuda hendak mengambil botol itu, si kelinci menariknya lagi.

"Kalau kau bohong, aku akan mengambilnya lagi." ancamnya.

Si pemuda mengangguk. Ia menerima botol itu, lalu ia berbaring di atas tanah lagi. Ia pun memejamkan mata, sambil terus mendekap botol itu dengan erat.

"Apa yang kau lakukan?" Sebuah suara terdengar di telinga si pemuda.

"Seorang calon penguasa tak boleh tidur. Bangunlah. Lihatlah air itu, dan resapi masa depanmu."

Si pemuda membuka matanya. Tampak di depannya sekarang, seekor kelinci. Tapi kalau yang tadi putih, yang ini berwarna hitam.

"Bagus. Sekarang air itu bawalah ke cenayang. Minta dia untuk membantumu. Kau orang yang kuat, dan cenayang itu sakti. Kalian berdua akan mudah mengendalikan dunia ini." Kata kelinci hitam itu.

Si pemuda masih tak berkata. Ia kembali melihat botol air itu, mabuk oleh bayangan di dalamnya.

"Hei. Kau melanggar janjimu. Katamu tadi kau mau tidur. Sekarang kau melihat botol itu lagi." kata si kelinci putih. Lalu hewan itu kembali merebut botol dari si pemuda.

"Kembalikan!" kata si pemuda.

"Tak akan. Aku akan menyimpan botol ini sampai kau tidur."

"Aku tidak mengantuk!"

"Ya. Pikiranmu memang tidak mengantuk, karena terlena dengan air ini. Tapi tubuhmu memintamu untuk istirahat."

"Aku tak peduli! Kembalikan atau akan kukejar kau!"

"Dengar. Perjalananmu belum usai. Kau harus bertemu dengan orang gunung itu. Jadi simpan tenagamu untuk besok."

"Orang gunung? Aku tak kenal mereka!"

Lalu si pemuda mengejar kelinci putih itu. Hewan itu berlari sangat cepat, membuat si pemuda tak bisa mengejarnya. Hingga akhirnya, si pemuda yang tak sabar itu berhasil menombak kelinci itu dengan sekali lemparan.

"Berani -- beraninya kau mengambil masa depanku." Katanya sambil merebut botol itu. Sementara si kelinci yang tertusuk tombak, mengeluarkan darah dan mati. Si kelinci hitam yang mengawasi mereka dari jauh, segera mendekati si putih.

"Lihat. Apa kubilang. Dia telah termakan oleh air dalam botol itu. Kini dia menjadi gila akibat ambisinya sendiri." Kata si kelinci hitam.

Si kelinci putih yang tadinya mati, kini hidup dan bangkit lagi. "Tampaknya dia memang tak kuat menahan godaan itu."

"Kau selalu begitu. Menyesali sesuatu, padahal aku sudah memberitahumu sebelumnya."

"Mau bagaimana lagi. Dari banyaknya orang yang mencari air itu, dialah yang pertama kali berhasil menemukannya. Jadi aku pikir, dia orang yang pantas menjaga dan memiliki air itu."

"Dan sekarang, air itu yang memiliki dirinya."

"Kasihan." Kata si putih.

Kedua kelinci itu terus mengamati si pemuda. Mereka memperhatikan si pemuda makin terlena dengan air itu. Saking mabuknya, pemuda itu sampai tak makan berhari - hari, tak ingat siapa dirinya, apalagi orang -- orang yang akan ditolongnya. Ia tergila -- gila dengan bayangan yang muncul di dalam botol itu.

Bayangan yang menggambarkan dirinya menjadi seorang pemimpin dan menguasai dunia. Bayangan yang menggambarkan dirinya mengendalikan seluruh makhluk di bumi.

Air itu benar -- benar bukan air biasa. Air itu suci, bertuah dan sangat susah ditemukan. Bahkan kalau pun ditemukan, bukan berarti penemunya akan memiliki air itu. Justru sebaliknya, kalau penemunya tidak kuat menanggung beban, maka air itu yang akan memiliki diri sang penemu.

Kini air itu telah masuk ke pikiran si pemuda, membuat si pemuda petualang yang dulunya pemberani menjadi seorang gila yang bisanya hanya menatap air itu dan berkata, "Masa depanku.. Masa depanku..".

Tamat

Cerita selanjutnya:
Sepasang Kelinci Penggoda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun